Sekda DKI Meninggal
Sebelum Meninggal Dunia, Saefullah Curhat Pengalamannya jadi Sekda DKI untuk Lima Gubernur
Saefullah berbagi cerita soal pengalamannya menjadi ‘pembantu’ untuk lima sosok Gubernur DKI Jakarta sejak 11 Juli 2014 silam.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah meninggal dunia karena gagal napas akibat terpapar Covid-19.
Aparatur Negeri Sipil (ASN) tertinggi di DKI Jakarta itu wafat saat menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Rabu (16/9/2020) pukul 12.55.
Jauh sebelum Covid-19 menyerang Ibu Kota, atau tepatnya pada Jumat, 14 November 2019 lalu, Warta Kota pernah melakukan wawancara eksklusif dengan Saefullah.
Saat itu, Saefullah berbagi cerita soal pengalamannya menjadi ‘pembantu’ untuk lima sosok Gubernur DKI Jakarta sejak 11 Juli 2014 silam.
• Disalati di Dalam Mobil, Begini Prosesi Salat Jenazah Sekda DKI Jakarta
Sosok kepala daerah yang pernah ia dampingi adalah Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Syaiful Hidayat, Sumarsono hingga Anies Baswedan.
Namun satu di antara pejabat itu, yakni Sumarsono berstatus ASN sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri.
Kala itu, Sumarsono ditugaskan Mendagri Tjahjo Kumolo sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta karena Ibu Kota sedang menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2017.
Saat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan lalu memperpanjang masa jabatan Saefullah sebagai Sekda.
Pengalaman dan kecakapan Saefullah di bidang administrasi pemerintahan yang membuat Anies meminta Saefullah bertahan menjadi Sekda. Kepada wartawan Harian Warta Kota Fitriyandi Al Fajri saat itu, Saefullah bercerita mengenai pengalamannya melayani lima gubernur.
• SOSOK Sekda DKI Saefullah di Mata Tetangga, Sederhana dan Sangat Peduli Lingkungan
Bagaimana perasaan Anda menjadi Sekda untuk lima gubernur?
Perasaan saya fluktuatif. Ada senang, sedih dan bahagia sekali. Jadi cukup banyak variabel dalam mengungkapkan rasa menjadi Sekda untuk lima gubernur.
Saya juga mengucapkan rasa terima kasih karena diberikan kepercayaan oleh kepala daerah yang mengemban amanah dari rakyat.
Ini merupakan kegembiraan yang luar biasa, karena saya turut membantu mewujudkan visi dan misi Gubernur maupun Wakil Gubernur DKI Jakarta selama lima tahun.
Semua visi dan misi kepala daerah itu bagus, tujuannya membantu masyarakat. Baik pelayanan administrasi, peningkatan kesejahteraan, memutar roda perekonomian hingga membangun sarana dan prasarana umum untuk masyarakat.
• Covid-19 Bikin Sekda DKI Jakarta Saefullah Gagal Napas dan Akhirnya Meninggal

Lalu bagaimana kesedihan Anda menjadi Sekda DKI Jakarta?
Tidak saya pungkiri ada perasaan sedih saat menjadi Sekda, manakala ada rotasi dan mutasi jabatan yang merupakan hal biasa bagi aparatur.
Saya sering mendapat amanah dari Pak Gubernur untuk mempromosikan teman-teman aparatur, tapi di sisi lain saya juga harus meng-grounded (menghukum) mereka, sesama Korps Pegawai RI (Korpri).
Pada saat itulah saya sedih, padahal kami sudah sering warning (peringatkan) bahwa mereka ada catatan (buruk) untuk segera diperbaiki.
Manakala itu tidak diperbaiki yah akhirnya, kami sepakat akan di-grounded dari hukuman ringan, sedang hingga berat.
Jadi sedihnya menjadi Sekda itu pada saat saya harus menegakkan aturan, di mana teman-teman kami melanggar.
Sebab pada hakekatnya hukuman itu diberikan bukan hanya untuk pegawai secara personal, tentu juga berdampak pada keluarganya. Tapi kalau saya tidak tegakkan hukuman, yah itupun salah juga.
Karakteristik lima gubernur di mata Anda seperti apa?
Semua sosok gubernur sangat bagus. Dari Pak Jokowi sangat amat bagus, buktinya beliau sekarang menjadi Presiden RI. Pak Ahok juga bagus, dia sangat berorientasi pada pekerjaan.
Sedangkan Pak Djarot juga demikian, orangnya telaten dan fokus dalam bekerja. Kalau untuk Pak Sumarsono, beliau kan sosok birokrat kawakan.
Sosok itu kan digembleng dari pangkat paling rendah sampai puncaknya sebagai Direktur Jendral Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri.
Saya rasa pengalaman beliau sangat banyak dan digunakan untuk memimpin kami di Jakarta, tentunya sangat baik. Sementara sosok pak Anies Baswedan bagus sekali.
Meskipun beliau kesal, tapi dia dapat bertutur kata dengan menjaga perasaan. Ingat, bukan perasaan beliau tapi perasaan orang-orang yang dihadapi.
Beliau sangat humanis, tapi cerdas dan banyak ide-idenya untuk Jakarta. Mudah-mudahan terwujudlah selama lima tahun kepemimpinannya.
Masa pensiun Anda sebagai ASN pada 2024, sementara kepemimpinan Gubernur Anies berakhir 2022. Artinya ada selisih dua tahun lagi Anda menjadi ASN, bagaimana posisi Anda nanti?
Saya serahkan semuanya pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau saya tidak lagi menjadi Sekda, masih ada pilihan lain, misalnya menjadi Widyaiswara Utama (di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri Jakarta).
Itu usia kerjanya bisa mencapai 65 tahun. Kalau saya ambil posisi itu, nanti kerjanya sebagai pengajar di lembaga Diklat (pendidik dan pelatihan).
Bisa juga saya ke kementerian sesuai dengan kompetensi, atau bisa juga saya mengusulkan pensiun untuk terjun ke dunia politik atau dunia sosial.
Saya bikin yayasan, mengajar, atau mengurus yatim piatu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Saya juga bisa memilih mengurus keluarga, terutama istri, anak dan cucu-cucu. Jadi pilihannya banyak sekali, nggak usah gugup.
Apa keluarga tidak protes terhadap pekerjaan Anda yang lebih sering berada di luar rumah?
Saya punya anak empat. Tiga di antaranya sudah berkeluarga dan satu anak belum karena di-boarding school (sekolah asrama).
Relatif di rumah saya sama ibu (istri) saja, tapi kalau hari libur di rumah ada cucu-cucu main.
Di sisi lain ibu kan juga aktif di organisasi PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Dharma Wanita.
Itu kan bentuk pengabdiannya atas posisi suami sebagai pegawai pemerintah.
Ibu-ibu dilibatkan dalam organisasi agar sehari-harinya diisi oleh kegiatan positif. Dalam organisasi itu mereka fokus pada kesejahteraan, kesehatan hingga kemanusiaan karena mengirim bantuan ke tempat bencana atau tempat-tempat yang memerlukan bantuan.
Jadi, ibu sibuk di luar dan saya ini sehari-harinya sekitar 80 persen juga berada di kantor. Pulang malam, tidur sebentar di rumah lalu selepas salat subuh saya sudah jalan lagi ke kantor.
Saya nikmati saja untuk menyelesaikan masa hidup saya ini, insya Allah jadi amal perbuatan baik.