Berita Nasional
Ustaz Hilmi Sebut Buzzer Punya Misi Benturkan Muslim dengan non-Muslim dan Keturunan Tionghoa
Ustaz Hilmi menyebut, justru narasi-narasi yang dibangun para buzzer tersebut bisa memprovokasi masyarakat untuk saling membenci.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Penceramah Ustaz Hilmi Firdausi prihatin dengan ulah para pihak yang ia namakan buzzer yang sering membenturkan antara umat muslim dan non-muslim serta keturunan Tionghoa.
Ia menuturkan, narasi-narasi yang dibangun para buzzer seolah-olah menunjukkan bahwa antara muslim dan non-muslim punya gap dalam berkehidupan masyarakat.
Padahal, kenyataannya, selama ini semuanya hidup rukun berdampingan.
Ustaz Hilmi menyebut, justru narasi-narasi yang dibangun para buzzer tersebut bisa memprovokasi masyarakat untuk saling membenci.
Baca juga: NASIB Malang Puluhan Dosen dan Staf Universitas Mercu Buana, Dipecat Sepihak Tanpa Penjelasan
Buntutnya, bisa memecah persatuan bangsa.
"Narasi buzzer selalu sama, membenturkan muslim dengan saudara Tionghoa dan saudara non muslim. Membenturkan donasi untuk Palestina dan donasi untuksaudara sebangsa, padahal semua ada porsinya," tulis Ustaz Hilmi di Twitter pribadinya, dikutip pada Rabu (4/8/2021).
Di sisi lain, menurutnya, para buzzer tersebut kerap mengklaim dirinya paling pancasilais, namun di sisi lain kerap menyerang Islam melalui sejumlah narasi.
"Mengaku paling NKRI & pancasila, tapi hobi memecah belah. Yaa Robb, satukan kembali bangsa ini dalam kedamaian," ungkapnya
Baca juga: Demokrat: Kasus Akidi Tio Adalah Peringatan Sangat Keras untuk Pemimpin Agar Berhenti berbohong
Rizal Ramli sebut buzzer sampah demokrasi
Tokoh Nasional Rizal Ramli kembali menyinggung keberadaan para buzzer di dunia maya.
Tidak tanggung-tangung, kali ini dia menyebut setidaknya ada 100 ribu buzzer yang memainkan isu, membuat narasi dan mengkonter isu demi kepentingan tertentu.
Rizal Ramli menyebut, para buzzer tersebut digerakkan oleh pihak yang dia namakanan sebagai 'kakak pembina'.
"Dengan 100.000 buzzeRP, digerakkan oleh Pembina & InfluenceRP, 1 juta tweets, IG, FB per hari," tulis Rizal Ramli dikutip dari Twitter pribadinya, Selasa (15/6/2021).
Ia menambahkan, para buzzer kerap menyerang siapapun yang memberikan kritik dengan tujuan mengaburkan substansi dari kritik yang disampaikan.
"Kesannya super kuat Puji selangit yang bayar, hancurkan oposisi dengan bullying dan serangan pribadi. Inilah sampah demokrasi, yang dibayar oleh pejabat-pejabat minim-prestasi dan koruptor," tulisnya lagi.
Baca juga: Pertamina Diakui Dunia, Tembus Fortune Top 500, Erick Thohir: Harus Bisa Bersaing di Level Dunia
Baca juga: Protes Warna Baru Pesawat Kepresidenan, Andi Arief: Sekarang Warnanya Merah, Entah Maksudnya Apa
"Mayoritas bangsa kita ingin perubahan dan perbaikin, tapi reaksi-nya sporadik, tidak terorganisir dan tidak masif. Mari kita masifkan di sosmed. BuzzeRP hanya 100.000 tapi setiap orang harus produksi illusi dan kebohongan 10x per hari. Ancer2 1 juta/hari. Itulah kesan kuat," imbuhnya lagi.
Busro sebut pemerintahan Jokowi mirip orba
Sebelumnya, [enilaian Pemerintah Jokowi mirip Orde Baru muncul.
Kali ini disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqqodas.
Ia menyebut rezim saat ini memiliki kemiripan dengan era Orde Baru.
"Ada kesamaan situasi Orde Baru dengan sekarang ini. Sekarang orang menilai, termasuk saya juga, sudah bergerak kepada otoritarianisme," ucap Busyro dalam diskusi yang membahas soal permasalahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu lantas menguraikan dua hal yang membikin tata pemerintah negara saat ini mirip dengan rezim Presiden Soeharto tersebut.
Baca juga: Calon Kapolri Hidupkan Pam Swakarsa, YLBHI Teringat Era Orde Baru: Kekuasaan Polisi akan Makin Luas
Baca juga: Isu Kebangkitan PKI, Sejarawan LIPI: Ada yang Ingin Kembalikan Kejayaan Orde Baru
Pertama, menurut Busyro, ialah makin banyaknya kelompok buzzer menyerang orang-orang yang kritis terhadap pemerintah dengan segala macam cara.
Kedua, lanjutnya, terkait penggunaan teror-teror melalui peretasan alat-alat komunikasi dan teror kepada aktivis kampus.
Busyro mengungkit teror kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ketika akan menggelar diskusi tentang tinjauan konstitusionalitas pemberhentian Presiden dengan mengundang Guru Besar Universitas Islam Indonesia Nikmatul Huda.
Hingga kini, katanya, pelaporan ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta terkait peretasan itu tak memberikan hasil yang memuaskan.
"Menurut hemat saya, UU ITE ini sesungguhnya memiliki karakter, yaitu sebagai wujud pelembagaan buzzer. Jadi buzzer yang dilegalkan melalui UU ITE," kata Busyro.
Pertanyaan serius berikutnya, menurut Busyro, adalah ke mana arah negara yang sekarang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini.
Soalnya, katanya, sudah banyak orang yang menjadi korban para buzzer serta UU ITE.
Ia pun mempertanyakan posisi Kepolisian dalam situasi seperti ini, yakni apakah menjadi alat negara atau alat kekuasaan.
"Jika maunya jujur dengan Pancasila maka tegakkan norma-norma Pancasila itu dengan menjunjung tinggi demokrasi, menegakkan keadilan sosial, menegakkan prinsip-prinsip musyawarah, berarti tidak ada dominasi kelompok determinan tertentu dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara," katanya.
Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Jokowi.
Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir.
Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi.