PPKM Darurat

Dilema Sopir Taksi di Masa PPKM Darurat: Narik Gak Pernah Untung, Gak Narik Pasti Buntung

Sejak berlakunya aturan PPKM darurat pada 3 Juli lalu, rata-rata penghasilan harian yang diperoleh sopir taksi menurun drastis.

Wartakotalive.com/Muhamad Fajar Riyandanu
Umar Thamsun lebih pilih ngetem daripada keliling cari penumpang. Menunggu order daring sembari berharap ada calon penumpang yang keluar dari Hotel Shangri-La, Rabu (7/7/2021) malam. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dari Jalan R.M Margono Djojohadikoesoemo, Tanah Abang, Jakarta Pusat, terlihat banyak bangunan elite yang menjulang langit.

Di sebelah selatan jalan, terlihat Hotel Shangri-La dengan lampu-lampunya yang menyala sembari menyinari langit Jakarta pada Rabu (7/7/2021), pukul 18.00 WIB.

Kondisi itu langsung bertabrakan dengan pemandangan di sisi utara Jalan R.M Margono Djojohadikoesoemo. Tepat di pinggir jalan itu, ada puluhan taksi yang terparkir.

Mobil-mobil ukuran tanggung warna biru itu berjejer di sepanjang jalan.

Selain jejeran taksi, pemandangan sebelah utara jalan dihiasi oleh gelapnya Sungai Ciliwung.

Di sisi selatan jalan, penguhi Hotel Shangri-La mungkin sedang tidur di kasur empuk ditemani video game dan pendingin ruangan.

Di sisi utara jalan, tampak puluhan sopir taksi sedang menunggu orderan dengan harap-harap cemas.

Duka dan gembira kadang hanya terpisah beberapa meter.

“Kalau mau tanya-tanya ke bapak itu aja, Mas. Dia seniornya,” ucap salah satu sopir taksi, sambil mengarahkan jari telunjuk ke supir taksi lain di sebelahnya.

Sopir taksi yang ditunjuk itu pun sontak membalas “Ah, bisa aja lo, Sigit,” ucapnya. Pria senior yang dimaksud adalah Umar Thamsun (48).

Pria yang tinggal di Cengkareng, Jakarta Barat, ini sudah menggeluti profesi sebagai supir taksi selama 7 tahun.

Pria asal Surabaya, Jawa Timur, itu lebih memilih ngetem di tepi jalan ketimbang mencari penumpang dengan menyusuri jalan.

“Jalan juga percuma. Gak ada penumpang, jalan diblokir semua. Mal dan perkantoran tutup,” kata Umar.

Bapak dari 3 anak ini mengatakan, kebijakan PPKM darurat yang sudah berlaku sejak 5 hari lalu, berdampak pada penghasilannya yang menurun.

“Sepi penumpang, penghasilan menurun. Keliling sejauh 50 KM gak ada penumpang,” ujar Umar.

Sejak berlakunya aturan PPKM darurat pada 3 Juli lalu, rata-rata penghasilan harian yang diperoleh Umar menurun drastis.

“Bisa Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu. Bisa juga gak dapet duit. Kalau sebelum PPKM darurat ada aja sih, Alhamdulillah Rp 150 ribu sampai Rp 100 ribu,” beber Umar.

Umar pun mengaku, sejak pukul 12.00 WIB hingga petang ini, ia baru memperoleh Rp 9 ribu.

“Dari Slipi ke RS Harapan Kita, terus putar balik ke Pintu Tol Slipi,” kata Umar, sembari menunjukkan bukti argometer di layar Ponselnya.

Umar kemudian menunjuk salah satu sopir taksi di sebelahnya. “Ini rekan saya dari pukul 03.00 WIB baru dapat Rp 100 ribu,” kata Umar.

Lebih lanjut, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Umar memutuskan untuk menjual perhiasan milik anak-anaknya.

“Anting dan cincin anak. Ya habis buat makan gak ada. Sehari-hari kita nombok doang ini buat ongkos bensin taksi,” keluh Umar.

Dari gaya bicara yang disampaikan, Umar mungkin sudah lama menetap di Ibu Kota.

Logat Betawinya lebih kental daripada logat daerah asalnya di Jawa Timur. Tinggi tubuh Umar setara dengan tinggi mobil taksi yang terparkir di sampingnya.

Hari semakin malam. Jakarta memasuki waktu isya. Suasana jalan yang lengang memancing silir-semilir angin yang membawa bau anyir dari Sungai Ciliwung.

Di tengah suasana yang tidak menentu, Umar tetap bersyukur. Ia merasa terbantu dengan kebijakan perusahaan yang memberi tunjangan pendidikan ke salah satu anaknya.

“Anak saya yang SMA dapat beasiswa setiap bulan,” ujarnya.

Umar juga lebih tenang karena perusahaan taksi tempat dia bekerja tidak menagih setoran dengan jumlah tetap.

“Gak ada setoran, adanya komisi. Perusahaan mengambil 60 persen,” beber Umar. 

Kebanyakan perusahaan taksi saat ini juga melayani pemesanan lewat aplikasi daring.

Hal serupa juga diterapkan di perusahaan taksi tempat Umar bekerja.

“Sama aja sih, ini tetap sunyi juga. Gak ada penawaran sama sekali,” ungkap Umar.

Selama masa pandemi, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat.

Akan tetapi, setahun lebih pasca kasus awal Covid-19, Umar mengaku belum pernah mendapat jatah Bansos dari Pemerintah. “Gak dapat sama sekali,” beber Umar.

Umar pun berharap, Pemerintah Pusat bisa lebih memperhatikan rakyat kecil. Ia menilai kebijakan PPKM darurat tidak memihak kepada masyarakat bawah.

“Kalau mau pembatasan ya lockdown sekalian. Jangan PPKM separuh-separuh. Pemerintah ngasih makan rakyatnya,” tegas Umar.

Ia menilai, pekerjaan sebagai supir taksi tidak bisa disamakan dengan pekerjaan pegawai negeri atau karyawan swasta.

“Mereka enak setiap tanggal 1 gajian. Coba kita yang diupah harian, kalau kita gak jalan, gak ada penghasilan. Sementara konsumennya gak. ada Kita sebagai orang tua bisa puasa, Anak kan gak bisa? Masak anak kita suruh puasa setiap hari?” ujar Umar. (m29)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved