PBSI
Wawancara Dengan Anthony Ginting yang Sangat Bersyukur Bisa Meraih Medali Perunggu Olimpiade Tokyo
Anthony menjadi pebulutangkis tunggal putra ketiga yang menyumbang medali Olimpiade setelah Taufik Hidayat (emas) dan Sony Dwi Kuncoro (perunggu)
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Satu pekan lebih usai digelarnya ajang bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. Indonesia berhasil meraih satu medali emas dan satu medali perunggu.
Medali emas disumbangkan oleh pasangan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Sementara medali perunggu disabet Anthony Sinisuka Ginting.
Anthony menjadi pebulutangkis tunggal putra ketiga yang menyumbang medali Olimpiade setelah Taufik Hidayat (emas) dan Sony Dwi Kuncoro (perunggu) di Athena tahun 2004.
Catatan sejarah ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Anthony Sinisuka Ginting.
Anthony bahkan tidak menyangka lompatan kariernya begitu pesat dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Simak wawancara Anthony Sinisuka Ginting, pebulutangkis jebolan PB SGS PLN Bandung yang dilansir dari laman resmi PBSI, Kamis (12/8/2021).
Apa rasanya sukses menggenggam sebuah medali Olimpiade?
Pasti sangat berarti, apalagi debut juga. Jadi pasti senang bisa dapat medali. Semua atlet kan ingin berpartisipasi di Olimpiade, apalagi dapat medali tuh pasti dua tiga kali lipat senangnya. Dan ini sangat berarti untuk saya pribadi, keluarga, dan Indonesia.
Ketika Olimpiade berlangsung, anda selalu bilang ingin menikmati semua momen yang terjadi, walaupun tahu beban yang dipikul cukup berat. Bagaimana cara mengatasi situasi itu?
Yang pertama sih pasti manage bagaimana ekspektasi saja, maksudnya saya belajar dari pertandingan yang sudah berlalu. Jangan terlalu menggebu-gebu, jangan terlalu excited tapi tidak terlalu pesimis atau santai juga. Di tengah-tengah lah jadi bisa sangat fokus menyiapkan diri sendiri. Bisa lebih kontrol diri sendiri baik di dalam maupun luar lapangan.
Lalu kemarin juga di sana memang tidak memikirkan hasil, fokusnya satu demi satu pertandingan dari hari pertama. Setelah masuk Athlete's Village itu saya tidak mau berpikir terlalu jauh. Hari ini ya hari, besok ya besok.
Sebenarnya ada ketegangan yang berlebih tidak saat turun di Olimpiade kemarin?
Di awal-awal masih ok lah tidak terlalu berat tekanannya, tapi tetap ada tegangnya. Tegang lebih karena kan sudah lama tidak bertanding jadi ada kagok dan sebagainya. Setelah lewat pertandingan pertama, kedua, 16 besar bahkan sampai delapan besar itu saya merasa aman saja. Ketegangan malah sangat terasa di babak semifinal dan perebutan medali perunggu, terasa sekali tekanannya. Baru saya percaya yang senior-senior saya bilang bahwa Olimpiade memang sebuah turnamen yang berbeda. Padahal saya mencoba tidak memikirkan itu tapi tidak tahu kenapa perasaan itu membayangi terus. Paling kentara di luar lapangannya sih, seperti malam itu saya tidak bisa tidur, gelisah, khawatir sampai pas bangun paginya juga perasaannya masih tidak enak.
Padahal bila dilihat saat menang melawan Anders Antonsen (Denmark) di babak delapan besar, anda melakukan selebrasi yang emosional. Itu bukan menunjukkan kelegaan setelah didera ketegangan?
Sebenarnya sejak melawan Kanta (Tsuneyama) di 16 besar saya sudah was-was karena di pertemuan terakhir saya kalah dari dia. Tetapi Puji Tuhan saya diberikan kelancaran. Saat melawan Antonsen itu lebih karena dia agak berubah pola permainannya daripada di pertemuan-pertemuan sebelumnya. Hari itu dia bermain sabar, tidak banyak menyerang jadi saya harus cepat mencari cara untuk mengimbanginya. Fokusnya jadi berubah dan pertandingannya ketat. Bahkan di gim ketiga saya sempat tertinggal, nyusulnya baru di poin-poin kritis. Pas bisa menang, lega sih. Selebrasi itu lebih ke lega karena bisa menang dan ke semifinal.
Berbicara tentang Antonsen, setelah pertandingan anda berfoto dengannya. Lalu menjadi ramai di media sosial. Bisa diceritakan bagaimana foto itu terjadi?