Pilkada Serentak

PERNYATAN Lengkap Keponakan Prabowo Soal Cuitan Paha Mulus: Apakah Surga Sudah Ditinggalkan?

Keponakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto itu mengaku masih fokus ke keluarga terlebih dahulu.

Istimewa
Calon Wakil Wali Kota Tangsel Rahayu Saraswati Djojohadikusumo 

* Jika anda punya pendapat tentang bagaimana seharusnya seseorang berpakaian saat berolahraga, itu adalah hak anda dan saya tidak akan menghakimi anda berdasarkan itu.

Tetapi saya percaya bahwa semua orang (laki-laki maupun perempuan) punya hak untuk berpakaian sesuai dengan kehendaknya masing-masing tanpa mengalami pelecehan, diskriminasi, nyinyiran, dll.

* Apakah pakaian seseorang menentukan akhlaknya? Saya telah menjadi saksi ketika seorang kawan diperlakukan buruk, lalu saat ia tiba-tiba mengubah caranya berpakaian, berubah juga cara orang memperlakukannya.

Apakah kawan saya ini langsung berubah kepribadiannya, hanya karena dia mengubah caranya berpakaian dan juga karena berubahnya cara dia dipandang? Tidak!

Sedangkal itukah kita sehingga menilai orang berdasarkan cara dia berpakaian saja?

Saya yakin anda semua pasti kenal dengan orang-orang yang di luarnya kelihatan luar biasa alimnya tetapi di balik pintu kelakuannya tidak mencerminkan pakaiannya.

Sebaliknya, saya tahu orang-orang yang seringkali dipandang sebelah mata seperti kawan-kawan yang bertato dari kepala sampai kaki tetapi mereka adalah orang-orang dengan hati paling mulia yang memberikan perlindungan kepada anak-anak korban kekerasan.

Di Indonesia banyak dari mereka menampung dan menyelamatkan hewan-hewan yang ditelantarkan dan disiksa.

Tuhan bisa "bekerja" melalui mereka, tapi kita sebagai manusia semudah itu menilai akhlak seseorang hanya dari caranya “berpakaian”. Hanya dari penampilannya.

* Pakaian pun bisa disesuaikan dengan kondisi dan konteks/acara.

Jika saya mengenakan pakaian OLAHRAGA dengan celana pendek dan tanpa lengan saat bertemu dengan tokoh masyarakat di acara formil, ya itu namanya tidak sopan.

Tapi jika kita berolahraga saja sudah dihakimi, apa kabar para atlet perempuan di mana ada standar pakaian yang bisa memaksimalkan performanya?

Apa dia juga akan dihakimi karena tidak sesuai dengan norma yang ditentukan orang lain?

Hak dia adalah berpakaian sesuai dengan keinginannya dan hak orang lain untuk menghormati dan tidak melecehkannya.

Tetapi rupanya masih banyak orang yang lebih senang menyalahkan korbannya dibanding menanyakan akhlak pelaku yang menghakiminya.

4. Lalu soal politik identitas yang dilontarkan pihak tertentu. Foto zaman kapan sebagai ucapan selamat hari raya suatu umat dikatakan sebagai upaya pembodohan masyarakat.

Setahu saya, masyarakat tidak sebodoh itu. Mereka bisa kok riset dan cari tahu latar belakang seseorang.

Saya tidak pernah menutupi identitas saya dan latar belakang saya.

Bagi yang sudah mengikuti saya lama di medsos pasti tahu itu.

Tapi ya, saya memaklumi saja kalau ada serangan yang memang dilontarkan karena kepanikan.

Jujur, saya baru tahu kalau kita tidak diizinkan untuk menyesuaikan pakaian dalam rangka menghormati suatu kelompok masyarakat, terutama dalam penyampaian ucapan selamat hari rayanya. 

Saya pun ke Aceh atau saat berkunjung ke acara yang notabene adalah acara umat Muslim biasanya saya menggunakan kerudung sebagai TANDA PENGHORMATAN saya kepada yang mengundang.

Atau norma yang ditetapkan di daerah istimewa tersebut, walaupun tidak diharuskan.

Hmmm… mungkin saya salah selama ini dengan melakukan itu. Atau budi pekerti yang diajarkan kepada saya selama ini salah, ya?

Anda menanyakan pernyataan dari saya, inilah pernyataan saya.

Sulit saya berikan dalam sepatah dua patah kata.

Menumpuk sudah pemikiran ini karena apa yang saya alami hanyalah REPRESENTASI MINIATUR dari apa yang dialami oleh korban pelecehan/kekerasan seksual lainnya.

Bagaimana dengan Ibu S di Ciputat, Tangsel, yang mengalami intimidasi dari keluarga pelaku beberapa waktu lalu padahal yang dia alami (pelaku meremas dan memelintir payudaranya sampai berbekas dan memar) terjadi DI HADAPAN MEREKA?

Bagaimana dengan ibu M yang anaknya penyandang disabilitas mental menjadi korban kekerasan seksual di sekolahnya, tetapi justru pihak sekolah hanya menawarkan uang ganti rugi dan berpihak pada pelaku?

Sampai kapan kita akan terus menerima hal seperti ini sebagai bagian dari kehidupan peradaban sekarang?

Saya minta kawan-kawan mengangkat kasus-kasus yang muncul namun hilang lagi.

Haruskah kasus diangkat di media baru dianggap serius oleh pelaku dan oknum aparat penegak hukum?

Yang saya alami tidak ada apa-apanya dibanding apa yang dialami ratusan bahkan ribuan perempuan dan anak di seluruh Indonesia!

Tahukah anda bahwa Indonesia di tahun 2015 memiliki angka Konten Kekerasan terhadap Anak (Child Abuse Material atau CAM) tertinggi di Asia dengan 150.000an CAM di 1 situs medsos?

Artinya dari tahun 2015 SAJA ada 150.000an anak yang tidak diberikan pemulihan dan perhatian atas kekerasan dan trauma yang mereka alami.

Di mana negara? Di mana kalian para hakim maha suci? KITA SEMUA BERTANGGUNG JAWAB. Kita semua mempunyai andil dan bagian masing-masing.

Saya berdiri bersama dengan korban dan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual.

Sudah saatnya pemimpin daerah bergandengan tangan dengan kekuatan masyarakat untuk menyatakan CUKUP pada objektifikasi perempuan, pelecehan seksual verbal maupun fisik, kekerasan seksual.

Ataupun hal-hal yang melukai martabat perempuan yang adalah seorang ibu, adik, kakak, anak.

Surga di telapak kaki ibu..namun sang ibu tidak dihormati lagi, maka apakah surga sudah ditinggalkan?

Rahayu Saraswati Djojohadikusumo

6 September 2020
Pkl 23:40. (Seno Tri Sulistiyono)

Sumber: Tribunnews
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved