Sanksi Tilang Uji Emisi Batal Diberlakukan karena Jumlah Kendaraan yang Sudah Diuji Masih Rendah
Polisi kemungkinan hanya akan memberlakukan teguran kepada pengendara yang belum uji emisi pada 13 November 2021.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rencana Pemprov DKI menerapkan sanksi tilang bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi dan mulai diterapkan pada 13 November 2021 bakal sulit diwujudkan atau dengan kata lain dibatalkan.
Sebab, menurut Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan yang telah melaksanakan uji emisi di Jakarta masih rendah, masih dibawah 10 persen.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Argo Wiyono mengatakan, sanksi tilang baru akan diterapkan jika 50 persen kendaraan di Jakarta sudah dinyatakan lulus uji emisi.
Baca juga: Cegah Antrean Panjang, Pemilik Kendaraan Diimbau Lakukan Uji Emisi di Bengkel Resmi
“Nanti kalau sudah 50 persen atau lebih baru kami akan tingkatkan menjadi tilang. Jadi jangan sampai nanti 10 (kendaraan) yang diberhentikan, sembilan belum ada kartu uji emisi. Kan malah jadi masalah,” ujar Argo dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/11/2021).
Dengan kata lain, rencana untuk menerapkan sanksi tilang pada 13 November 2021 bakal sulit dilakukan polisi yang berwenang melakukan penindakan di lapangan.
Karena itu kepolisian hanya memberikan sanksi teguran bagi kendarana yang belum melaksanakan uji emisi.
Baca juga: Tak Ingin Kena Tilang, Masyarakat Berbondong-bondong Uji Emisi Kendaraannya di Jakarta Selatan
“Tilang itu opsi terakhir. Kami akan memaksimalkan teguran dulu. Jika memang 50 persen lebih kendaraan sudah berangsung uji emisi di bengkel yang sudah tersertifikasi atau di Dinas Lingkungan Hidup (baru diterapkan),” kata Argo.
Sebelumnya diwartakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarata telah menyediakan layanan uji emisi untuk kendaraan bermotor bersama pihak swasta di beberapa titik.
Hal tersebut sebagai upaya yang dilakukan untuk mendukung implementasi Peraturan Gurbernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 mengenai penciptaan langit biru Jakarta dengan mengatur emisi yang dihasilkan dari kendaraan.
Baca juga: 38 Kendaraan Tidak Lulus Uji Emisi di Jaksel
Bagi kendaraan yang mengabaikan kebijakan ini akan dikenakan sanksi mulai 13 November mendatang, seperti pengenaan tarif parkir tertingi sampai dengan denda tilang Rp 250.000 untuk motor dan Rp 500.000 untuk mobil.
Namun, ternyata Kepolisian masih mempertimbangkan penerapan sanksi tilang tersebut.
Sebelumnya dipertanyakan mengapa ada sanksi tilang dan disinsentif parkir yang dilakukan?
Menjawab pertanyaan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Hidup DKI Jakarta Asep Kuwanto mengatakan, kewajiban melakukan uji emisi penting dilakukan bagi pemilik kendaraan dalam upaya memperbaiki kualitas udara.

Apalagi pertumbuhan kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab meningkatnya kemacetan dan pencemaran.
Dalam kata lain, peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor di Jakarta, otomatis memberikan kontribusi pada meningkatnya jumlah emisi yang dikeluarkan, yakni Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Nitrogen Oksida (NO), dan debu. Dari kajian yang sudah dilakukan, Asep menjelaskan memang menunjukkan bila sektor transportasi, khusus di Jakarta, memberikan dampak paling signifikan pada pencemaran udara.
"Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan DLH bersama Vital Strategies, menunjukkan bahwa sumber polusi terbesar di Ibu Kota adalah dari sektor transportasi untuk polutan PM2.5, NOx, dan CO. Sementara kontributor kedua dari industri pengolahan terutama untuk polutan SO2," kata Asep.
Baca juga: Terapkan Denda Rp 250.000 hingga Rp 500.000, Wagub DKI Imbau Warga Segera Uji Emisi Kendaraannya
Lebih lanjut Asep menjelaskan, kajiah yang dilakukan bertujuan mengukur kontributor emisi terbesar di Jakarta sebagai landasan pembuatan kebijakan.
Hal tersebut juga didasari meningkatnya kegiatan perekonomian sehingga berpotensi meningkatkan polusi udara.
Prosesnya yang menggunakan data 2018 tersebut, menurut Asep tak hanya berfokus pada transportasi, tapi juga seluruh sektor.
Mulai transportasi, industri pengolahan, industri energi, residensial, dan konstruksi.
Hasil atau temuan utama dari kajiannya adalah sektor transportasi merupakan sumber utama polusi udara, terutama untuk polutan NOx (72,40 persen), CO (96,36 persen), PM10 (57,99 persen), dan PM2.5 (67,03% persen).
Asep menambahkan temuan tersebut konsisten dengan kajian yang diadakan sebelumnya.
Bahkan berdasarkan jadwal, harusnya penegakan hukum harusnya sudah dilakukan sejak awal 2021, namun terkendala akibat penanganan Covid-19.
Baca juga: Hindari Tilang karena Belum Uji Emisi, Berikut Lokasi Uji Emisi Gratis di Jakarta Selatan
Karena itu, agar udara di Jakarta bisa kembali bersih, diperlukan pengontrolan melalui kewajiban uji emisi bagi kendaraan yang usia pakainya sudah menginjak 3 tahun lebih, baik motor atau mobil, yang didorong oleh adanya aturan dan sanksi.
"Langkah Pemprov DKI Jakarta mewajibkan seluruh kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta wajib uji emisi dan lulus memenuhi baku mutu emisi, menjadi hal yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota. Sudah saatnya hukum tersebut kita tegakkan demi kepentingan bersama," ujar Asep.
Adanya penegakan hukum sendiri, menurut Asep sejalan dengan tuntukan Citizen Lawsuit yang dalam amar putusannya memerintahkan untuk menjatuhkan sanksi bagi sumber bergerak, yakni kendaraan bermotor yang mencemari udara atau tidak lulus uji emis. (Aprida Mega Nanda)