Isu Makar
Gugatan Kivlan Zen tentang Senjata Api Tidak Diterima Mahkamah Konstitusi, Ini Alasannya
Akibat ketidakjelasan permohonan Kivlan Zen, MK sulit untuk menentukan pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak dalam bertindak sebagai pemohon.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Permohonan pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api yang dimohonkan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen tidak diterima Mahkamah Konstitusi.
"Mahkamah tidak dapat memahami alasan permohonan pemohon jika dikaitkan dengan petitum permohonan yang meminta agar pasal yang diuji konstitusionalitasnya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (22/7/2020).
Akibat ketidakjelasan permohonan Kivlan Zen, Mahkamah Konstitusi sulit untuk menentukan pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak dalam bertindak sebagai pemohon.
Selain itu, apabila Kivlan Zen memiliki kekuatan hukum pun, permohonan pemohon dinilai kabur.
Ada pun Kivlan Zen yang diwakili kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun dkk, meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mencabut Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api di antaranya karena norma dalam pasal itu rumit dan multitafsir.
• Horee, Menkeu Sri Mulyani Akan Bayarkan Gaji ke-13 ASN, TNI, dan Polri pada Agustus 2020
• Putri Beatrice Cucu Ratu Elizabeth dari Kerajaan Inggris Menikah, Hanya Dihadiri 20 Tamu
Alasan selanjutnya, Kivlan Zen mendalilkan mengalami diskriminasi saat penangkapan, antara lain tanpa pendampingan kuasa hukum, penangkapan tidak sah dan penahanan yang juga tidak sah.
Kivlan mengajukan permohonan ini terkait statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penyeludupan senjata api dan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih ditunda karena alasan kesehatan.
Selama sidang pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, ia lebih banyak menjelaskan kronologi kasusnya dari mulai penangkapan pada 29 Mei 2019 hingga penetapan dirinya sebagai tersangka.
Kivlan Zen gugat UU Senjata Api ke MK
Sebelumnya diberitakan, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api ke Mahkamah Konstitusi.
• Dosen Undip Semarang Ciptakan Alat Sterilisasi Udara yang Bisa Bunuh Virus Corona
Dalam permohonannya, yang dikutip dari MKRI.id, Kamis (2/4/2020), Kivlan Zen yang diwakili Kuasa Hukumnya, IR Tonin Tachta Singarimbun dkk, meminta kepada MK bahwa Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api ini dicabut.
"Menyatakan Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api bertentangan dengan UUD1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Tonin Tachta Singarimbun, dalam permohnannya.
Bunyi Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api: "Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun".
• PFI Kecam Musisi Anji karena Membuat Opini Penghakiman Sepihak Soal Foto Jenazah Covid-19
Menurut Tonin, bahwa norma dalam Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api ini dinilai rumit dan multitafsir.
"Sebagai Negara Hukum maka ketentuan dalam membuat suatu norma sepatutnya memenuhi ketentuan bahasa yang mudah dimengerti dan tata bahasa yang benar," kata Tonin dalam permohonannya yang diajukan ke MK pada 25 Maret 2020 ini.
Kivlan mengajukan permohonan ini terkait statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penyeludupan senjata api dan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih ditunda karena alasan kesehatan.
Kivlan didakwa atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam dengan melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
• Viral Iklan Mal Terbesar di ASEAN Dijual Rp17 Triliun, Pihak Taman Anggrek Bungkam
Soal gugatan Kivlan, Ini kata Wiranto
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto membantah gugatan yang disampaikan Kivlan Zen soal pembentukan pasukan pengamanan (Pam) swakarsa.
"Nanti ada bahan-bahan resmi menyeluruh, tak jelaskan (saya jelaskan). Tapi, semuanya itu tidak benar," katanya, di Jakarta, Selasa (13/8/2019), saat ditanya soal gugatan Kivlan.
Hal tersebut disampaikan Wiranto usai pembacaan ikrar setia Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika dari eks-Harokah Islam Indonesia, DI/TII, dan NII.
• Survei Terbaru: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil Calon Kuat Pilpres 2024
Sebagaimana telah diberitakan sejumlah media, mantan Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menggugat Wiranto ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 5 Agustus 2019.
Gugatan tersebut terkait pembentukan Pam Swakarsa pada 1998, yang disebut oleh pihak Kivlan, diperintahkan oleh Wiranto.
Pam Swakarsa adalah kelompok sipil yang dipersenjatai yang dibentuk pada 1998 silam untuk mengamankan Sidang Istimewa MPR 1998.
Gugatan Kivlan terhadap Wiranto diajukan ke PN Jaktim dengan nomor perkara 354/Pdt.G/2019/PN Jkt.Tim, dan sidang perdana rencananya digelar pada Kamis (15/8/2020) pukul 09.00 WIB.
• Nur Azizah Goda Raffi Ahmad Jadi Pendampingnya di Pilkada 2020 Kota Tangsel, Ini Alasannya
Ditelusuri dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jaktim, Kivlan menyebutkan penugasan pembentukan Pam Swakarsa merupakan kegiatan yang memerlukan pembiayaan sehingga pihak tergugat harus membayar kerugian yang dialami penggugat.
Kerugian yang dimaksud mencakup materiil dan imateril. Materiil sebesar Rp8 miliar karena harus menjual rumah, mobil, dan mencari pinjaman untuk menanggung pembentukan Pam Swakarsa.
Untuk imateril, Kivlan menuntut Rp 100 miliar (menanggung malu karena hutang), Rp100 miliar (tidak mendapatkan jabatan yang dijanjikan), Rp 500 miliar karena mempertaruhkan nyawa dalam Pam Swakarsa.
Kemudian, Kivlan juga menuntut Rp100 miliar dipenjarakan sejak 30 Mei 2019, serta mengalami sakit dan tekanan batin sejak bulan November 1998 sampai dengan sekarang dengan ganti rugi Rp 184 miliar. (Antaranews)