Jiwasraya Gagal Bayar

Ada Oknum Anggotanya Diduga Rintangi Penyidikan Korupsi di Jiwasraya, Ini Kata Ketua BPK

Kata Agung, pihaknya masih enggan menanggapi penyidikan terduga oknum auditor BPK yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.

TRIBUNNEWS/IGMAN IBRAHIM
Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menggelar konferensi pers soal kasus korupsi di perusahaan asuransi Jiwasraya dan Asabri, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan, pihaknya menunggu proses penyelidikan dugaan oknum anggotanya terlibat kasus merintangi penyidikan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

"Kalau dibicarakan BPK, BPK itu cuma satu laporannya dari kita."

"Kecuali kita dengan singkatan yang berbeda."

Baca juga: Kejagung Dalami Dugaan Oknum Anggota BPK Rintangi Penyidikan Korupsi di Jiwasraya

"Kalau BPK yang dimaksud Badan Pemeriksa Keuangan cuma satu itu yang disampaikan ke Kejaksaan."

"Dan jelas di situ ada perbuatan melawan hukum, itu menimbulkan kerugian negara," kata Agung di Kejaksaaan Agung, Jakarta, Senin (31/5/2021).

Sebaliknya, kata Agung, pihaknya masih enggan menanggapi penyidikan terduga oknum auditor BPK yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Kudus Melonjak 5 Kali Lipat, 140 Nakes Terpapar, Micro Lockdown Diterapkan

"Kemudian apakah ada yang di dalamnya, menurut pendapat saya kita tunggu perkembangan selanjutnya."

"Sejauh ini, inilah informasi yang bisa kita info ke publik."

"Jadi bukan tidak ada, tetapi ini informasi yang bisa kita ungkap ke publik," tuturnya.

Baca juga: Ajukan Banding, Rizieq Shihab Ingin Divonis Tak Bersalah dan Bebas Murni

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, pihaknya tengah menyelidiki dugaan menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi PT Jiwasraya (Persero), yang dilakukan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ia menyampaikan, kasus tersebut tengah didalami oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung.

"Ada (kasus merintangi penyidikan Jiwasraya). Masih dalam pendalaman," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021).

Baca juga: Kasus Covid-19 di Kudus Melonjak 5 Kali Lipat, 140 Nakes Terpapar, Micro Lockdown Diterapkan

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah juga membenarkan adanya kasus tersebut.

Namun, dia masih enggan membocorkan secara detail.

Termasuk, kata Febrie, terkait kronologi perkara hingga identitas terduga pelaku yang diduga berasal dari auditor BPK tersebut.

"Sedang pendalaman saja. Ada anggota BPK yang melakukan dugaan menghalang-halangi penyidikan," ujarnya.

Seumur Hidup

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut terdakwa Benny Tjokrosaputro dengan hukuman seumur hidup terkait kasus korupsi Jiwasraya.

Jaksa juga menuntut agar mantan Komisaris PT Hanson International tersebut membayar denda Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Jaksa meyakini Benny Tjokrosaputro bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan memperkaya diri serta bekerja sama dengan tiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya senilai Rp16 triliun.

"Menuntut supaya dalam perkara ini Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili untuk memutuskan."

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pencucian uang," kata Jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/10/2020) malam.

Benny Tjokrosaputro juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp6.078.500.000.000.

Ia diyakini Jaksa melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Jaksa mengungkapkan Benny Tjokro dan mantan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat bekerja sama dalam korupsi ini.

Jaksa meyakini bahwa Benny Tjokro dan Heru terbukti bekerja sama mengendalikan saham dengan cara tidak wajar.

"Terdakwa Heru Hidayat bersama saudara Benny Tjokro melakukan kesepakatan dengan menjual membeli saham untuk menaikan harga saham-saham tertentu seperti SMRU, IKP, Tram, MRYX."

"Dengan mengendalikan saham dikendalikan oleh orang Heru Hidayat dan Benny Tjokro."

"Sehingga harga saham mengalami kenaikan seolah-olah sesuai permintaan saham yang wajar, padahal diatur pihak-pihak tertentu."

"Setelah saham-saham itu naik secara tak wajar, kemudian Benny Tjokro dan Heru Hidayat menjual saham itu ke PT AJS (Asuransi Jiwasraya)," tutur Jaksa.

Jaksa menyebut, negara merugi Rp16 triliun atas pengendalian saham yang dilakukan Benny Tjokro dkk dan tiga mantan petinggi Jiwasraya.

"Sehingga ditemukan kerugian negara terhadap investasi saham sejumlah Rp 4.650.283.375.000."

"Dan kerugian negara atas investasi reksa dana senilai Rp12,157 triliun, sehingga total kerugian negara secara keseluruhan Rp16.807.283.375.000,00 triliun," kata Jaksa.

Selain itu, Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga diyakini terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Benny dan Heru diyakini menyembunyikan hartanya dengan membeli aset.

Tindakan pencucian uang yang dilakukan keduanya itu disamarkan dengan membeli tanah hingga jual beli saham.

Oleh karenanya, Benny dan Heru juga melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap 4 terdakwa kasus korupsi atas pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya.

Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman, Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Pradetyo, eks Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan negara hingga Rp16,8 triliun.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer," ucap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor saat membacakan putusan, Senin (12/10/2020). (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved