Aksi Terorisme
Teroris Jadi PNS, Gaji Dianggap Harta Rampasan Perang dari Musuh
Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap anggota teroris Jamaah Islamiah (JI) berinisial DRS (47) pada Selasa (2/11/2021) lalu.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menduga, menjadi pegawai negeri sipil (PNS) adalah modus terselubung teroris.
Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap anggota teroris Jamaah Islamiah (JI) berinisial DRS (47) pada Selasa (2/11/2021) lalu.
DRS merupakan PNS yang berprofesi sebaga kepala sekolah di SDN di Lampung.
Baca juga: Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Panglima TNI Bakal Digelar Tertutup, Pemaparan Visi-Misi Terbuka
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwahid menduga, kelompok teroris tersebut sengaja masuk ke institusi negara, untuk mencari pembiayaan kebutuhan aksi teror.
"Mereka kan menganggap negara ini negara kafir."
"Mereka kan harusnya keluar, tetapi kenapa harus tetap di situ (jadi PNS)? Itu modus juga."
Baca juga: TB Hasanuddin Bilang Ada 6 Letjen Berpotensi Jabat KSAD, tapi Cuma Dua yang Peluangnya Paling Besar
"Karena menganggap mereka butuh pembiayaan, butuh hidup, dan mensupport pembiayaan kegiatan radikalisme."
"Di sinilah letak manipulasi agama atau amalan agama yang menyimpang," kata Ahmad saat dikonfirmasi, Jumat (5/11/2021).
Menurut Ahmad, penghasilan yang didapatkan dari negara dinilai hanya sebagai bagian rampasan perang dari musuh.
Baca juga: KSAD Andika Perkasa Jadi Calon Panglima TNI, 14 Jenderal Bintang Tiga Ini Berpeluang Menggantikannya
Mereka menganggap negara tetap bertentangan dengan pemikirannya.
"Ketika dia modusnya di dalam PNS itu gaji mereka itu dianggap Fai, atau istilahnya harta rampasan perang dari musuh," ungkap Ahmad.
Karena itu, kata Ahmad, pihaknya menyoroti proses rekrutmen PNS.
Baca juga: SBY Tiba di AS Hari Ini, Istirahat Dulu Sebelum Jalani Pengobatan Kanker Prostat
Dia meminta adanya pengetatan seleksi bagi warga yang memutuskan menjadi PNS.
"Skrining harus lebih ketat lagi dalam rekrutmen PNS, dan pejabat-pejabat negara ataupun pemerintahan."
"Kita lebih optimalkan dan intensifkan di dalam sinergitas terutama di dalam rekrutmen PNS ataupun pejabat negara," tuturnya.
BNPT mengungkapkan, puluhan PNS menjadi tersangka kasus tindak pidana terorisme sejak 2010.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwahid menyampaikan, 13 orang di antaranya merupakan anggota TNI-Polri.
"Data semenjak 2010, pegawai negeri sebagai tersangka tindak pidana teroris ada 31 orang."
"Terdiri dari eks Polri 8 orang, eks TNI 5 orang, dan 18 orang eks ASN."
"Total 31 orang data dari tahun 2010," beber Ahmad.
Ahmad menuturkan, setidaknya ada sekitar 19,4 persen yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme.
Data ini merupakan data terakhir sekitar 2018-2019 lalu.
"Indeks potensi radikalisme itu sekitar 2018 sampai 2019."
"Yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen."
"Survei itu dilakukan oleh Alvara dan Mata Air Foundation," jelasnya.
Ahmad menuturkan, ada sejumlah indikator yang mempengaruhi indeks potensi radikalisme.
Satu di antaranya, tidak setuju atau anti terhadap Pancasila.
"Di mana indikator potensi radikalisme itu adalah dia tidak setuju atau anti terhadap Pancasila."
"Dia pro khilafah, kemudian dia anti terhadap pemerintahan yang sah, dia intoleran dan eksklusif, dia anti budaya dan kearifan lokal keagamaan. Nah, itu indikatornya," bebernya.
Indikator lainnya, lanjut Ahmad, ditandai oleh sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror.
Lalu, sudah melakukan idad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya.
"Itu masuk memenuhi unsur tindak pidana terorisme, sehingga bisa dilakukan penangkapan sebelum melakukan aksi teror."
"Yang sering disebut sebagai upaya preventif Justice atau preventif strike untuk mencegah sebelum melakukan aksi teror," terangnya.
Densus 88 Antiteror Polri sebelumnya menangkap dua anggota teroris JI di Lampung pada Minggu (31/10/2021) dan Senin (1/11/2021) lalu.
Mereka adalah Ir S (61) dan S (59).
S (61) merupakan Ketua Lembaga Amil Zakat Abdurrohman Bin Auf (LAZ-ABA), yang terafiliasi teroris JI.
Seangkan S (59) bertugas sebagai Bendahara LAZ ABA.
Pada Selasa (2/11/2021), Densus 88 Antiteror Polri kembali menangkap anggota teroris Jamaah Islamiah (JI) berinisial DRS (47) di Lampung.
DRS berprofesi sebagai kepala SDN di Pesawaran.
DRS ditangkap di Jalan Cendrawasih, Wonokriyo, Gading Rejo, Pringsewu, Lampung, Selasa (2/11/2021).
Penangkapan ini berdasarkan pengembangan penangkapan dua teroris JI dua hari terakhir.
"Satgaswil Lampung menangkap DRS jaringan kelompok JI."
"Profesinya PNS sebagai Kepala Sekolah SDN Pesawaran," kata Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar saat dikonfirmasi, Rabu (3/11/2021).
Aswin menuturkan, penangkapan itu mengenai pengembangan teroris JI berinisial S (61) pada Minggu (31/10/2021).
"Pengembangan dari penangkapan Ketua LAZ BM ABA atas nama Ir S," ucapnya.
Dalam penangkapan ini, Densus 88 membawa sejumlah barang bukti. Di antaranya, sepeda motor, ATM, hingga uang yang diduga milik S.
DRS diduga menjabat sekretaris LAZ-ABA.
"Keterlibatan pernah menjabat Seketaris LAZ BM ABA Lampung, dan sempat menjabat sebagai Wakil Ketua LAZ BM ABA Lampung, ketika Ir S menjabat sebagai Ketua LAZ BM ABA Lampung," papar Aswin.
DRS juga pernah menjabat sebagai Ketua LAZ BM ABA Lampung periode 2018-2020, dan pernah berbaiat dengan salah satu petinggi JI.
"DRS merupakan anggota kelompok Jamaah Islamiyah yang sudah berbaiat ke Amir Jamaah Islamiyah," ungkapnya.
Selain itu, kata Aswin, DRS juga dianggap mengetahui aliran dana LAZ BM ABA yang digunakan untuk kegiatan teroris JI.
"Mengatahui aliran dana LAZ BM ABA yang digunakan untuk menjalankan organisasi Jamaah Islamiyah," cettusnya. (Igman Ibrahim)