Pandemi Covid-19, Jumlah Penderita Gangguan Jiwa Meningkat
Tercatat jumlah penyandang disabilitas mental pada 2019 adalah sekitar 197 Ribu orang. Namun kini jumlahnya mencapai sekitar 277 Ribu orang.
Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan mencatat jumlah penyandang disabilitas mental selama pandemi Covid-19 jumlahnya meningkat.
Penyandang disabilitas mental adalah Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Tercatat jumlah penyandang disabilitas mental pada 2019 adalah sekitar 197 Ribu orang. Namun kini jumlahnya mencapai sekitar 277 Ribu orang.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes menyatakan 11,2 persen warga Jakarta memiliki masalah kejiwaan, sehingga 1 dari 4 orang di deteksi mengalami gangguan jiwa.
"Artinya banyak anak Indonesia yang mendapatkan perilaku salah karena situasi ini, dari mulai gejala ringan sampai berat," ungkap Jasra Putra Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat dikonfirmasi, Jumat (10/8/2021).
Apalagi kondisi ini diperparah dengan cara perilaku politik yang banyak menyerang kejiwaan, seperti kasus persekusi melalui sosial media, yang terus ada.
Persekusi ini bahkan masuk ke rumah ibadah dan privacy keluarga, sehingga menyebabkan kedisharmonisan dalam keluarga itu sendiri.
Pada masa pandemi sekarang ini katanya orang akan lebih mudah mengidap gangguan kejiwaan.
"Bahkan kita tahu dampaknya sekarang, dunia melawan post truth yang tidak mudah sampai sekarang," katanya.
Hal-hal seperti ini karena ada perilaku menyimpang yang menjadi keresahan di masyarakat.
Dampak ini harus menjadi perhatian serius, dalam menjawab ledakan masalah gangguan kejiwaan apalagi di masa pandemi Covid-19 yang masih berjalan hingga saat ini.
Menurut Jasra, hal ini jangan menjadi stigma. Fokusnya kata dia harus lebih pada antisipasi penanganan.
"Orang tua harus bertanggung jawab atas perilakunya terhadap anak, karena mengerti resiko perbuatannya," katanya.
Jika dilihat lebih jauh, kata dia, penanganan anak dalam keluarga gangguan jiwa, masih minim penanganan.
Hal ini ditandai dari evaluasi instrumentasi Kota Layak Anak di beberapa daerah yang belum bisa memotret anak hidup dalam keluarga rentan.