Eksklusif Warta Kota

Imbas Covid-19, Inilah Pembangunan Infrastruktur DKI Jakarta yang Jadi Fokus Utama

Meski anggaran DKI Jakarta "terpukul" buntut pandemi Covid-19, namun sejumlah proyek tetap dikerjakan. Bahkan ada yang sudah rampung.

Wartakotalive/Yulianto
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho bercerita soal penyelesaian proyek infrastruktur tersebut sekaligus yang tengah digarap. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dinas Bina Marga DKI Jakarta bertugas melaksanakan pembangunan infrastruktur di Ibu Kota demi mewujudkan sarana dan prasarana transportasi yang modern, terintegrasi, dan ramah lingkungan.

Meski anggaran DKI Jakarta "terpukul" buntut pandemi Covid-19, namun sejumlah proyek tetap dikerjakan. Bahkan ada yang sudah rampung.

Contohnya pembangunan flyover atau jalan layang tapal kuda di Lenteng Agung dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Underpass Senen Extension, serta jalan layang Cakung, Jakarta Timur.

Kepada tim redaksi Warta Kota, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho bercerita soal penyelesaian proyek infrastruktur tersebut sekaligus yang tengah digarap.

Berikut petikan wawancara eksklusif Warta Kota bersama Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho yang berlangsung di kantornya kawasan Gambir, Jakarta Pusat, belum lama ini: 

Apa saja Kegiatan Strategis Daerah (KSD) yang tengah dikerjakan Dinas Bina Marga DKI di Ibu Kota?

Secara tugas dan fungsi, Dinas Bina Marga sendiri kan berkaitan dengan infrastruktur, di mana pembangunan itu meliputi jalan, jembatan, trotoar, kemudian fasilitas ruang ketiga, JPO (Jembatan Penyeberangan Orang), skywalk, dan lain sebagainya.

Tentunya ini menjadi tantangan yang unik untuk bisa kami kerjakan sesuai dengan arahan pak Gubernur (DKI Jakarta/Anies Baswedan).

Kaitannya dengan KSD di Dinas Bina Marga sendiri kami mengacu pada KSD-73 yaitu peningkatan kualitas fasilitas pedestrian (trotoar--red).

Di mana sesuai arahan pak Gubernur, untuk menjadi kota maju dan kota modern, memang fasilitas pejalan kaki itu menjadi prioritas. Kedua kendaraan yang non-motorized seperti sepeda dan kendaraan yang berbasis listrik.

Kemudian yang ketiga, baru kendaraan umum dan yang keempat adalah kendaraan pribadi. Jadi urutannya begitu, makanya kami sudah concern sejak lama dan membuat roadmap dari tahun 2019, fasilitas pedestrian mana yang menjadi skala priortas untuk dibangun. Tentunya tahun ini kan juga berkaitan dengan anggaran, dana dari APBD.

Baca juga: Sudin Bina Marga Jakarta Pusat Lakukan Perbaikan Pembatas Underpass Senen yang Ditabrak Truk

Seperti diketahui pendapatan DKI terganggu karena adanya pandemi Covid-19. Seberapa besar dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur di Jakarta?

Kami sudah membuat roadmap dari skala prioritas pedestrian di hampir 29 ruas jalan kategori protokol maupun kolektor (primer).

Tentunya dengan struktur anggaran yang terimbas karena Covid-19 ini terjadi refocusing sehingga anggaran yang tadinya untuk 120 kilometer (km) per tahun dengan total anggaran Rp 1 triliun, yang terealisasi hanya sekitar Rp 20 miliar di tahun 2020.

Anggaran Rp 20 miliar itu kami gunakan sebaik-baiknya sebagai skala prioritas. Contoh kami membuat TOD (Kawasan Berorientasi Transit) Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Jadi ada empat stasiun yang kami revitalisasi, pertama TOD Tanah Abang, kedua TOD Juanda dan sekitarnya.

Dari empat stasiun itu Alhamdulillah menjadi daya tarik luar biasa karena pada saat pandemi itu tahu-tahu sudah jadi.

Walaupun dengan dana sekian (terbatas), tapi bisa mengubah perilaku masyarakat yang tadinya pejalan kaki ini sekarang sudah terintegrasi lewat JakLingko, kereta api, dan ojek.

Kembali pada tahun 2021 ini, Alhamdulillah anggaran untuk trotoar naik meskipun tidak signifikan. Dari tahun lalu yang dianggarkan Rp 1 triliun, sekarang di tahun 2021 yah anggaran di bawah Rp 100 miliar.

Itu pun kami buat skala prioritas seperti di Kebayoran Baru, di Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Senopati, dan Jalan Gunawarman karena ruas jalan itu masuk dalam kawasan TOD Blok M.

Harapannya ketika penumpang masuk Stasiun MRT Blok M, mereka dapat lebih mudah mengakses transportasi lain.

Dari TOD tadi kami juga membangun di lima wilayah yang memang menjadi KSD Pemerintah Kota. Contoh kami buat di kawasan Duri Kosambi dan Puri Wangi di Jakarta Barat.

Kemudian jalan di Jakarta Timur ada di Jalan Layur, Jakarta Utara ada di Danau Sunter, dan di Jakarta Pusat ada Jalan Raden Saleh untuk menghubungkan kawasan Cikini dan Salemba.

Kemudian Jakarta Selatan di sana ada TOD Tebet, kami buat di Jalan Raya Tebet untuk pedestriannya.

Jadi, artinya dalam pembangunan trotoar ini kami buatkan skala prioritas. Nanti kalau tahun 2022 misalnya dapat Rp 150 miliar, ya nanti kami skala prioritas kembali mungkin di daerah Juanda, KH Mas Mansyur, Proklamasi dan sebagainya.

Skala prioritas kami adalah untuk bisa mengimplementasikan bahwa pedestrian itu adalah suatu ciri khas kota modern, agar pejalan kaki merasa nyaman, aman, dan bisa menikmati mobilitasnya.

Bagaimana stigma masyarakat tentang pemerintah daerah yang mempersempit ruas jalan kendaraan, tapi memperlebar jalur untuk pedestrian?

Kami dapat image (dipandang) kok untuk kendaraan pribadi jalannya dipersempit, tapi trotoar dibikin lebar.

Itu sebenarnya kami bukan memperkecil badan jalan, kami hanya mengkonsistensi lajur jalan. Mungkin bisa dilihat lajur jalannya itu bervariasi, ada yang memiliki lima lajur, ada yang empat lajur dan tiga lajur. Nah kami mengkonsistensi lajur itu menjadi tiga lajur semua.

Jadi tiga lajur jalan mungkin rata-rata satu lajur sekitar 3,5 meter, sisanya kami buat untuk trotoar. Upaya mengonsistenkan lajur jalan bertujuan untuk menghindari kemacetan karena adanya penyempitan jalan seperti bottleneck.

Jadi kami konsep, semuanya tiga lajur, nah sisanya untuk pedestrian.

Kemudian untuk resizing (mengubah ukuran) kami membuat trotoar yang awalnya kecil, menjadi lebar karena ukuran yang ideal itu memang kalau untuk pejalan kaki dulunya 1,5 meter tapi bersenggolan.

Sekarang kami buatkan itu sekitar 2,5 sampai 3 meter, bahkan kalau memang ada tempatnya lebih luas kami buat sampai 4 hingga 5 meter.

Sebetulnya berapa kilometer rencana pembangunan trotoar yang ditarget Gubernur DKI?

Panjang jalan di Jakarta kan 1.300 km dan kalau untuk trotoar tinggal dikalikan dua saja untuk kiri-kanan jadi 2.600 kilometer.

Kalau kami bicara ideal itu (realisasi) baru 10-15 persen, masih jauh sekali. Makanya kami sekarang percepat pembangunan dan kami juga sudah punya benchmark (penolok ukuran) di Thamrin-Sudirman.

Kemudian kami tambah lagi di Cikini, Salemba, Kramat, Dr Satrio dan Kemang Raya. Zamannya pak Anies sekarang ini kami merombak trotoar yang dulunya hanya 1,5 meter kami buat yang longgar dengan berbagai treatment yang berbeda-beda.

Ada yang kami melebarkan trotoar dengan pembebasan lahan, dan ada yang tidak.

Untuk Kemang Raya treatment-nya beda, kami tidak harus melebarkan trotoar dengan membebaskan lahan tapi kami bekerja sama dengan pemilik lahan yang ada di sekitarnya.

Kalau dilihat dalam rencana detail tata ruang (RDTR) wilayah Kemang Raya ini kan permukiman tapi sekarang menjadi kawasan kuliner dan hiburan, sehingga sekarang kami ambil kewajiban mereka kepada pemerintah.

Nanti akan ada perubahan peruntukan lahan, artinya mereka akan kami berikan keringanan dalam pengajuan perizinannya.

Makanya mereka mau memundurkan bangunannya, sehingga trotoar yang awalnya 1,5 meter bisa menjadi 3,5 meter di sana.

Bangunan mereka bisa mundur 1,5 sampai 2 meter, artinya kami dapat pelebaran 2 meter di situ. Untuk ruas jalan tetap, alias tidak berubah karena kami melebarkan trotar dengan memundurkan area private.

Untuk total anggaran yang disediakan dalam penyelesaian jalur untuk pedestrian itu mencapai Rp 1,1 triliun.

Rinciannya, dari 2018 sebesar Rp 339 miliar, tahun 2019 Rp 449 miliar, tahun 2020 sekitar Rp 32 miliar, tahun 2021 ada Rp 130 miliar, dan tahun 2022 sekitar Rp 230 miliar.

Lalu bagaimana status kepemilikan lahannya?

Kami buat perjanjian kerja sama (PKS), saya mewakili Pemerintah DKI yang ditunjuk Gubernur agar meneken PKS dengan pemilik lahan-lahan itu.

Saya tanda tangani kontrak, ada hak dan kewajiban. Masalah luas lahan mereka, itu tidak habis artinya tidak hilang di sertifikat. Hanya berkurang fungsinya karena untuk pembangunan fasilitas publik.

Misalnya di sertifikat punya luas 1.000 meter persegi, terkena 200 meter persegi untuk trotoar, tapi di sertifikat tetap 1.000 meter persegi.

Untuk lahan 200 meter persegi itu tidak kami bebankan pajak bumi dan bangunan (PBB), saat bayar PBB mereka hanya dikenakan beban 800 meter persegi. PKS itu berlaku selama tidak ada perubahan peruntukkan.

Ada berapa total lahan warga di sana yang diserahkan untuk trotoar?

Banyak, beberapa kan ada hotel dan kuliner. Alhamdulillah kami kontrak hampir 100 PKS di wilayah itu, baik di Kemang 1 maupun di Kemang Raya.

Untuk total luas lahannya juga cukup besar, tanpa kami kolaborasi dengan masyarakat di sekitar dan aparatur wilayah, itu tidak akan terjadi.

Waktu mau dibangun trotoar, kami juga sampaikan model dan desainnya. Sosialisasi kami lakukan secara terus menerus sampai 10 kali.

Mereka kami ajak bicara model dan desainnya sehingga begitu selesai dibangun mereka merasa senang karena ikut terlibat.

Dengan adanya penataan itu, otomatis ada perubahan di lahan mereka yang awalnya dari zona permukiman akan diubah menjadi zona perekonomian. Itu harus diubah, daripada peruntukkannya sebagai zona permukiman, namun nyatanya sebagai zona ekonomi.

Apa kendala yang dihadapi saat ingin menjalin kolaborasi dengan masyarakat pemilik lahan tersebut?

Pada saat kami membangun, pro dan kontra memang biasa terjadi dalam penataan kawasan. Di sinilah peran pemerintah daerah membangun, jadi pihak yang pro dan kontra itu tetap kami fasilitasi.

Kalau pihak yang pro kami enak memfasilitasi, tapi yang kontra ini kami harus bisa melihat apa keinginan mereka.

Kami gali antara satu, dua sampai tiga orang tapi ada juga yang menjadi provokator. Jadi, provokator sebetulnya tidak punya lahan di situ, tapi dia berkepentingan mem-back up salah satu pemilik dari pihak yang kontra. Istilahnya mereka jadi pengacaranya.

Pada saat itu saya sempat disomasi dan mendapat tekanan tapi kami sudah punya niat baik dan bicara lanjang lebar.

Ini tidak serta semudah membalikkan telapak tangan, tapi rencana ini sudah lama. Dulu perkumpulan Kemang itu ingin mengubah kawasan dengan dana mereka, lalu kami tunggu-tunggu rupanya tidak terlaksana.

Akhirnya kami menangkap ide mereka dan menawarkan, nanti dibiayai pakai APBD. Hal itu disambut luar biasa kepada orang yang pro tersebut, akhirnya kami kolaborasi dengan mereka. Kemudian yang kontra kami fasilitasi kemauannya, karena itu dalam kontrak dituangkan di sana.

Di kontrak kami tanyakan mau Anda apa, nanti kami tuangkan tapi Anda punya tanggung jawab ini, misalnya. (faf/eko)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved