Kesehatan
Billie Eilish Ungkap Penyakit Sindrom Tourette yang Dideritanya, Kenali Gejala dan Penyebabnya
Billie Eilish yang diwawancarai dalam acara Ellen Show dengan gamblang mengatakan dirinya mengidap sindrom tourette.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tidak banyak yang tahu soal sindrom tourette yang diidap aktor Tora Sudiro dan Billie Eilish.
Pada bulan April lalu, Billie Eilish yang diwawancarai dalam acara Ellen Show dengan gamblang mengatakan dirinya mengidap sindrom tourette.
Dengan mimik menahan geram, Billie Eilish memperagakan respons orang mengenai kumpulan videonya yang sedang mengeluarkan tic (gerakan berulangan atau ucapan berulang yang tidak terkendali).
Ia berharap dengan memberitahu kondisi dirinya yang sebenarnya agar dapat membantu orang-orang yang memiliki kondisi yang sama dengan dirinya.
Selain pelantun lagu Bad Guy tersebut, sindrom tourette juga dikeluhkan oleh Tora Sudiro, aktor yang sempat tertangkap basah menggunakan dumolid di tahun 2017 lalu.
Baca juga: Pengakuan Selena Gomez Menangis Mendengar Lagu Billie Eilish di Rumah: Seniman yang Luar Biasa
Mengonsumsi dumolid diakuinya sebagai pengobatan medis untuk menekan penyakit Sindrom Tourette yang dialami.
Dikutip Wartakota dari Alodokter, sindrom tourette adalah gangguan yang menyebabkan penderitanya tiba-tiba melakukan gerakan atau ucapan berulang yang tidak disengaja dan di luar kendali, yang disebut tic.
Kondisi ini biasanya dimulai pada usia 2-15 tahun, dan lebih umum terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Baca juga: Sebelum Menikah pada 11 Tahun Lalu, Mieke Amalia dan Tora Sudiro Akui Kumpul Kebo Selama 2 Tahun
Tic umum terjadi pada anak-anak, dan biasanya tidak bertahan lebih dari satu tahun. Namun pada anak-anak dengan sindrom tourette, tic berlangsung selama lebih dari satu tahun dan muncul dalam berbagai macam perilaku.
Penyebab Sindrom Tourette
Hingga saat ini, penyebab pasti sindrom tourette masih belum diketahui. Namun ada sejumlah dugaan bahwa kondisi ini disebabkan oleh:
Sistem saraf otak. Beberapa studi menunjukkan, anak dengan sindrom tourette memiliki cacat pada struktur, fungsi, atau zat kimia otak yang menghantarkan impuls saraf (neurotransmitter), termasuk serotonin dan dopamin.
Genetik. Pada banyak kasus, kelainan gen yang diwarisi orang tua pada anak diduga sebagai penyebab sindrom Tourette.
Lingkungan. Gangguan yang dialami ibu selama masa kehamilan dan kelahiran diduga menjadi pemicu sindrom tourette pada anak.
Gangguan tersebut dapat berupa stres yang dialami ibu dalam masa kehamilan atau proses kelahiran yang berlangsung lama.
Kondisi fisik bayi saat lahir juga diduga turut berdampak pada kemunculan sindrom ini, misalnya berat lahir di bawah normal.
Selain itu, infeksi kuman Streptococcus pada anak diduga juga terkait dengan terjadinya sindrom ini.
Faktor Risiko Sindrom Tourette
Meski penyebab pastinya belum diketahui, namun ada sejumlah faktor risiko yang bisa menyebabkan seseorang terserang sindrom Tourette, yaitu:
Jenis kelamin. Laki-laki 3-4 kali berisiko lebih tinggi mengalami kondisi ini dibanding perempuan.
Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki keluarga dekat penderita sindrom Tourette atau gangguan tic lainnya, lebih berisiko mengalami sindrom Tourette.
Gejala Sindrom Tourette
Gejala umum sindrom Tourette adalah tic. Tic dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu:
Motor tics, yaitu melakukan gerakan yang sama secara berulang. Motor tics dapat melibatkan kelompok otot dalam jumlah terbatas (simple tics), maupun beberapa otot sekaligus (complex tics).
Beberapa gerakan yang termasuk ke dalam simple motor tics adalah berkedip, mengangguk, menggeleng, dan menggerak-gerakkan mulut.
Sedangkan pada complex motor tics, penderita umumnya mengulang gerakan seperti menyentuh atau mencium suatu benda, meniru pergerakan suatu benda, menekuk atau memutar badan, meloncat, dan melangkah dalam pola tertentu.
Vocal tics, yaitu membuat suara yang berulang. Sama seperti motor tics, vocal tics juga bisa terjadi dalam bentuk simple tics maupun complex tics.
Beberapa contoh dari simple vocal tics adalah batuk, berdeham, dan membuat suara menyerupai binatang seperti menggonggong.
Sedangkan pada complex vocal tics, gejala yang muncul antara lain mengulang perkataan sendiri (palilalia) atau perkataan orang lain (echophenomena), dan mengucapkan kata-kata kasar dan vulgar (koprolalia).
Stres, cemas, kelelahan, atau sebaliknya terlalu bersemangat, bisa memperburuk tic. Selain itu, tic juga bisa memburuk di awal masa remaja, dan berkembang saat masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa.
Diagnosis sindrom Tourette dilakukan dengan mengetahui riwayat gejala yang dialami pasien. Beberapa kriteria yang digunakan untuk mendapatkan diagnosis sindrom ini adalah:
- Tics dimulai sebelum usia 18 tahun.
- Tics tidak disebabkan oleh obat-obatan, zat, atau kondisi medis lainnya.
- Tics dialami beberapa kali dalam sehari, hampir setiap hari atau berselang-seling, dan terjadi selama lebih dari satu tahun.
- Mengalami baik motor maupun vocal tics, walaupun tidak selalu di saat yang bersamaan.
Beberapa tes lain dapat dilakukan oleh dokter untuk memastikan gejala yang dialami tidak disebabkan oleh penyakit lain, misalnya dengan melakukan tes darah dan MRI.
Komplikasi Sindrom Tourette
Penderita Sindrom Tourette umumnya juga mengalami satu atau lebih kondisi tertentu.
Belum diketahui mengapa berbagai kondisi tersebut muncul saat penderita mengalami sindrom Tourette.
Sejumlah kondisi tersebut adalah:
- Gangguan perilaku, dialami 8 dari 10 anak penderita sindrom Tourette.
- ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Kondisi ini terjadi pada 6 dari 10 anak dengan sindrom Tourette.
- OCD (obsessive-compulsive disorder) atau OCB (obsessive-compulsive behavior). 5 dari 10 anak penderita sindrom Tourette diketahui mengalami kondisi ini.
- Perilaku melukai diri sendiri. Kondisi ini dialami oleh 3 dari 10 anak dengan sindrom Tourette.
- Gangguan suasana hati. 2 dari 10 anak penderita sindrom Tourette mengalami depresi.
- Kesulitan belajar. 3 dari 10 anak dengan sindrom Tourette mengalami kondisi ini.
- Gangguan tingkah laku (conduct disorder), dialami oleh 1-2 anak dari 10 penderita sindrom Tourette.
Pengobatan Sindrom Tourette
Sindrom Tourette dengan gejala yang ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan.
Namun jika gejala yang dialami cukup parah, mengganggu aktivitas keseharian, atau membahayakan diri, ada beberapa metode pengobatan yang bisa dilakukan, seperti:
Psikoterapi
Terapi yang dapat dijalani pasien antara lain adalah terapi perilaku kognitif. Terapi tersebut berguna untuk meringankan gejala dari ADHD, OCD dan depresi.
Dalam sesi psikoterapi, terapis juga dapat menggunakan beberapa metode bantuan seperti hipnosis, meditasi, teknik pernapasan atau relaksasi.
Obat-obatan
Hingga saat ini belum ada obat untuk menangani sindrom Tourette, namun ada beberapa obat yang bisa membantu pasien untuk mengendalikan tics, seperti obat antipsikotik (misalnya haloperidol), antidepresan, suntik botox, atau obat antikonvulsan.
DBS (deep brain stimulation)
Prosedur ini menggunakan elektroda yang ditanam ke dalam otak pasien, untuk merangsang reaksi otak dalam.
DBS hanya direkomendasikan bagi penderita dengan gejala yang parah, dan tidak tertangani dengan terapi lain.