Krisis Kedelai

Kenaikan Harga Kedelai Paksa Perajin Tahu dan Tempe di Kota Tangerang Selatan PHK Karyawan

Harga kedelai yang masih tinggi di pasaran membuat sejumlah perajin tahu dan tempe di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengurangi jumlah karyawan.

Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Rizki Amana
Harga kedelai yang mahal membuat perajin tahu dan tempe mengurangi jumlah tenaga kerja, seperti yang terjadi di Pamulang, Tangerang Selatan. 

WARTAKOTALIVE.COM, TANGSEL - Harga kedelai yang masih tinggi di pasaran membuat sejumlah perajin tahu dan tempe di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengurangi jumlah karyawan. 

Seperti yang terjadi di industri perajin tahu nonformalin Tasbim, yang terletak di Jalan Tabanas 4 RT 011/017, Kedaung, Pamulang, Kota Tangsel. 

"Ya berimbas semua. Saya berhentikan pekerja saya, kurang lebih enam orang," kata Sofyan Tasbim kepada Wartakotalive.com saat ditemui di lokasi pembuatan tahu miliknya itu, Kedaung, Kota Tangsel, Kamis (7/1/2021).

Tasbim mengatakan diberhentikannya sejumlah karyawan diakibatkan produksi yang menurun di tengah meroketnya harga bahan pokok kedelai. 

Pembuat tahu dan tempe di wilayah Pamulang, Tangerang Selatan, mengeluhkan hrga kedelai yang tinggi.
Pembuat tahu dan tempe di wilayah Pamulang, Tangerang Selatan, mengeluhkan hrga kedelai yang tinggi. (Warta Kota/Rizki Amana)

Ia pun mengaku berat hati untuk mengambil keputusan memberhentikan sejumlah pekerjanya itu. Namun, harga kedelai yang terus melonjak memaksanya untuk mengambil keputusan itu agar dapat mempertahankan operasional dari industri tahu miliknya itu. 

"Sebelum ada kenaikan harga normal kedelai yaitu berkisar Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kilogram. Sekarang ini sudah mendekati di angka Rp 10.000 per kilogram, harga eceran di toko kurang lebih Rp 9.300 sampai Rp 9.500 per kilogram. Imbasnya produksi dikurangi jadi lima sampai enam kuintal yang tadinya satu ton per hari," ucapnya. 

Selain itu, kebijakan tersebut juga berimbas dari situasi pandemi covid-19 yang tak kunjung usai. Menurutnya, secara perlahan penurunan omset dan produksi dirasakannya hingga mengalami puncak penurunan di akhir penghujung tahun 2020 kemarin. 

Terpaksa dirinya mengambil kebijakan tersebut hingga menunggu kembalinya kestabilan ekonomi di masyarakat serta harga dari bahan pokok kedelai. 

"Sudah menurun dari Maret awal tahun 2020 itu sudah ada kelonjakan naiknya kedelai emang enggak terasa Rp 50, terus naik Rp 100," ujarnya.

Ilustrasi kacang kedelai dan susu kedelai.
Ilustrasi kacang kedelai dan susu kedelai. (RedNewsWire)

"Perlahan-lahan naiknya enggak sekaligus, sampai di akhir Desember lah tertingginya. Nah, di saat Desember itu lah perajin tahu tempe sudah kewalahan, nomboknya sudah berlebihan. Akhirnya saya kurangi tenaga kerja," pungkasnya. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved