Berita Nasional
Wacana Amandemen UUD Mengemuka, PKS Tolak Keras Jika Niatnya Memperpanjang Masa Jabatan Presiden
Ahmad Syaikhu menyebut, tidak ada urgensi melakukan amandemen UUD 1945 pada saat ini.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyoroti adanya wacana amandemen UUD 1945 yang belakangan kembali muncul.
Syaikhu menilai amandemen UUD 1945 ibarat membuka kotak pandora atau membuka kesempatan untuk mengamandemen aturan selain Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Dia menyebut, tidak ada urgensi melakukan amandemen UUD 1945 pada saat ini.
"Ketika dibuka suatu klausul untuk diamandemen, maka terbuka kotak pandora untuk melakukan amandemen hal-hal yang lain, tentu ini harus menjadi kesepakatan bersama terlebih dahulu, saya berharap jikak tidak terlalu urgent, tidak perlu melakukan amandemen," kata Syaikhu dalam situs resmi PKS, Senin (31/8/2021)
Baca juga: Rocky Gerung Sebut Ketum Parpol Koalisi Terpapar Ngabalinisasi, Ngabalin Geram: Profesor Abal-abal
Syaikhu menyatakan harus ada kesepakatan jika ingin melakukan amandemen 1945.
Namun, dia mengingatkan, wacana amandemen ini hanya akan membahas PPHN dan tidak membuka jalan untuk melakukan amandemen aturan lain.
Apalagi terkait rencana penambahan masa jabatan presiden.
"Terkait dengan wacana perubahan ini harus dengan kesepakatan bersama, jangan sampai kemudian yang tadinya hanya membahas pokok-pokok haluan negara, kemudian merembet ke pasal lain misalkan menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode," katanya.
Syaikhu memastikan, pihaknya akan menolak apabila benar ada rencana amandemen untuk mengubah aturan lain seperti masa jabatan presiden.
Sebab, menurut Syaiku, hal itu adalah kemunduran bagi demokrasi Indonesia.
“Justru membuat demokasi kita semakin terpuruk,” pungkas Syaikhu
Baca juga: Tuding Anies Bermanuver Agar Interpelasi Tak Terlaksana, Tsamara Amany: Mengapa Takut, Pak Gubernur?
Tak relevan
Pengamat Hukum Universitas Andalas Ferry Amsari menilai tidak ada hal yang mendesak atau urgensi terkait wacana Undang-undang Dasar (UUD) 1945 memerlukan perubahan atau amandemen terbatas.
Terutama untuk menambah kewenangan MPR menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Ferry mengatakan rencana Amandemen itu bahkan membuka peluang MPR memiliki kewenangan memilih presiden.
"Jika disimak karena kondisi saat ini sedang pandemi tidak ada relevansi," ujarnya diberitakan Tribun, Rabu (18/8/2021).
Apalagi, ucap Ferry, tidak ada hal yang mendesak atau urgensi untuk melakukan penambahan kewenangan MPR terutama di isu kewenangan membentuk PPHN.
Baca juga: Interpelasi Anies Soal Formula E Disayangkan PKS, Abdul Aziz : Gubernur Terbuka untuk Diskusi
Ferry menerangkan pasal 37 UUD 1945 membatasi hanya membahas terhadap usul yang diajukan. Namun, bisa saja pembahasan melebar. Jika itu terjadi, lanjut dia, perubahan tidak dapat dicegah.
"Bahkan di konstitusi juga tidak diatur kalau pembahasan di luar apa yang diusulkan apakah itu membuat konstitusi yang disahkan tidak sah atau tidak berlaku kan juga tidak," tutur Ferry.
Ferry menyakini amandemen Ini akan menjadi ruang permainan yang membuat pembahasan sangat melebar nantinya. Konsekuensinya, lanjutnya, MPR akan merasa dirinya sebagai lembaga tertinggi. Sehingga nantinya lembaga itu akan membuka ruang kekuasaan lebih jauh.
"Bukan tidak mungkin akan mengembalikan pemilihan presiden melalui MPR, atau menambah kekuasaan-kekuasaan lain yang menurut saya bersebrangan dengan arah reformasi demokrasi yang sudah kita lakukan sebelumnya," tambahnya.
Ferry mengatakan jika MPR memiliki niat yang bak, seharusnya menggunakan hasil perubahan kelima UUD 1945 yang dibentuk l Komisi Konstitusi pada tahun 2002 untuk membuat draf perubahan kelima.
Baca juga: Puji Kepemimpinan Jokowi, Prabowo Minta Suara-suara Gaduh di Luar Pemerintahan Dicuekin Saja
Menurutnya, banyak hal yang jauh lebih baik daripada perubahan keempat. jika itu yang dibahas, lanjut Ferry mungkin publik akan jauh menerima karena memang niatnya jauh lebih baik.
"Dibahas ya, MPR setuju tidak setuju saja. Jangan dibahas untuk kemudian mengembangkan kepada tujuan-tujuan yang ingin mereka lakukan secara politik," tegasnya.
Sebelumnya Ketua MPR Bambang Soestyo mengatakan PPHN akan diusulkan melalui Ketetapan atau TAP MPR. PPHN, yang dulu bernama GBHN, merupakan salah satu rekomendasi MPR periode 2014-2019.
"Amandemen konstitusi menambahkan satu ayat di Pasal 3 tentang kewenangan MPR membuat dan menetapkan PPHN," kata Bamsoet, Sabtu (14/8/2021).