Omnibus Law

Ekonom Indef Bilang Pelajar Ikut Demonstrasi karena Masuk Golongan Tingkat Pengangguran Tinggi

BPS mencatat lulusan SMK menjadi jumlah pengangguran paling tinggi di Indonesia, sebanyak 8,49 persen per Februari 2020.

Warta Kota/Muhammad Azzam
Puluhan pelajar ditangkap polisi saat hendak ikut unjuk rasa di Bekasi. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, negara saat ini sedang menghadapi persoalan fundamental akibat dampak pandemi Covid-19.

Permasalahan itu seperti banyaknya orang kelaparan dan kehilangan pekerjaan.

"Ibarat orang laper, orang kehilangan pekerjaan, dan kenapa pelajar itu ikut demonstrasi?"

KRONOLOGI Anggota TGPF Intan Jaya dan Anggota TNI Ditembak KKSB, Diserang Usai Olah TKP

"Karena pelajar itu adalah golongan yang tingkat penganggurannya paling tinggi."

"Bisa cek di BPS, tingkat pengangguran SMK dan sederajat itu yang paling tinggi persentase penganggurannya," ungkap Bhima saat webinar, Sabtu (10/10/2020).

Sebelumnya, BPS mencatat lulusan SMK menjadi jumlah pengangguran paling tinggi di Indonesia, sebanyak 8,49 persen per Februari 2020.

4 Orang Sudah Pulang, Kini Tak Ada Pasien Covid-19 yang Diisolasi di The Green Hotel Bekasi

Bhima menjelaskan, agak sedikit aneh jika beberapa hari lalu pelajar melakukan aksi demonstrasi karena biasanya itu dilakukan oleh mahasiswa.

"Kenapa mereka ikut aksi? Biasanya itu mahasiswa yang demo."

"Kemudian, ini ada pelajar ngapain? Itu karena mereka juga khawatir terhadap masa depan karena ada ketidakpercayaan terhadap pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakan," tuturnya.

Anggota TGPF Intan Jaya Bambang Purwoko Dibawa ke Jakarta Usai Ditembak, TPNPB Bertanggung Jawab

Menurut dia, pemerintah melakukan langkah yang membakar amarah publik, hingga berujung demonstrasi ketika pandemi, dengan menyelesaikan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

"Jadi, ini ibaratnya pemerintah menyiram bensin di kobaran api," cetus Bhima.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyatakan, total ada 1.192 pemuda yang diamankan pihaknya, pada Rabu (7/10/2020) dan Kamis (8/10/2020), terkait aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 34, Ada Klaster Keluarga di Cigombong dan Parung Panjang

Semuanya, kata Yusri, diamankan di Polda Metro Jaya dan seluruh polres jajaran.

Dari 1.192 pemuda yang diamankan itu, 34 orang di antaranya dibawa ke Wisma Atlet, Kemayoran, karena reaktif Covid-19, berdasarkan hasil rapid test.

 Boyamin Saiman Bukan Penyelenggara Negara, KPK Analisa Uang Rp 1,08 Miliar yang Diterima MAKI

"Sampai dengan detik ini ada 1.192 pemuda yang kita amankan."

"Sebelum rusuh itu, memang kita lakukan razia, dan sebagian kita amankan."

"Sebab dari pengalaman sebelumnya, dalam demo yang berakhir kerusuhan, ada indikasi ditunggangi oleh orang yang memang kelompok anarko," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Jumat (9/10/2020).

 IDI Prediksi Kasus Covid-19 Melonjak Masif 1-2 Minggu Lagi Akibat Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

Kelompok anarko ini, lanjutnya, memang selalu bertujuan membuat keributan.

"Pada Rabu kita amankan 250 orang, dan pada Kamisnya sekitar 900 orang. Jadi totalnya 1.192 orang," papar Yusri.

Yusri memastikan pemuda yang diamankan ini bukan massa buruh.

 Pasien Covid-19 Kabupaten Bogor Tambah 58 Orang pada 8 Oktober 2020, Termuda Umur 4 Tahun

"Sebagian besar adalah pelajar dan pengangguran," terangnya.

Mereka, kata Yusri, berasal dari Jakarta dan sekitarnya.

Ada juga yang berasal dari Purwakarta, Karawang, Bogor, Banten.

 Demonstrasi Tiga Hari Berujung Rusuh, MUI Keluarkan Taklimat Tolak UU Cipta Kerja

"Mereka datang ke Jakarta tujuannya untuk melakukan kerusuhan," ucap Yusri.

Menurut Yusri, mereka bukan kelompok buruh, melainkan didominasi pelajar SMK.

"Dan mereka tidak tahu apa-apa tentang UU Ciptaker."

 Anggota DPR Fraksi Gerindra Soepriyatno Meninggal, Dua Minggu Lalu Dinyatakan Positif Covid-19

"Yang mereka tahu ada undangan untuk datang dan disiapkan tiket kereta api, atau disiapkan truk, atau disiapkan bus."

"Kemudian nantinya akan ada uang makan untuk mereka semua."

"Ini yang dia tahu dan kita dalami semuanya, termasuk yang menyuruh mereka," papar Yusri.

907 Orang Dibebaskan

Polda Metro Jaya menangkap 1.192 orang saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta dan sekitarnya, yang berujung ricuh pada Kamis (8/10/2020) malam.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya berencana membebaskan 907 orang pada Jumat (9/10/2020) hari ini.

Sementara, 285 orang peserta unjuk rasa masih belum bisa dibebaskan karena sejumlah alasan.

 Polri Belanja Alat Hingga Rp 408,8 Miliar, ICW Duga untuk Hadapi Aksi Massa Tolak UU Cipta Kerja

Di antaranya, karena diduga melakukan pengeroyokan dan membawa senjata tajam saat aksi unjuk rasa.

"Dari 1.192 masih ada 285 yang ada indikasi ini belum ya, tapi ada indikasi tapi perlu pendalaman lagi 285 orang."

"Baik itu dia melakukan pengeroyokan, dia melakukan suatu tindakan, ada yang membawa sajam," jelas Yusri.

 Tiap Wilayah Jakarta Dapat 13 Pompa Apung, Harga 1 Unit Rp 100 Juta, Sedot 50 Liter Air per Detik

Yusri menjelaskan, ke-1.192 orang yang sempat ditahan petugas merupakan gabungan dari berbagai kalangan, yakni buruh, pelajar, mahasiswa, jurnalis, hingga pengangguran.

"Anarko itu bukan profesi, anarko itu orang yang niat melakukan kerusuhan."

"Mereka ada yang pelajar, ada pengangguran, ada mahasiswa, ada juga pekerja, ada juga buruh di situ."

"Tapi hampir setengahnya pelajar STM dari 1.192 orang," bebernya. (Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved