Lebaran 2021
Satgas Covid-19: Perantau yang Nekat Mudik Akan Jadi Beban Pemda Setempat
Adita menyebutkan, saat ini pihaknya fokus pada peniadaan mudik dengan screening yang dilakukan oleh petugas di lapangan,
Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan aturan larangan mudik lebaran tahun 2021 pada periode 6-17 Mei 2021.
Kendati demikian, masih banyak masyarakat yang nekat mudik sebelum periode larangan mudik.
Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, meskipun Satgas Penanganan Covid-19 sudah mengantisipasi masyarakat mudik sebelum periode larangan dengan membuat buat aturan pengetatan mudik mulai 22 April-5 Mei 2021, tapi rupanya hal tersebut tidak menghentikan masyarakat untuk mudik.
“Kita lihat secara nasional beberapa tempat tertentu ternyata terjadi juga orang-orang yang menggunakan persyaratan mudik untuk mudik,” ungkap Wiku dalam acara perbincangan virtual terkait larangan mudik mulai 6-17 Mei 2021, Kamis (6/5).
Baca juga: Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Jadi Polemik, Begini Pandangan dari Pakar Psikologi Forensik
Jadi beban pemda
Wiku menuturkan, bahwa para pemudik ini akan jadi beban pemerintah daerah (Pemda). Pemda harus mengantisipasi lonjakan orang yang datang dan potensi terjadinya penularan Covid-19.
“Orang yang datang ini harusnya memahami kondisinya. Belum tentu setiap daerah mempunyai kesiapan yang sama dalam menerima orang-orang yang mudik. Para pemudik juga lebih berisiko menularkan virus kepada orang-orang lain, terutama orang-orang yang lebih tua di kampung halamannya,” ujarnya.
Baca juga: Larangan Mudik Berlaku, Aktivitas di Terminal Bayangan Ciputat Lumpuh
Intensitas warga mudik mulai menurun
Wiku kembali mengatakan, setelah masuk ke periode 6 - 17 Mei, memang intensitas masyarakat yang memaksakan berangkat mudik terlihat menurun. Hal itu karena, para pemudik banyak yang sudah berangkat sebelum tanggal aturan larang mudik tersebut diberlakukan.
“Di lapangan, banyak masyarakat mencoba menawar, karena tarikan budaya mudik cukup tinggi. Maka dari itu harus kita sosialisasikan terus dan narasi (larangan mudik) nya harus satu komando, mulai dari Presiden sampai pemerintah daerah yang terkecil,” ungkap Wiku.
Baca juga: Tidak Cuma Buat Bayar Utang, THR dan Gaji ke-13 PNS Bisa Jadi Modal Investasi, Begini Caranya
Koordinasi
Menurut Wiku, Satgas Penanganan Covid-19 telah melakukan koordinasi dengan seluruh Pemda, TNI-Polri, dan dinas-dinas terkait, sampai dengan Kepala Desa, meminta paparan kesiapannya menghadapi bulan Ramadan karena peningkatan ibadah, potensi berkerumun, dan mudik.
Harapannya, dengan rutin melakukan rapat koordinasi, narasi pemda seluruhnya bisa satu komando untuk mengatur peniadaan mudik.
“Ini yang sedang kita pastikan, sekarang sudah masuk 6 - 17 Mei, kita pastikan semua daerah siap, karena pasti masih ada yang bocor (tetap mudik). Jadi nanti kalau ada peningkatan kasus masih bisa kita kendalikan,” jelas Wiku.
Wiku mengatakan, bahwa tidak ada gunanya masyarakat untuk ‘kucing-kucingan’ mudik. Karena jika sudah terjadi lonjakan kasus, maka yang akan mengalami kerugian adalah diri kita sendiri, terutama di daerah. “Belum tentu fasilitas kesehatannya memadai apabila terjadi lonjakan kasus yang besar,” ujarnya.
Baca juga: Sambut Inpres Jamsostek, Kemenko Perekonomian Dorong Perlindungan Sosial bagi Penerima KUR
Aktivitas perjalanan meningkat tiga hari jelang larangan mudik
Sementara, Staf Khusus Menteri Perhubungan / Jurubicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, tiga hari menjelang pelarangan mudik, Kementerian Perhubungan menemukan bahwa masih terjadi peningkatan aktivitas kendaraan umum dan kendaraan pribadi yang melakukan perjalanan ke luar kota, namun peningkatannya tidak signfikan.
“Dari laporan yang kami dapatkan dari operator transportasi udara, laut dan juga kereta api, peningkatan di tiga hari terakhir di masa pengetatan itu sebenarnya tidak setinggi yang kami prediksi, masih 10-15 persen. Kendaraan yang keluar juga sesuai prediksi sekitar 150.000-an yang melewati tol,” ujarnya.
Adita menyebutkan, saat ini pihaknya fokus pada peniadaan mudik dengan screening yang dilakukan oleh petugas di lapangan, khususnya pihak kepolisian yang sekarang melakukan penyekatan di jalan raya di jalan tol dan jalan tikus.
Baca juga: Masuk Tahap Distribusi, Pembeli Toyota Raize Akan Terima Unit Setelah Lebaran
Banyak penindakan di hari pertama larangan mudik
Bahkan, pada hari pertama larangan mudik diberlakukan, Kamis (6/5), Kementerian Perhubungan sudah mendapat banyak laporan penindakan yang dilakukan petugas di lapangan.
“Artinya banyak masyarakat yang tetap ingin mudik, yang penting ketika perjalanan sudah dilakukan, kalau memang yang bersangkutan boleh melakukan perjalanan, pastikan protokol kesehatan,” kata Adita.
Senada dengan Wiku, menurut Adita, para pemudik di masa pandemi ini akan menjadi beban bagi pemerintah daerah kota tujuan mudiknya. Alasannya, pemerintah daerah setempat harus menyiapkan penanganan ekstra hingga tempat karantina.
Baca juga: Sebelum Larangan Mudik, 58 Ribu Orang Tinggalkan Jakarta Menggunakan Kereta Api
“Beberapa daerah juga sudah menyampaikan konsekuensinya, ada yang dikarantina, ada yang karantina di rumah angker. Itu sebetulnya upaya untuk menahan mereka jangan pulang. Karena pemerintah daerah juga akan kerepotan,” pungkasnya. (dip)