PIlpres AS
UPDATE Hasil Pilpres AS, Pastikan ke Gedung Putih, Kamala Harris Telepon Joe Biden: We did it, Joe
Senator California ini dengan sumringah dan penuh tawa mengatakan kepada Biden bahwa dia akan menjadi Presiden baru Amerika Serikat.
WARTAKOTALIVE.COM, WILMINGTON – Pasangan Partai Demokrat, Joe Biden dan Kamala Harris, tak dapat menyembunyikan rasa gembiranya setelah dinyatakan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pilpres AS 2020.
Hal itu tampak dari percakapan telepon Harris dengan Biden yang dikicaukan Harris melalui akun Twitternya.
“Kita berhasil, Joe.” tutur Harris yang terlihat berpakaian santai.
Senator California ini kemudian dengan sumringah dan penuh tawa melanjutkan dengan mengatakan kepada Biden bahwa dia akan menjadi Presiden baru Amerika Serikat.
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Dikalahkan Joe Biden, Donald Trump: Pilpres Belum Berakhir, Ini Alasannya
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS: Joe Biden Presiden AS, Raih 284 Suara Elektoral, Ini Kata-kata Pertamanya
Baca juga: Jika Kalah dan Donald Trump Ogah Tinggalkan Gedung Putih, Joe Biden Bisa Minta Militer Mengusinya
Proyeksi
Biden dan Harris dipastikan menang setelah Associated Press dan Stasiun Televisi AS seperti CNN, Fox News, NBC, dan ABC memproyeksikan kemenangan mereka, Sabtu siang (08/11/2020) waktu bagian timur Amerika Serikat.
Adapun kemenangan mereka juga sudah terlebih dahulu diproyeksikan Decision Desk sehari sebelumnya yaitu Jumat pagi (07/11/2020).
Baca juga: Hasil Pilpres AS, Joe Biden Kalahkan Donald Trump, Warga New York Bersuka Ria: Anda Dipecat, Trump!
Baca juga: Hasil Pilpres AS Joe Biden Kalahkan Petahana Donald Trump, Iran: Pengecut Itu Sudah Pergi
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Welcome President Joe Biden, Donald Trump Bakal Nyalon Lagi atau Pensiun?
Negara bagian Pennsylvania, salah satu swing state paling krusial di pilpres 2020 ini memberikan 20 electoral votes yang diperlukan Biden untuk melewati minimal syarat kemenangan 270 electoral votes.
Tiket Partai Demokrat ini akan mencetak sejarah politik ketika dilantik 20 Januari 2021 mendatang.
Biden akan menjadi presiden tertua dalam sejarah AS yaitu berumur 78 tahun.
Harris akan menjadi wakil presiden wanita pertama sekaligus juga warga kulit hitam dan Asia-Amerika pertama yang duduk di kursi wapres.
Kata-kata pertama
Dalam pernyataan singkatnya, Biden menyatakan dia sangat terhormat dengan kepercayaan yang telah diberikan kepada dia dan Harris.
Mantan Wakil Presiden di zaman Barack Obama ini kemudian meminta semua pihak untuk kembali bersatu sebagai negara dan mengakhiri kemarahan dan retorik keras yang mewarnai pilpres bersejarah ini.
Baca juga: Joe Biden Menang Akan Menguntungkan Indonesia? Ini Penilaian Pengamat Ekonomi Indef
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Welcome President Joe Biden, Donald Trump Bakal Nyalon Lagi atau Pensiun?
"Saya merasa terhormat dan tersanjung oleh kepercayaan yang telah diberikan rakyat Amerika kepada saya dan wakil presiden terpilih (Kamala) Harris," tulis Biden di Twitter, sebagai kata-kata pertamanya begitu dinyatakan memenangkan Pilpres AS 2020.
"Dalam menghadapi rintangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sejumlah besar orang Amerika memberikan suara."
"Dengan berakhirnya kampanye, inilah saatnya untuk melupakan kemarahan dan retorika keras kita dan bersatu sebagai sebuah bangsa. Sudah waktunya bagi Amerika untuk bersatu. Dan sembuh."
Baca juga: Prediksi Pilpres AS: Joe Biden Melangkah ke Gedung Putih, Donald Trump Bakal Kejutkan Dunia Lagi?
Baca juga: Tak Hanya Didukung di Pilpres AS, Kamala Harris Jadi Inspirasi Kaum Wanita di India, Desa Leluhurnya
Sistem Electoral College
Seperti diberitakan Warta Kota, Pilpres di Amerika Serikat berbeda dengan Pilpres di Indonesia.
Meski sama-sama melakukan pemungutan suara, namun di AS menggunakan sistem Electoral College atau Dewan Elektoral untuk menentukan siapa pemenang dalam Pilpres tersebut, bukan suara rakyat atau publik (popular vote).
Setiap empat tahun, orang-orang yang duduk di Dewan Elektoral adalah yang sebenarnya menentukan siapa presiden dan wakil presiden baru AS.
Nah, berikut adalah penjelasan apa itu Electoral College dan mengapa jadi kunci kemenangan di pilpres AS.
Ketika orang-orang Amerika pergi ke TPS, mereka sebenarnya memilih sekelompok pejabat yang akan menduduki Electoral College.
Kata "college" di sini bermakna sekelompok orang dengan tugas bersama.
Orang-orang ini disebut electors, dan tugasnya adalah memilih presiden serta wakil presiden.
Pertemuan Dewan Elektoral dilakukan 4 tahun sekali, beberapa minggu setelah hari pemilihan.
Bagaimana cara kerja Electoral College?
Dilansir dari BBC pada Rabu (28/10/2020), setiap negara bagian secara kasar punya jumlah electors sesuai jumlah penduduknya.
Semakin banyak penduduknya, maka elector-nya semakin banyak.
Masing-masing dari 50 negara bagian AS ditambah Washington DC memiliki jumlah electoral votes yang sama dengan jumlah anggotanya di DPR ditambah dua Senator mereka.
California memiliki jumlah electors terbanyak yaitu 55, sedangkan negara-negara bagian yang berpenduduk sedikit seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota (serta Washington DC sebagai ibu kota) minimal punya 3, sehingga total ada 538 electors.
Setiap elector mewakili jatah satu electoral vote, dan capres harus meraup minimal 270 electoral votes untuk melenggang ke Gedung Putih.
Biasanya negara bagian memberikan semua suara Dewan Elektoral untuk capres yang memenangkan suara dari popular votes.
Misalnya jika seorang capres menang 50,1 persen suara di Texas, dia akan mendapat semua dari 38 electoral votes di negara bagian itu.
Oleh karena itu capres bisa menjadi presiden AS dengan memenangkan sejumlah negara bagian krusial, meski memiliki suara publik yang lebih sedikit dari seluruh negeri.
Pengecualian
Hanya negara bagian Maine dan Nebraska yang menggunakan metode "distrik kongresional".
Artinya, satu elector dipilih di setiap distrik kongresional berdasarkan pilihan rakyat, sedangkan dua electors lainnya dipilih berdasarkan pilihan terbanyak rakyat di seluruh negara bagian.
Inilah sebabnya mengapa para capres menargetkan negara bagian tertentu, daripada mencoba memenangkan sebanyak mungkin suara publik di seluruh penjuru negeri.
Adakah capres yang kalah popular vote tapi menang pilpres?
Ada dua dari lima pilpres terakhir yang dimenangkan oleh capres dengan suara publik lebih rendah dibandingkan lawannya.
Terbaru, pada 2016 Donald Trump kalah hampir 3 juta suara publik dari Hillary Clinton tapi berhak menduduki kursi nomor 1 di Gedung Putih karena menang mayoritas di Electoral College.
Sebelumnya pada 2000 George W Bush juga menang di Electoral College dengan 271 suara, meski Al Gore dari Partai Demokrat unggul lebih dari 500.000 suara di popular votes.
Mundur lebih jauh ke belakang, ada tiga presiden lain yang menang pilpres walau kalah di popular votes yaitu John Quincy Adams, Rutherford B Hayes, dan Benjamin Harrison.
Semuanya pada abad ke-19.
Baca juga: 8 Fakta PM Prancis Emmanuel Macron, Hina Islam dan Nabi Muhammad hingga Nikahi Nenek 67 Tahun
Baca juga: Teror di Prancis, 1 Wanita Dipenggal, 2 lainnya Tewas di Gereja, Apakah Terkait Kartu Nabi Muhammad?

Mengapa AS pakai sistem ini?
Ketika konstitusi AS dibuat pada 1787, pemungutan suara secara nasional untuk memilih presiden tidak mungkin dilakukan karena saking luasnya negara dan sulitnya komunikasi.
Pada saat bersamaan, ada sejumlah dukungan bagi anggota parlemen di Washington DC untuk memilih presiden.
Para perumus undang-undang kemudian membentuk lembaga pemilihan, dan tiap negara bagian memilih para electors-nya.
Negara-negara bagian kecil mendukung sistem ini karena membuat mereka jadi punya lebih banyak suara untuk memilih presiden, ketimbang hanya mengandalkan popular votes.
Electoral College juga didukung di selatan yang mayoritas populasinya saat itu adalah budak.
Meski para budak tidak punya hak suara, mereka dihitung dalam sensus AS sebagai tiga perlima orang.
Apakah electors harus memilih capres yang menang popular vote?
Di beberapa negara bagian, elector dapat memilih capres mana pun yang mereka sukai terlepas dari siapa yang didukung para pemilih.
Namun dalam praktiknya, para electors hampir selalu memilih capres yang memenangkan suara terbanyak di negara bagian mereka.
Jika seorang elector memberikan suara yang berlawanan dengan capres yang menang di negara bagian itu, mereka disebut "tidak setia".
Pada 2016 contohnya, ada 7 suara yang begitu tapi tidak signifikan memengaruhi hasil akhir pilpres.
Bagaimana jika tidak ada kandidat yang mendapat suara mayoritas?
DPR AS yang akan memilih presiden.
Ini hanya terjadi sekali ketika pada 1824 empat capres sama kuat di electoral votes, tak ada yang mayoritas.
Akan tetapi dengan sistem dua partai yang diusung AS saat ini, kemungkinan serupa sangat kecil peluangnya untuk terulang.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kamala Harris kepada Biden: Kita Berhasil Joe" Penulis: Kontributor Singapura, Ericssen