Anies Dipanggil KPK
Penuhi Panggilan KPK, Ketua Fraksi PDI P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono Puji Anies & Prasetio Edi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (21/9/2021) pukul 10.05 WIB.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Sigit Nugroho
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (21/9/2021) pukul 10.05 WIB.
Orang nomor satu di Ibu Kota itu mendatangi kantor KPK untuk memberikan klarifikasi seputar dugaan kasus korupsi pembelian lahan di wilayah Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, oleh Perumda Sarana Jaya pada 2019.
Kehadiran Anies ke kantor KPK itu mendapat pujian dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI P) DPRD DKI Jakarta.
"Kami apresiasi ketaatan dipanggil KPK. Beliau menghadiri, itu kan suatu bentuk ketaatan agar bisa diklarifikasi terhadap persoalan yang beliau hadapi kan,” kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono.
Tidak hanya Anies, Gembong juga mengapresiasi koleganya Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Prasetio Edi Marsudi yang juga datang memenuhi panggilan KPK.
Keduanya diperiksa terkait dugaan korupsi pembelian lahan Munjul.
Baca juga: Pemeriksaan Anies oleh KPK Terkait Kasus Korupsi Lahan Munjul Mendapat Respons Dua Fraksi DPRD DKI
Baca juga: KPK Periksa Anies Baswedan, Nasdem DKI Ingatkan KPK Tidak Boleh Bekerja Berdasarkan Orderan
Baca juga: Sebut Anies Baswedan Tak Layak sebagai Presiden, Giring Ganesha Getol Promosikan Diri sebagai Capres
Menurut Gembong, kedua sosok itu cukup penting dalam proses pembelian lahan di Munjul.
Sebagai Gubernur, Anies di Pemprov DKI sebagai pengambil kebijakan terhadap program yang dikeluarkan.
Sedangkan, Prasetio sebagai Ketua Dewan memberikan persetujuan untuk mengalirkan penyertaan modal daerah (PMD) kepada Sarana Jaya.
“Saya kira mungkin seperti itu, tapi ini kan sekali lagi yang mengetahui persis persoalannya adalah KPK. Tetapi bahwa beliau berdua itu diminta keterangan ya pasti ada keterkaitan,” ujar Gembong.
“Pertama soal alokasi anggaran, tentunya ketua dewan kan tahu karena menyetujui terhadap alokasi anggaran yang diberikan kepada Sarana Jaya sebagai PMD. Kalau Pak Gubernur terkait dengan kebijakan terhadap pemberian PMD kepada Sarana Jaya,” tutur Gembong.
Berdasarkan informasi yang dia dapat, rencananya lahan di Munjul akan dijadikan hunian DP 0 Rupiah, sebagaimana kampanye Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat mencalonkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah di Jakarta 2017.
Oleh karena itu, Gembong memprediksi, Anies dapat memberikan keterangan kepada penyidik soal pengembangan hunian DP 0 Rupiah tersebut di wilayah Munjul.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles; Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.
Selain itu, ada juga korporasi PT Adonara Propertindo dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar.
KPK menduga pembelian lahan di Munjul telah melanggar aturan karena dilakukan tanpa kajian, bahkan diduga terjadi permainan harga hingga mengakibatkan kerugian negara sebanyak Rp 152,5 miliar.
Sementara Pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, Yoory dan Anja Runtuwene selaku pihak penjual melakukan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris.
Hal itu berlangsung di kantor Sarana Jaya pada 8 April 2019.
Pada waktu yang sama, Yoory langsung mentransfer pembayaran 50 persen atau sebesar Rp 108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja.
Beberapa waktu kemudian, kata Setyo, Yoory memerintahkan Sarana Jaya untuk membayar Rp 43,5 miliar kepada Anja.
Untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, diduga Perumda Pembangunan Sarana Jaya melakukan perbuatan melawan hukum antara lain yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap Objek Tanah.
Selain itu, Perumda Sarana Pembangunan Jaya juga tidak melakukan kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah, kata Setyo, juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.
Lebih lanjut, KPK juga menduga adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya DKI sebelum proses negosiasi dilakukan.