Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Mantan Senior KNKT: Ada Kemiripan Kecelakaan Sriwijaya Air SJ182 dan Adam Air Tahun 2007

Kecelakaan Sriwijaya Air SJ182 ini bisa dibilang mirip dengan Adam Air KL 574 yang jatuh di Selat Makassar.

Kolase foto Wartakotalive.com/IntisariGrid.Id
Menurut analisa KNKT Ada kemiripan antara kecelakaan Sriwijaya Air SJ182 dengan Adam Air KL 574 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air S182 hampir mirip dengan peristiwa Adam Air 2007. 

Kecelakaan pesawat sering terjadi di awal tahun, penyebab salah satunya karena faktor cuaca.

Hal itu dikatakan mantan Senior KNKT - Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Frans Wenas.

Wenas juga menjadi investigator jatuhnya pesawat Adam Air KL 574 pada Januari 2007 rute Jakarta-Surabaya–Manado 

Menurut Wenas soal jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu (9/11/2021) lalu diduga seringnya kecelakaan pesawat di awal tahun karena adanya faktor cuaca.

Baca juga: Evakuasi Pesawat Sriwijaya Air, Basarnas Kini Maksimalkan Empat Unsur Dalam Pencarian Blackbox

Ia mengungkapkan, kecelakaan pesawat sebenarnya bisa terjadi setiap waktu.

"Analisis kecelakaan bisa setiap waktu, jadi kalau dikaitkan dengan bulan Januari kemungkinan besar dengan cuaca yang tidak bersahabat," kata Wenas, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Selasa (12/1/2021).

Wenas juga menyebut, faktor cuaca memang menjadi hal yang penting di dunia penerbangan.

Dalam analisisnya, ia mengatakan, kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 ini memiliki kemiripan dengan kecelakaan Adam Air 574 pada 2007 yang jatuh di Selat Makasar dengan kedalaman 2.000 meter.

Mantan investigator KNKT, Frans Wenas mengungkap alasan kecelakaan pesawat di awal tahun.
Mantan investigator KNKT, Frans Wenas mengungkap alasan seringnya terjadi kecelakaan pesawat di awal tahun.

"Kita membagi antara data dan fakta, dalam kecelakaan ini kita sudah punya fakta pesawat itu turun tajam masuk ke laut."

"Kita juga punya fakta, Emergency Locator Transmitter (ELT) tidak berfungsi, jadi kecelakaan ini bisa dikatakan mirip (dengan Adam Air)" ujarnya.

Kendati demikian, ia belum bisa memastikan penyebab kecelakaan lantaran perlu investigasi lebih lanjut.

Baca juga: Hari Keempat, Selasa (12/1) Pencarian Korban Pesawat Sriwijaya Air Basarnas Kerahkan 73 Armada

Baca juga: Korban Sriwijaya Air SJ-182 yang Teridentifikasi Dapat Santunan Rp 50 Juta per Orang

Namun, dari fakta radar yang ada, ia menduga pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menghadapi keadaan yang tidak biasa.

Bisa jadi karena faktor cuaca, sehingga pesawat bermaksud untuk menghindari keadaan tidak biasa itu.

"Yang saya mau katakan adalah penerbangan awalnya normal, kemudian menghadapi keadaan yang tidak biasa dan bermaksud untuk menghindar."

"Dari data radar, dia memang menghadapi suatu kondisi cuaca."

"Memang kalau sudah kondisi seperti itu, maka pilot harus mengambil keputusan apakah menghindar atau bisa tembus," ujar Wenas.

Tim Disaster Victim Identification (DVI) indetifikasi korban hasil pencarian TIM SAR di JICT, Tanjungpriuk, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).Total, Sejumlah korban meninggal dan 53 properti berupa pakaian korban, serpihan maupun pelampung milik pesawat SJ-182 berhasil ditemukan. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan)
Tim Disaster Victim Identification (DVI) indetifikasi korban hasil pencarian TIM SAR di JICT, Tanjungpriuk, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).Total, Sejumlah korban meninggal dan 53 properti berupa pakaian korban, serpihan maupun pelampung milik pesawat SJ-182 berhasil ditemukan. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan) (WARTAKOTA/Henry Lopulalan)

Ia juga menyampaikan, keputusan untuk menghindar maupun menembus cuaca buruk merupakan keputusan subjektif dari pilot.

Juga, setiap perubahan penerbangan harus dilaporkan kepada petugas pemandu lalu lintas udara atau Air Traffic Controller (ATC).

Kecuali, jika komunikasi tersebut tidak sempat terjadi karena kondisi darurat.

"Kalau komunikasinya tidak sempat, kita harus mencoba menganalisa kenapa tidak ada komunikasi yang normal," ungkap Wenas.

"Komunikasi meskipun tidak jelas, radar bisa mendeteksi gerakan pesawat selama kodenya sama," tambahnya.

Wenas menduga, kode yang didapat dari radar penerbangan, Sriwijaya Air ini tidak mengalami kelainan dari faktor luar seperti adanya terorisme.

Ia hanya menyebut, kru pesawat diduga mengalami kondisi darurat yang mengharuskan mengindar dari badai petir (thunderstorm) atau memasukinya.

Petugas memeriksa kantong jenazah berisi bagian tubuh korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021). Tim SAR gabungan pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hingga Senin (11/1/2021) sore telah berhasil membawa 14 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban. Tribunnews/Irwan Rismawan
Petugas memeriksa kantong jenazah berisi bagian tubuh korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021). Tim SAR gabungan pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hingga Senin (11/1/2021) sore telah berhasil membawa 14 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Dikejadian ini, kode itu tetap dipakai dengan kita dapat asumsi bahwa tidak terjadi kelainan dari luar, dalam arti ada terorisme."

"Jadi kita beranggapan kondisi saat itu masih normal, cuma kemungkinan besar kru mengambil keputusan untuk masuk atau tidak masuk ke thunderstorm," jelas Wenas.

Namun, menurut analisisnya, kesimpulan penyebab kecelakaan masih belum bisa dipastikan.

Sebab, penyebab jatuhnya pesawat harus melalui tahap investigasi lebih lanjut.

TONTON JUGA 

Terlebih menganalisis FDR (flight data recorder) dan CVR (cockpit voice recorder) dari kotak hitam atau black box pesawat bila sudah ditemukan.

"Kemungkinan banyak, makanya kita masuk ke fase investigasi nanti kalau FDR dan CVR sudah ketemu."

"Tapi speed flight cukup tajam dan kecepatan cukup tinggi, kita bisa berasumsi pesawat itu sudah all out control," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, kecelakaan pesawat di awal tahun memang sering terjadi di Indonesia.

Pada 16 Januari 2002, Penerbangan Garuda Indonesia GA421 dengan rute Lombok-Yogyakarta mengalami kecelakaan.

Burung besi yang membawa 54 penumpang dan 6 awak pesawat ini melakukan pendaratan darurat.

Dari total 60 orang yang ada di pesawat, satu awak kabin tewas, 12 penumpang mengalami luka fatal, serta 10 penumpang mengalami luka ringan.

Kemudian, pada 1 Januari 2007, pesawat  Adam Air  dengan nomor penerbangan KI 574 Surabaya-Manado jatuh di Selat Makassar.

Kecelakaan ini menewaskan seluruh orang di dalamnya yang berjumlah 102 orang, terdiri dari 96 penumpang dan 6 awak.

Terakhir, pada 28 Desember 2014, pesawat Air Asia nomor penerbangan QZ8501 jatuh di wilayah perairan Selat Karimata yang terbang dari Bandara Juanda, Surabaya, ke Bandara Changi, Singapura.

Pesawat tersebut mengangkut 155 penumpang dan 7 orang kru di dalam pesawat dengan total 162 orang dinyatakan tewas.

(Tribunnews.com/Maliana)


Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved