Impor Beras
Buwas Ungkap Beras Impor 2018 Masih Ada di Gudang Bulog, Jadi Buat Apa Rencana Impor Beras Lagi
Budi Waseso alias Buwas ungkap bahwa beras impor tahun 2018 masih ada di Gudang Bulog. Karena itu ia menolak rencana impor beras
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Budi Waseso alias Buwas ungkap bahwa beras impor tahun 2018 masih ada di Gudang Bulog.
Hal itu terungkap saat Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Budi Waseso atau Buwas mengungkap beberapa penyebab beras turun mutu.
"Karena kualitas beras bisa turun secara alamiah dan saat ini Bulog tak memiliki gudang atau tempat penyimpanan spesialis untuk beras," kata Buwas saat diskusi dalam Webinar Repdem bertajuk 'Impor Beras dan Garam: Adu Nasib Petani vs Pemburu Rente, Kamis (25/3/2021)
Baca juga: Penolakan Rencana Impor Beras Terus Terjadi, Alasan Beras Impor Hanya untuk Stok Tak Lagi Dipercaya?
Baca juga: Dirut Bulog Budi Waseso: Belum Apa-apa Impor Beras, Ini Masa Panen
Buwas menerangkan beras harus disiapkan dengan temperatur stabil.

Saat ini, ucap dia, masih ada sisa beras impor tahun 2018.
Namun, kondisinya ada yang sudah turun mutu atau rusak.
"Beras itu sudah tiga tahun ada di Bulog dengan kondisi gudang sangat sederhana. Ya pasti rusak," ujar Buwas.
Buwas menarangkan saat ini terdapat teknologi cocoon yang bisa membuat beras lebih tahan lama.
Baca juga: Manchester United Perpanjang Kontrak Ole Gunnar Solskjaer Tanpa Wajib Tropi Musim Ini, Gaji Naik
Untuk menggunakan teknologi itu, biayanya cukup tinggi.
Karena itu, Bulog tengah membangun bangun gudang yang memenuhi standar.
"Kami simpan dengan temperatur yang aman, sehingga disimpan tiga tahun tidak berubah kualitasnya," kata Buwas.
Bulog tengah membangun pabrik membuat beras dengan bahan dasar jagung, sagu, singkong, dan beras.
Sehingga, beras yang turun mutu bisa diolah dan tak merugikan negara.
"Beras turun mutu masih bisa kami olah, kami kembalikan jadi beras. Bulog inisiasi sedang uji. Kalau terpenuhi kami publish," kata Buwas.
Baca juga: 3 Wakil Indonesia ke Babak Perempatfinal Orleans Masters, Putri Kesuma Wardani Hadapi Unggulan 3
Dua Menteri Impor Beras
Direktur Utama Perum Bulog menyebut, dirinya sempat terkejut ketika diminta untuk mengimpor beras.
Instruksi untuk mengimpor beras diberikan oleh Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam sebuah rapat koordinasi terbatas.
“Sehingga saat rakortas saat itu enggak diputuskan untuk impor. Hanya kebijakan dari Pak Menko (Perekonomian) dengan Mendag itu yang pada akhirnya kita dikasih penugasan tiba-tiba untuk laksanakan impor,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi DPR secara virtual, Selasa (16/3).
Buwas menambahkan, dalam rakortas yang dipimpin Menko Airlangga tersebut hanya membahas mengenai kemungkinan kelangkaan dan prediksi cuaca.
Baca juga: Live Streaming Borneo FC vs Persija, Macan Kemayoran Wajib Menang, Suporter Ingatkan Lambang Monas
“Enggak ada. Jadi saat itu hanya membahas kemungkinan dan cuaca prediksi kelangkaan, sehingga waktu itu perlu kita impor sebagai buffer stock atau iron stock,” katanya.
Bulog menyatakan akan kesulitan menyalurkan beras impor tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo menyebut, dalam Rapat Dengar Pendapat, Perum Bulog menyatakan bahwa pihaknya tidak akan melakukan impor satu juta ton beras.
Baca juga: Bukan Hanya untuk Pertandingan Sepak Bola, Gubernur Anies Akan Jadikan JIS Tempat Gelar Konser
Dijelaskan bahwa Bulog menyatakan bahwa ketersediaan pangan nasioal masih mencukupi.
"Kan yang ditugaskan Bulog. Kalau Bulog sudah yakin stok cukup, ya tinggal lapor kepada pemerintah tidak usah impor, pemerintah juga akan mendengarkan dan tidak usah impor" kata Firman kepada wartawan, Selasa (15/3/2021).
Dalam RDP dengan Komisi IV DPR, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso melaporkan, persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton.
Dengan rincian 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.
Baca juga: Hubungan Asmara Billy Syahputra dan Amanda Manopo Hancur, Hilda Vitria Bantah Jadi Pelakor
Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog yaitu 275.811 ton, dengan 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu. Adapun total impor beras tahun 2018 sebesar 1.785.450 ton.
"Kesalahan pada impor beras tahun 2018 dikarenakan rata-rata jenisnya merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia. Akibatnya, sulitnya penyaluran beras tersebut. Kita perlu mencampur beras impor tersebut dengan beras produksi dalam negeri agar bisa disalurkan ke masyarakat," kata Buwa seperti dikutip dari antaranews.com.
Pada Maret 2020, lanjut Buwas, beras impor tahun 2018 masih tersisa sekitar 900 ribu ton.
Baca juga: Rotasi Saham Masih Akan Terjadi, Sektor Teknologi Berpeluang Ditinggalkan
Beras tersebut kemudian digunakan untuk penyaluran bantuan sosial dari Kementerian Sosial dan bantuan langsung dari Presiden kepada masyarakat dalam menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi.
Namun, beras tersebut hanya tersalurkan sekitar 450 ribu ton dari alokasi sebanyak 900 ribu ton. Sisanya, hingga kini sebanyak 275.811 ton beras impor tahun 2018 masih tersimpan di gudang Bulog dengan 106.642 ton di antaranya sudah mengalami turun mutu.
Baca juga: VIDEO Hendak Maling Motor, Pemuda Mabuk Excimer Jadi Bulan-Bulanan Warga Serpong Utara
Rencananya, kata Buwas, beras sisa impor tahun 2018 tersebut akan diolah menjadi tepung yang akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Namun menurutnya, Bulog sudah mendapatkan penugasan impor beras 1 juta ton kendati sisa impor beras tahun 2018 belum diselesaikan.
Dia menyebut, Bulog telah kehilangan pangsa pasar sebesar 2,6 juta ton beras per tahun dikarenakan Program Rastra (beras untuk keluarga sejahtera) diganti oleh pemerintah menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Yang tadinya masyarakat mendapatkan bansos berupa beras dari Bulog, kini diberikan bantuan secara nontunai yang bisa dibelanjakan sendiri oleh masyarakat penerima manfaat di warung-warung yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial.
Namun, jika memang harus impor, Budi Waseso mengatakan pihaknya siap untuk menampung beras hingga 3,6 juta ton sesuai kapasitas gudang Bulog di seluruh Indonesia.
Namun, ia meminta agar ada pangsa pasar untuk menyalurkan beras yang diserap.
"Kalau kami membeli sebanyak apapun kami siap, asalkan hilirnya dipakai," katanya.
Baca juga: VIDEO Inspektorat Jenderal Kemenkumham Deklarasi Janji Kinerja dan Pembangunan Zona Integritas
Sementara itu, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, rencana impor beras harus didasarkan pada data. Sementara, BPS telah menyatakan stok pangan dalam negeri masih aman.
"Impor pangan itu bukan sesuatu yang haram, diperbolehkan di Undang-Undang Pangan, tapi ada prasayaratnya, kalau kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi. Sementara BPS menyatakan bahwa ketersediaan beras cukup, bahkan sektor pertanian satu-satunya yang tumbuh selama pandemi," ujarnya.
Menjadi tidak rasional, kata dia, jika wacana itu justru digulirkan jelang musim panen. Artinya, yang terjadi bukan masalah komunikasi, melainkan abai dari data BPS. Sementara Presiden Jokowi berulang kali mengatakan, data yang digunakan adalah data BPS.
Menurutnya, pengumpulan data BPS sudah cukup akurat karena menggunakan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA) yang menggunakan citra satelit, dan bukan berdasarkan asumsi-asumsi.
"Impor harus didukung data valid, bukan pertimbangan perburuan rente, dan bukan hanya masalah harga. Memang harga dalam negeri punya disparitas yang tinggi dari harga internasional, ini karena biaya produksi di dalam negeri cukup mahal," katanya.
Mestinya, kata Enny, kalau memang pemerintah mau menyelesaikan problem harga, harus ada efisiensi di pertanian, bukan dengan cara impor.
"Meski pemerintah sudah anggarkan subsidi pupuk dan benih, ternyata hanya teori dan asumsi. Karena realitasnya petani Indonesia tidak mendapatkan itu," jelas Enny.
Baca juga: VIDEO Nikita Mirzani Tak Akan Berdamai dengan Pelaku Penghina Anak-Anaknya
Ia juga meminta pemerintah jeli melihat stok, karena ketersediaan beras terbesar bukan di Bulog. "Ketersediaan itu harus diukur dengan jumlah stok nasional, produksi nasional, bukan hanya yang dikuasai Bulog saja. Kalau Bulog dengan stok 2,5 juta sampai 3 juta ton itu sudah cukup,” jelasnya
Enny berpendapat, masalah stok di Indonesia adalah masalah distribusi produk pertanian. Beberapa daerah menjadi lumbung padi, sementara daerah lain tidak menghasilkan.
"Secara natural, harga dipengaruhi demand and supply. Tapi di Indonesia, khususnya beras, harga tidak satu-satunya indikator keseimbangan supply dan demand, ada perburuan rente, yakni penguasaan cadangan yang terkonsentrasi di pihak-pihak tertentu. Ketidakmerataan produksi dan distribusi inilah yang harus diselesaikan,” tuturnya
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dirut Bulog Budi Waseso Ungkap Penyebab Beras Turun Mutu, Penulis: Dennis Destryawan