Kesehatan
Jangan Abaikan Aspal bagi Kesehatan, Ternyata Aspal Terus-menerus Mengeluarkan Zat Polutan
Berdasarkan temuan mereka, aspal masih terus melepas zat kimia berbahaya, terlebih saat tertimpa sinar matahari yang kuat.
Wartakotalive, Jakarta - Jangan abaikan aspal jalan tak berbahaya bagi kesehatan, meskipun untuk membuat aspal sudah melalui proses untuk menghilangkan zat berbahaya sebelum digelar di jalan.
Berdasarkan hasil riset dari Fakultas Kimia dan Rekayasa Lingkungan Universitas Yale, New Haven, Amerika Serikat, aspal yang sudah bertahun-tahun di jalan tetap terus mengeluarkan zat kimia yang tidak baik bagi kesehatan manusia.
Pelepasan zat berbahaya itu, menurut hasil riset tersebut yang dikutip newatlas.com, 4 September 2020, berlipat tiga kali saat aspal terterpa terik matahari.
Penggunaan aspal selain untuk pengerasan jalan, juga untuk trotoar dan atap rumah, dan penambal atap rumah.
Tim peneliti Yale mengakui bahwa industri aspal sudah melakukan proses pembuatan yang menghilangkan zat berbahaya dari aneka bahan pembuat aspal.
Melalui proses tersebut, pihak industri aspal mengklaim bahwa aspal memang masih mengeluarkan zat kimia tapi bisa diabaikan efeknya.
Berdasarkan wikipedia.com, aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor.

Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis.
Aspal tampak padat pada suhu ruang padahal adalah cairan yang sangat kental.
Dari hasil riset tersebut, yang dipublikasikan pada advances.sciencemag.org, tim Yale membantah klaim kalangan industri aspal itu.
Berdasarkan temuan mereka, aspal masih terus melepas zat kimia berbahaya, terlebih saat tertimpa sinar matahari yang kuat.
Mengingat sifat aspal yang elastis, maka begitu terkena panas sinar matahari aspal akan melunak.
Saat melunak atau merenggang tersebut, pelepasan zat berbahaya itu terjadi dalam jumlah 300 persen lebih banyak daripada dalam suhu normal atau dingin.
Zat kimia yang dilepas aspal, yang selama ini diabaikan, disebut secondary organic aerosol atau SOA.
SOA berkontribusi pada penambahan PM2.5, yakni unsur pencemar udara, yang mengandung partikel lebih kecil dari 2,5 mikrometer (mikron).