INI Kriteria dan Batasan Penodaan Agama Hasil Ijtimak Ulama MUI, Negara Diminta Bertindak Tegas

Negara, menurutnya, harus bertindak tegas dan adil atas segala bentuk tindak pelanggaran yang mengganggu keharmonisan dan kerukunan beragama.

Tribunnews.com
MUI memberikan rekomendasi agar komunikasi, dialog dan upaya-upaya yang dapat mewujudkan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia dilakukan untuk menciptakan kerukunan umat beragama. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Forum Ijtimak Ulama MUI menetapkan kriteria dan dlawabit (batasan) penodaan agama.

Keputusan tersebut direkomendasikan dalam forum Ijtimak Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, sejak Selasa (9/11/2021) hingga Kamis (11/11/2021).

"Kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan."

Baca juga: Jokowi: Saya Sedih, Posisi Kita Makin Dihormati oleh Negara Lain, tapi di Negara Sendiri Dikerdilkan

"Dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Perbuatan lain yang masuk kepada penodaan agama, di antaranya merendahkan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Kitab Suci Alquran, Ibadah Mahdlah seperti salat, puasa, zakat, dan haji.

Serta, Sahabat Rasulullah SAW dan Simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan seperti Kakbah, masjid, dan azan.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 11 November 2021: 435 Orang Positif, 470 Pasien Sembuh, 16 Meninggal

Asrorun mengungkapkan, termasuk dalam tindakan penodaan agama sebagaimana disebutkan, adalah perbuatan yang dilakukan namun tak terbatas dalam bentuk:

a. Pembuatan gambar, poster, karikatur, dan sejenisnya.

b. Pembuatan konten dalam bentuk pernyataan, ujaran kebencian, dan video yang di-publikasikan ke publik melalui media cetak, media sosial, media elektronik dan media publik lainnya.

Baca juga: Surya Paloh: Kalau Saja Konstitusi Tidak Membatasi Masa Jabatan Presiden Hanya Dua Kali

c. Pernyataan dan ucapan di muka umum dan media;

3. Menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan oleh agama hukumnya haram;

4. Terhadap perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan agama, harus dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: Legislator PDIP: Relawan Capres Aset Elektoral yang Harus Dikelola dengan Baik

Asrorun mengatakan, MUI memberikan rekomendasi agar komunikasi, dialog dan upaya-upaya yang dapat mewujudkan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia dilakukan untuk menciptakan kerukunan umat beragama.

"Harus ada peraturan perundangan-undangan yang kuat dan tegas untuk menciptakan kerukunan umat beragama."

"Dan memberi sanksi tegas bagi pelaku/organisasi yang melakukan penodaan/penistaan agama yang dapat menimbulkan konflik antar-dan intern umat beragama," tutur Asrorun.

Baca juga: Siapa Pasangan Airlangga Hartarto di Pilpres 2024, Kepala Bappilu Partai Golkar: Semuanya Dilirik

Negara, menurutnya, harus bertindak tegas dan adil atas segala bentuk tindak pelanggaran yang mengganggu keharmonisan dan kerukunan beragama, sampai kepada akar masalah.

Serta yang menjadi penyebab konflik berdasarkan UU, seperti pelanggaran terhadap UU 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama.

Bahas Hukum Nikah Online Hingga Pinjol

MUI menggelar Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII pada hari ini, Selasa (9/11/2021) hingga Kamis (11/11/2021) di Hotel Sultan, Jakarta.

Kegiatan ini akan membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan.

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, yang juga Ketua Panitia Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia menjelaskan, agenda ijtimak kali ini akan membahas pelbagai persoalan strategis kebangsaan.

Juga, masalah fikih kontemporer, serta masalah hukum dan perundangan-undangan.

"Forum ini akan dibahas masalah strategis kebangsaan di antaranya tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama."

"Jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI, panduan pemilu yang lebih masalahat, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, dan masalah perpajakan," terang Asrorun melalui keterangan tertulis, Selasa (8/11/2021)

Ijtimak yang bertema “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa” ini juga akan membahas hukum pernikahan online.

Masalah lain yang dibahas adalah masalah fikih kontemporer seperti nikah online, kriptokurensi, pinjaman online, transplantasi rahim, zakat perusahaan, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardh hasan, dan zakat saham.

Untuk masalah hukum dan perundang-undangan, Ijtimak akan membahas tinjauan atas RUU Minuman Beralkohol, tinjauan atas RKUHP terkait perzinaan, dan tinjauan atas peraturan tata kelola sertifikasi halal.

Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ini dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo, diikuti 700 ulama fatwa se-Indonesia.

Acara dilaksanakan secara hybrid, kombinasi peserta luring di hotel Sultan Jakarta sejumlah 250 orang dan secara daring.

Jadi Masukan untuk Pemerintah

Wakil Presiden Maruf Amin mengatakan, Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan forum yang strategis.

Maruf mengatakan, forum ini strategi karena melibatkan pimpinan Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para utusan asosiasi muslim di beberapa negara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ma'ruf dalam Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/11/2021).

"Nilai strategis Ijtimak Ulama ini juga terlihat dari berbagai materi yang dibahas."

"Yakni berbagai permasalahan penting dan strategis yang membutuhkan keterlibatan komisi fatwa se-Indonesia dan lembaga fatwa dari ormas-ormas Islam untuk memutuskannya," ucapnya.

Keterlibatan lembaga fatwa se-Indonesia dalam forum ini, menurut Maruf, akan berdampak luas.

Maruf mengatakan, keterlibatan berbagai lembaga fatwa tersebut akan menambah bobot dan legitimasi dari putusan yang ditetapkan.

"Saya melihat, pokok-pokok pembahasan Ijtimak’ Ulama ini masih tetap sama seperti saat saya menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI."

"Yakni permasalahan strategis kebangsaan, permasalahan keagamaan kontemporer, dan permasalahan terkait peraturan perundang-undangan," tutur Maruf.

Rincian dari permasalahan yang dibahas pada Ijtimak’ Ulama tahun ini, kata Maruf, merupakan berbagai masalah yang memiliki urgensi dengan situasi yang dihadapi oleh umat dan bangsa saat ini.

"Keputusan Ijtimak Ulama ini akan menjadi masukan penting bagi pemerintah, legislatif, maupun yudikatif."

"Dan menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang diharapkan lebih membawa kemaslahatan bagi masyarakat, dan menjadi pedoman bagi Umat Islam," beber Maruf.

Maruf menilai, fatwa MUI memiliki daya terima yang tinggi di tengah masyarakat.

Bahkan, menurut Maruf, fatwa MUI turut membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Termasuk dalam konteks menghadapi pandemi Covid-19, keputusan Komisi Fatwa MUI telah memberikan solusi bagi pemerintah dan Umat Islam."

"Sehingga Umat Islam tidak mengalami kebingungan maupun kesulitan," papar Maruf.

Dirinya menilai fatwa MUI menggambarkan fleksibilitas hukum Islam.

Sehingga, kata Maruf, fatwa MUI menjadi panduan bagi Umat Islam di masa pandemi Covid-19.

"Oleh karenanya, Fatwa MUI bisa menjadi panduan bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan keagamaannya dengan baik di saat pandemi," terang Ma'ruf.

Menurut Maruf, Komisi Fatwa MUI telah menghadirkan pandangan keagamaan yang berorientasi pada pencarian solusi terbaik terhadap permasalahan yang dihadapi Umat Islam.

"Misalnya rumusan hukum yang umumnya ditetapkan dalam kondisi dan situasi normal pada saat pandemi, dilakukan telaah ulang, serta disesuaikan dengan kondisi saat ini."

"Yang dalam fikih dianggap sebagai kondisi dan situasi darurat, atau setidaknya kondisi dan situasi keterdesakan," beber Maruf. (Fahdi Fahlevi)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved