Berita Nasional
Pemerintah Belum Mampu Kendalikan Pandemi Covid-19, Fadli Zon Minta Pembelajaran Tatap Muka Ditunda
Pemerintah Belum Mampu Kendalikan Pandemi Covid-19, Fadli Zon Minta Pembelajaran Tatap Muka Ditunda. Berikut Alasannya
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada Juli 2021 dinilai Fadli Zon sebagai keputusan tergesa-gesa, berisiko dan berbahaya.
Keputusan itu ditegaskannya mengingkari fakta bahwa saat ini pemerintah Indonesia masih belum bisa mengendalikan pandemi.
"Bahkan minggu pertama hingga ketiga Juni ini kecenderungan angka kasus Covid-19 terus meningkat," ungkap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu dalam siaran tertulis pada Senin (14/6/2021).
Dipaparkannya terdapat beberapa alasan kenapa rencana PTM tersebut seharusnya ditunda.
Pertama, basis keputusan ini adalah SKB (Surat Keputusan Bersama) empat menteri yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri pada 31 Maret 2021 lalu.
SKB itu katanya diteken sebelum terjadi mudik, lonjakan kasus di India, gelombang kedua lockdown di berbagai negara.
Selain itu ledakan kasus di Kudus, Tegal, dan Bangkalan, serta lonjakan kasus-kasus lainnya di tanah air yang terjadi dalam satu bulan terakhir.
Baca juga: Walau Dibanggakan Jokowi, Vaksinasi di Kota Bekasi Akhirnya Ditunda Karena Picu Kerumunan
"Jadi, sangat berisiko jika kita membuka pembelajaran tatap muka pada bulan Juli, atas dasar data-data pandemi bulan Maret, yang tak lagi aktual," jelas Fadli Zon.
Alasan kedua adalah vaksinasi belum menyentuh anak-anak serta hanya 35 persen dari total tenaga pendidik dan kependidikan yang sudah selesai divaksinasi.
"Dengan capaian vaksinasi yang rendah semacam itu, ceroboh sekali jika Pemerintah berani membuka PTM pada tahun ajaran baru ini," imbuhnya.
Baca juga: Peringati Hari Donor Darah Sedunia, Anies Baswedan Ajak Masyarakat Donasikan Darah di Masa Pandemi
Ketiga, keputusan melakukan PTM tidak sesuai dengan kebijakan Pemerintah tentang PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) berskala mikro yang diberlakukan di 34 provinsi.
"Kebijakan PPKM mengandaikan situasi di seluruh daerah masih sangat berisiko. Masih berisiko tinggi tapi kok malah mau membuka PTM?," tanya Fadli Zon.
Keempat, kebijakan PTM dipaparkan Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen itu mengabaikan kondisi sosiologis dan lapangan.
Di atas kertas, kebijakan PTM memang dibatasi maksimal dua kali dalam sepekan, dan tidak lebih dari dua jam per hari.
Kesannya disampaikan Fadli Zon memang seolah-olah ada unsur kehati-hatian dalam kebijakan tersebut.
Namun, pembatasan tersebut katanya hanyalah memperhatikan aktivitas siswa di kelas saja, tetapi mengabaikan cara bagaimana para siswa sampai di sekolah, serta apa yang dilakukan siswa sepulang sekolah.
Baca juga: Dapat Dukungan Ketua DPRD DKI, Amir Hamzah Lengkapi Syarat Ali Sadikin Jadi Pahlawan Nasional
"Sebagai catatan, tidak semua siswa kita beruntung dapat diantar oleh orang tuanya dengan kendaraan pribadi. Sebagian besar dari mereka harus menggunakan kendaraan umum untuk sampai ke sekolah," jelas Fadli Zon.
"Ini potensial menciptakan kerumunan baru, terutama di kendaraan umum. Apalagi, saya tak yakin anak-anak akan langsung pulang ke rumah setelah PTM berakhir. Dan kita memang mustahil bisa mengontrol hal-hal semacam itu," ungkapnya.
Jadi, lanjutnya, kebijakan membuka opsi PTM pada bulan Juli 2021 adalah kebijakan yang membahayakan.
Dirinya pun sangat menyesalkan kebijakan itu terus-menerus digaungkan Pemerintah di tengah situasi masih tingginya risiko penyebaran Covid-19 di kluster sekolah.
"Ingat, pada 10 Juni kemarin kasus Covid-19 kembali melonjak hingga 8.892 kasus. Ini adalah lonjakan tertinggi sesudah bulan Maret lalu. Dan hingga hari ini angkanya tidak pernah turun dari angka 6 ribu kasus baru," jelas Fadli Zon.
"Padahal, kita sama-sama tahu, jumlah kasus baru yang tercatat itu belum tentu menggambarkan situasi riil di lapangan, mengingat jumlah tes kita dan jumlah spesimen yang diperiksa tiap harinya, angkanya masih sangat rendah," paparnya.
Baca juga: Sukses Bangun Jakarta, Ketua DPRD DKI Minta Ali Sadikin Dianugerahkan Jadi Pahlawan Nasional
Apalagi, terdapat kenaikan kasus yang sangat signifikan pada dua minggu setelah lebaran, yaitu sebesar 56,6 persen.
Hal tersebut dijelaskannya harus jadi catatan bagi Pemerintah, karena lonjakan kasus ini terjadi di berbagai tempat.
Menurut data Satgas Covid-19, ada lima provinsi yang menyumbang 65 persen keseluruhan jumlah kasus aktif nasional, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Papua, dan Riau.
Secara umum, Pulau Jawa berkontribusi 52,4 persen terhadap kasus aktif nasional. Artinya, lebih dari separuh kasus Covid-19 ada di Jawa.
"Saya paham, pandemi yang telah berjalan lebih dari satu tahun ini telah melahirkan keluhan dan kejenuhan, baik dari para siswa maupun orang tua. Namun, pemecahannya bukanlah dengan penyelenggaraan PTM," tegas Fadli Zon.
Baca juga: Isnawa Adji Instruksikan Jajarannya Cek Kesiapan Lima GOR untuk Isolasi Pasien Covid-19 Kategori OTG
Klaster Baru
Dirinya pun menguingatkan dalam fase uji coba PTM yang dilakukan oleh Kemendikbud pada April 2021, klaster Covid-19 justru ditemukan di sejumlah sekolah yang melakukan belajar tatap muka.
Salah satunya terjadi di SMA Negeri 1 Padang, Sumatera Barat. Tak lama setelah PTM diaktifkan, 43 siswa didapati positif Covid-19.
Jika pada fase uji coba saja hasilnya justru memunculkan klaster baru, apalagi jika pada Juli nanti diberlakukan secara massif.
Dirinya pun mengaku khawatir jumlah kasus covid-19 menjadi tak terkendali.
"Usul saya, ketimbang mengagendakan PTM, sebaiknya Pemerintah melakukan terobosan kebijakan vaksinasi dengan melakukan vaksinasi berbasis sekolah," jelasnya.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diyakininya memiliki data siswa lengkap.
Data ini jauh lebih valid dibanding data kependudukan, sehingga seharusnya Pemerintah tak akan menghadapi kendala jika melakukannya.
"Lakukanlah vaksinasi di sekolah-sekolah, kepada guru dan siswa. Nah, sekolah-sekolah yang 100 persen guru dan siswanya telah selesai divaksinasi, baru diperbolehkan melakukan PTM," jelasnya.
Hal tersbeut disebutkannya merujuk pengamatannya selama vaksinasi massal digelar.
Setelah vaksinasi dilakukan kepada PNS (Pegawai Negeri Sipil), TNI/Polri, dan ASN (Aparat Sipil Negara) secara umum, Pemerintah mulai kehilangan arah terkait kebijakan vaksinasi.
Vaksinasi kepada lansia, dirinya menilai basisnya tidak lagi jelas.
Ada yang didata per kampung, ada juga yang dianjurkan datang ke kantor-kantor Pemerintah Daerah.
"Kesannya serabutan. Daripada vaksinasi dilakukan tanpa pola semacam itu, mulailah kebijakan vaksinasi berbasis sekolah. Obyeknya guru dan siswa. Selesaikan hal ini hingga akhir tahun 2021," jelas Fadli Zon.
"Di tengah pandemi ini, selain tenaga kesehatan, keselamatan anak-anak dan para guru, saya kira juga harus sangat diprioritaskan," tegasnya.