Berita Video
Imparsial Minta DPR Transparan Bahas Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Terorisme
"DPR harus secara terbuka, dan menerima masukan-masukan publik tentu menjadi penting. Harus ada keseimbangan antara menjaga keamanan dan melindungi HA
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Kalangan legislator diharap bersikap transparan dalam membahas Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) Tentang Pelibatan TNI Mengatasi Aksi Terorisme.
Hingga saat ini pembahasan belum dilakukan oleh pimpinan DPR RI karena menimbulkan polemik di mata masyarakat.
Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan, dalam R-Perpres tersebut pimpinan DPR RI harus dilakukan secara transparan sehingga publik dapat terlibat secara aktif dan partisipatif untuk memberikan masukan yang konstruktif terhadap rancangan Perpres.
"DPR harus secara terbuka, dan menerima masukan-masukan publik tentu menjadi penting. Harus ada keseimbangan antara menjaga keamanan dan melindungi HAM," kata Ghufron dalam sebuah diskusi virtual Menimbang Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, Selasa (18/8/2020).
Ghufron mengatakan, langkah pemerintah terkesan memaksakan agar militer masuk penanganan terorisme. Karena pada dasarnya TNI itu dilatih untuk perang maka dari itu menjadi berbahaya.
Tugas TNI dalam menjalankan opersi militer selain perang, kata dia, dalam hal ini mengatasi aksi terorisme, harus diletakkan fungsinya sebatas penindakkan yaitu keterlibatan militer dalam penindakan terorisme harus bersifat terbatas.
Sementara itu, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo mengatakan, dalam hal ini Muhammadiyah mengkritisi berbagai upaya penegakkan hukum terutama pada kasus Poso.
"Dalam kasus Poso dimana ada tindakan-tindakan yang dianggap melampaui hak asasi manusia, terhadap beberapa orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme, sehingga mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah Din Syamsudin pernah menyampaikan perbuatan yang telah dilakukannya itu telah melampaui batas," kata Trisno.
Ia mengatakan, saat itu ada upaya pembaharuan UU Terorisme saat 2015, kemudian pada 2016.
PP Muhammadiyah, kata Trisno, sejak awal sudah menentang pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Aturan soal keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme sebelumnya juga sudah tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme.
