Virus Corona
China Klaim Sudah Dapat Restu dari WHO untuk Pemakaian Vaksin Covid-19 Sejak Juli 2020
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendukung usaha China untuk menggunakan vaksin Covid-19 dalam kondisi darurat
WARTAKOTALIVE.COM -- Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendukung usaha China untuk menggunakan vaksin Covid-19 dalam kondisi darurat
China memperoleh "pengertian dan dukungan" dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum memulai program penggunaan darurat untuk kandidat vaksin corona (Covid-19).
Demikian ungkap pejabat Komisi Kesehatan China, Jumat (25/9).
Dikutip dari Kontan.id dengan judul Sudah beri vaksin corona sejak Juli 2020, China klaim dapat restu WHO, China telah memberikan vaksin virus corona eksperimental kepada ratusan ribu orang sejak Juli 2020 di bawah program penggunaan darurat yang disetujui oleh pemerintah China, sebelum keamanan dan kemanjurannya dibuktikan oleh uji klinis.
Beberapa ahli dan pengembang vaksin di Barat telah memperingatkan terhadap otorisasi dini vaksin virus corona sebelum uji coba tahap terakhir selesai.
• Epidemiolog UI: Pakai Masker Adalah Vaksin Covid-19 Terbaik
• Pakai Konsep Herd Immunity, Menko PMK Bilang Tak Semua Warga Indonesia Perlu Divaksin Covid-19
• Jangan Tunda Vaksinasi Anak, Anak Aman Divaksinasi di Rumah Sakit
Zheng Zhongwei, seorang pejabat Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan, kabinet China, Dewan Negara, menyetujui rencana uji coba untuk penggunaan darurat vaksin Covid-19 pada akhir Juni.
"Setelah persetujuan, kami mengomunikasikan dan memberi tahu perwakilan terkait dari kantor WHO di China dan memperoleh pemahaman dan dukungan dari WHO," katanya dalam konferensi pers.
CNN telah menghubungi kantor perwakilan WHO di Beijing untuk memberikan komentar.
China telah menjadi salah satu pemain terbesar dalam perlombaan global untuk mengembangkan vaksin virus corona.
Saat ini China memiliki 11 vaksin dalam uji klinis dan empat dalam uji coba tahap 3.
Secara global, ada 38 vaksin dalam uji coba manusia, sembilan di antaranya telah mencapai tahap pengujian terakhir, menurut WHO.
FOLLOW US
Bulan lalu, Zheng mengungkapkan dalam wawancara dengan CCTV, China telah menggunakan vaksin virus corona eksperimental pada orang-orang dalam profesi "berisiko tinggi" sejak 22 Juli.
Pekerja yang berisiko tinggi terpapar virus, termasuk personel medis garis depan, personel pencegahan epidemi, staf medis di klinik demam, dan petugas bea cukai dan perbatasan, memenuhi syarat untuk menerima vaksin uji coba tersebut.
Vaksin, yang belum menyelesaikan uji coba tahap 3, dikembangkan oleh Biotec, perusahaan milik China yang dikenal sebagai Sinopharm.
• Dukung Percepat Penelitian Vaksin Covid-19 di Indonesia oleh Eijkman, Merck Donasi Rp 1,2 Miliar
Dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs Sinopharm bulan ini, perusahaan ini menyatakan, dua kandidat vaksinnya telah diberikan "ratusan ribu kali" di bawah program penggunaan darurat yang disetujui oleh pemerintah.
Vaksin tersebut digunakan pada para profesional medis, diplomat yang dikerahkan ke negara-negara berisiko tinggi, dan karyawan perusahaan milik negara yang bekerja di luar negeri.
"Tidak ada satu kasus pun yang menunjukkan efek negatif yang signifikan, juga tidak ada yang terinfeksi," kata penasihat umum Sinopharm, Zhou Song dalam sebuah pernyataan.
Uji coba fase 3 untuk vaksin Sinopharm sedang dilakukan di Uni Emirat Arab, Bahrain, Peru, Maroko, dan Argentina.
Pekan lalu, UEA menyetujui penggunaan darurat vaksin Sinopharm untuk pekerja garis depan, menurut kementerian kesehatan negara itu.
Kandidat vaksin dalam uji coba tahap 3 yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech, perusahaan farmasi Tiongkok lainnya, juga termasuk dalam program penggunaan darurat Tiongkok, menurut Reuters.
Program itu muncul setelah pemerintah China menyetujui penggunaan kandidat vaksin yang berbeda untuk militer negara itu pada bulan Juni.
Negara-negara Kaya Sudah Kuasai 51 Persen Pasokan Vaksin Virus Corona, Rugikan Negara Berkembang
Kasus infeksi virus corona secara global hari ini hampir mencapai 30 juta, sementara sejumlah kecil negara kaya sudah menguasai lebih dari separuh jumlah produksi vaksin dunia.
Berdasarkan telaah dari Oxfam, sekelompok negara makmur yang dihuni sekitar 13 persen dari populasi dunia sudah menguasai sekitar 51 persen produksi calon vaksin covid-19.
Paling tidak sekarang ini ada lima calon vaksin yang sedang memasuki tahap uji coba terakhir.
Perusahaan-perusahaan farmasi yang membikin virus itu, menurut Oxfam, mampu memproduksi sekitar 5,9 miliar dosis, yang cukup untuk sekitar tiga milliar orang.
TONTON JUGA
Namun, lanjut Oxfam yang dikutip scmp.com, Kamis, 17 September 2020, sekitar 51 persen dari jumlah tersebut sudah dipesan oleh sejumlah kecil negara yang kaya, antara lain Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa.
"Seharusnya akses untuk mendapatkan vaksin yang menyelamatkan hidup tidak tergantung pada di mana kamu hidup, dan berapa banyak duit yang kamu punya," kata Robert Silverman dari Oxfam America.
Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen pun sudah mengeluarkan peringatan akan bahaya "nasionalisme vaksin".
FOLLOW US
Artinya, negara produsen vaksin memprioritaskan produksi vaksinnya untuk negaranya sendiri, dan menomorduakan negara lain.
Kondisi tersebut, katanya, akan membahayakan kehidupan warga di negara-negara miskin.
Presiden AS Donald Trump bahkan menjanjikan akan menyediakan vaksin untuk seluruh rakyat AS sebelum pemilihan presiden 4 November mendatang.
China juga sudah mengabarkan akan siap mendistribusikan vaksin untuk rakyatnya paling cepat November mendatang.