Cegah Anak Tak Belajar, Save the Children Indonesia Lakukan Program Kunjung di Masa Pandemi
Dari hasil studi, Save the Children menemukan tujuh dari 10 anak jarang belajar selama pandemi coronavirus disease atau Covid-19.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona atau Covid-19 telah bergulir selama hampir dua tahun.
Kondisi ini memaksa lebih dari 60 juta anak di Indonesia melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejak Maret 2020.
Hal ini menjadi perhatian Save the Children Indonesia, sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang mempromosikan hak-hak anak, menyediakan bantuan dan membantu mendukung anak-anak di negara-negara berkembang.
Dari hasil studi, Save the Children menemukan tujuh dari 10 anak jarang belajar selama pandemi coronavirus disease atau Covid-19.
Studi Global Save the Children dilakukan pada Juli 2020 yang dilakukan di 46 negara termasuk Indonesia.
Beberapa hal jadi penyebab anak jarang belajar, yakni terbatasnya ketersediaan materi belajar yang memadai dan tidak mempunyai gawai.
Selain itu, terbatasnya atau tidak punya kuota internet, bahkan demotivasi karena sulit memahami PR dan tidak dapat bimbingan guru.
Padahal pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggunakan stasiun televisi dan daring atau online agar pembelajaran tetap berlangsung.
Kuota internet juga disediakan supaya anak dapat mengakses berbagai aplikasi guna mendukung proses belajar.
Kendati demikian, ikhtiar tersebut belum mendukung maksimalnya hasil pembelajaran jarak jauh.
Media and Brand Manager Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah, menyebut pihaknya mengimbau pentingnya pendidikan bagi anak.
Karenanya orangtua dan Dinas Pendidikan setempat harus memastikan setiap anak tanpa terkecuali mendapatkan akses pendidikan.
Baik secara daring, luring atau offline maupun kombinasi keduanya, misal seperti yang telah Save the Children lakukan di sejumlah provinsi.
Di Provinsi NTT, NTB, dan Jawa Barat, Save the Children Indonesia bekerjasama dengan Dinas Pendidikan (Disdik) setempat menyelenggarakan program guru kunjung.
“Pelaksanaan jam belajarnya dibantu aparat desa dan komunitas yang ada di masyarakat,” ujarnya kepada Wartakotalive.com, beberapa waktu lalu.
Penggunaan media radio pun dilakukan sebagai sarana penyampaian informasi dan belajar mengajar serta parenting.
Terkait dengan keterlibatan orangtua dalam membantu anak belajar di rumah, Save the Children bersama dengan Dinas Pendidikan setempat membantu menyediakan lembar kerja siswa berisi kegiatan belajar anak selama satu minggu, termasuk alat belajar anak-anak.
Harapan Save the Children untuk pembelajaran anak, lanjut Dewi, adalah ingin agar seluruh pihak memastikan setiap anak tanpa terkecuali dapat mengakses pendidikan yang berkualitas.
“Secara daring maupun luring, dan tentunya pada lingkungan yang aman. Sehingga anak-anak bisa menikmati proses belajar yang menyenangkan, seperti harapan dari gerakan merdeka belajar yang diusung Kemendikbud,” kata Dewi.
Dukungan seluruh pihak dibutuhkan guna mengantisipasi kesulitan belajar yang membuat anak-anak kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss).
Learning lossakan berdampak terhadap kurangnya keahlian mereka pada saat dewasa (less-skilled workers) untuk dapat bersaing di dunia kerja atau usaha.
Selain itu, kemampuan mereka menurun untuk menghasilkan pendapatan (decreased earning capacity). (m31)