Virus Corona Jakarta

Terapis dan Pemandu Lagu Jual Sapi hingga Gadai Mobil demi Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Corona

Maya mengaku, sejak uang tabungan habis, ia mencari pinjaman ke beberapa orang

Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Feryanto Hadi
istimewa
Satpol PP Menggerebek Karaoke Reff di Komplek Golden Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, digerebek petugas, Kamis (9/7/2020) dini hari. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Maya sudah hampir putus asa menghadapi kenyataan hidup. Kini, perempuan 26 tahun itu dirundung pilu. Ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk melamun.

"Sudah nggak tahu lagi harus berbuat apa. Keadaannya semakin sulit," ujarnya saat berbincang dengan Warta Kota belum lama ini.

Maya kehilangan pekerjaan sejak pekan ketiga Maret.

Sebelumnya, dia adalah seorang pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tempat usaha tutup seiring terbitnya Surat Edaran Dinas Pariwisata DKI Jakarta nomor 155/SE/2020 tentang penutupan sementara kegiatan operasional industri pariwisata dalam upaya kewaspadaan terhadap penularan Covid-19.

Semenjak itu, Maya praktis menganggur. Niatnya untuk mencari pekerjaan lain, pupus.

Tak ada satupun lowongan pekerjaan.

"Sementara uang tabungan saat itu nggak banyak. Aku sudah takut, bagaimana nasib dua anakku nanti," kisah Maya.

Sejak setahun lalu, Maya resmi menjanda. Suaminya memilih perempuan lain.

Maya tinggal bersama dua anaknya di sebuah rumah kontrakan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, ia bekerja di sebuah toko busana di Tanah Abang.

Namun, penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Saat sedang terdesak, Maya mengiyakan ajakan seorang temannya untuk menjadi pemandu lagu.

"Aku belum ada setahun jadi PL. Jadi, tabungan memang belum banyak. Uang hasil kerja aku buat nyenengin anak-anak," ungkapnya.

"Jadi sejak tempat kerja tutup jadi kalangkabut. Sekarang buat makan aja susah. Apalagi anak yang besar mau masuk SD ini. Pusing kalau dipikirin. Tiap hari ngelamun mulu saya, bang," Maya menambahkan.

Maya mengaku, sejak uang tabungan habis, ia mencari pinjaman ke beberapa orang.

"Ada bekas pelanggan yang baik, kirim uang buat anak-anak. Ya kayak gini aja sekarang. Minjem sana-sini. Belum ada bayangan ke depan mau gimana kalau tempat kerja nggak buka juga," imbuh Maya putus asa.

Jual sapi

Seorang terapis bernama Astrid (bukan nama sebenarnya) mengalami kesulitan sama. Janda satu anak itu saat ini masih berada di kampung halamannya di salah satu Kabupaten di Jawa Timur.

Sebelumnya, ia bekerja di salah satu tempat spa ternama di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

"Kalau aku memang orangnya nggak boros. Pas kerja di Jakarta, uangnya aku belikan sapi di kampung. Aku punya tiga sapi, tapi sekarang tinggal dua. Satunya sudah dijual seminggu lalu," kata Astrid lewat sambungan telepon.

Astrid menjual sapinya karena uang tabungannya habis.

Di sisi lain, ia masih punya banyak kebutuhan lain.

"Buat nyambung hidup aja. Dari Jakarta belum ada kabar juga kapan dibuka lagi spa-nya. Kemarin sudah seneng, katanya tanggal dua (Juli) buka. Tapi katanya PSBB-nya diperpanjang lagi," ujar Astrid.

Berpikir cari kerja lain

Penutupan tempat hiburan malam di Jakarta menjadi hantaman keras, tidak hanya bagi para pelaku usaha, juga bagi para ribuan karyawan yang menggantungkan hidup bekerja di sana.

Selain karyawan reguler, pekerja paruh waktu semisal pemandu lagu, disc jokcey hingga penari, pusing bukan main menghadapi situasi saat ini.

Dari informasi yang Warta Kota dapatkan, kebanyakan pemandu lagu maupun wanita penghibur mempunyai tanggungan hidup yang tidak sedikit.

"Mereka ada yang nyicil mobil, sewa apartemen mahal sampai jadi tulang punggung keluarga," ungkap seorang pemandu lagu yang enggan disebut namanya.

Semenjak pandemi corona, para perempuan itu kelabakan.

Sebagian menghubungi para pelanggan mereka dan tidak segan meminta uang.

Adapula yang menjual aset-aset yang dimilikinya.

"Yang menjual atau gadaikan mobilnya, banyak. Ya mau gimana, mau BO (layanan prostitusi online) juga orang-orang lagi takut corona. Gadun juga ngasih duit ada batasnya karena kondisi lagi serba susah," ungkapnya.

Namun, ia tidak memungkiri jika sebagian dari perempuan penghibur itu berusaha menawarkan layanan prostitusi meski takut tertular virus corona.

"Setahu saya begitu, pada nyari tamu di luar. Beberapa teman cerita sama saya, katanya terpaksa. Padahal itu rentan sekali tertular corona kan?" kata dia.

Namun, adapula yang berusaha mencari peluang pekerjaan lain demi mendapatkan penghasilan.

Seperti yang dilakukan seorang pemandu lagu bernama Nisya (20).

Gadis asal Lampung tersebut tidak mau hanya berdiam diri menunggu situasi kembali normal. Ia kini menjadi seorang agen properti.

"Sejak awal pandemi aku sudah mulai cari-cari kerjaan lain. Karena aku sudah prediksi pasti bakal lama. Sedangkan aku punya tanggungan keluarga," ujarnya.

Nisya tidak ingin terlalu memikirkan kapan tempat hiburan akan kembali dibuka. Ia memilih memasrahkan kepada keadaan.

"Kalau misal udah mapan di properti InsyaAllah aku akan berhenti jadi PL. Mudah-mudahan ini menjadi jalan buatku bisa kerja halal," kata Nisya.

Nisya menambahkan, ia terjun menjadi pemandu lagu lantaran terdesak oleh kebutuhan ekonomi.

"Nggak tega lihat ibu kerja keras. Awalnya diajak temen. Ya aku coba jalanin aja," kata Nisya.

Ia sebelumnya bekerja sebagai pemandu lagu di sebuah tempat karaoke di kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Sejak tempat kerjanya ditutup, ia memutuskan pulang ke Lampung.

Pengusaha rugi besar

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi seiring masih belum stabilnya kurva kasus virus corona

PSBB masa transisi diperpanjang terhitung sejak 3 Juli 2020 hingga 16 Juli 2020

Seperti diketahui, penerapan PSBB di Jakarta dimulai semenjak 10 April lalu saat terjadi peningkatan kasus corona.

Sebelumnya, Pemprov DKI sudah menerbitkan sejumlah edaran, salah satunya penutupan Tempat Hiburan Malam (THM).

Penurupan tersebut berlaku sejak 20 Maret hingga 2 April 2020.

Seiring diberlakukannya perpanjangan PSBB, tempat hiburan malam di Jakarta belum bisa beroperasi hingga saat ini.

Dampak dari penutupan THM selama beberapa bulan, menyebabkan para pelaku usaha kebingungan. Selain tidak mendapatkan pemasukan, mereka harus menanggung beban biaya yang cukup besar, mulai dari biaya maintenance peralatan, sewa gedung, tagihan listrik hingga membayar gaji karyawan.

Seorang pengusaha hiburan malam kepada Warta Kota bercerita, selama empat bulan usahanya tutup, ia harus menanggung kerugian cukup besar. Sedangkan ia tercatat memiliki tiga tempat hiburan malam berupa bar, diskotek, karaoke dan spa di tiga lokasi terpisah.

Beban biaya untuk satu tempat usaha, kata dia, sekitar Rp150 juta per bulan.

"Bayar listrik sebulan untuk satu tempat sekitar Rp25 juta. Buat gaji karyawan reguler, meskipun nggak saya bayar full karena mereka tidak kerja full."

"Paling manas-manasin sound sama bersih-bersih. Terus perhitungan sewa gedung dan buat biaya pemeliharaan alat-alat," jelas pria yang minta namanya tak disebut itu.

Sedangkan untuk terapis dan pemandu lagu, kata dia, tidak diberikan gaji.

"Kalau PL itu kan kami terapkan freelance. Sedangkan terapis tidak digaji selama pandemi ini karena mereja tidak bekerja," imbuhnya.

Ia menyebut, meskipun tidak beroperasi, peralatan seperti sound system hingga lampu tembak, harus rutin dinyalakan. "Kalau tidak nyala malah bisa rusak," celetuknya.

Beruntung, kata dia, Pemprov DKI memberikan relaksasi berupa penghapusan pajak tempat hiburan.

"Ya syukurnya kami dibebaskan pajak selama tidak beroperasi. Tapi untuk setoran ke bank masih tetap jalan. Itu yang semakin memberatkan," kata dia.

Selain itu, minumal alkohol yang telah terlanjur dipesan, tidak bisa dikembalikan lagi kepada distributor.

"Itu minuman sudah mau kadaluarsa numpuk di gudang. Ya kami yang nanggung kerugian karena tidak bisa dikembalikan," ungkapnya.

Ia tidak heran jika ada beberapa pelaku usaha hiburan malam di Jakarta yang akhirnya nekat buka diam-diam.

"Ujungnya pada colong-colongan karena sudah terdesak itu. Saya pribadi, minta kalau bisa diijinkan beroperasi meskipun dengan pembatasan kapasitas 30 persen tidak masalah. Yang penting usaha jalan, ada sedikit pemasukan," harapnya.

Seperti diketahui, sejumlah THM diam-diam mulai beroperasi meski masa PSBB belum berakhir

Salah satunya, saat petugas gabungan dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Satpol PP, TNI dan kepolisian, menggrebek diskotek Top One di Jakarta Barat pada Jumat (3/7/2020) dini hari.

Pantauan Wartawan Warta Kota di lokasi, awalnya petugas sulit membuktikan bahwa diskotek ite telah beroperasi lantaran akses masuknya terkunci.

Namun, sebelumnya petugas yang menyamar sebagai pengunjung sudah melakukan pemantauan di lokasi.

Saat berhasil masuk, petugas tidak menemukan kerumunan orang. Tetapi, banyak hal mencurigakan.

AC tampak barusaja dimatikan. Asap rokok bertebaran di mana-mana. Termasuk banyak barang seperti tas dan jaket yang berserakan di meja dan kursi.

Penyisiran sempat tak menemukan hasil. Namun, petugas meyakini ada hal yang disembunyikan.

Para petugas dan wartawan bahkan menunggu hingga pagi.

Sampai akhirnya, sekira 09.30, petugas menemukan ratusan orang yang bersembunyi di kamar maupun tangga darurat. Para pengunjung tersebut berjumlah 150 orang. Mereka diminta bersembunyi oleh para karyawan diskotek.

Kemudian penggrebekan tempat karaoke Reff di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan pada Kamis (9/7/2020) lalu

Ajukan izin beroperasi terbatas

Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) bersama Pemprov DKI Jakarta sebelumnya mengajukan konsep pembukaan kembali hiburan malam saat pandemi virus corona atau Covid-19.

Ketua Asphija Hana Suryani mengatakan, lantai dansa diskotek bisa saja beroperasi kembali saat Covid-19.

Caranya, memberi tanda jarak antar-pribadi pengunjung sehingga mereka tetap berada di jarak aman saat beraktivitas.

“Kalaupun nggak ditutup apa dibatasi seperti di masjid, terus kalau dibatasi atau ditandai begitu, aneh juga sih ya,” kata Hana saat dikonfirmasi.

Menurutnya, jika opsi tersebut dianggap tidak sesuai, pengelola dapat mengerahkan petugas keamanan untuk mengatur jarak pengunjung.

Nantinya, petugas keamanan dari masing-masing diskotek akan bersiaga untuk menghalau potensi kerumunan pengunjung saat berada di lantai dansa.

“Untuk kontrol di lapangan bisa memakai staf mereka seperti petugas keamanan atau karyawan lain yang bertugas di floor (lantai dansa). Kalau ada yang berdekatan, tinggal diatur saja,” ujar Hana.

Meski demikian, kata Hana, wacana tersebut belum diputuskan dengan Pemprov DKI Jakarta.

“Minggu depan kami baru dapat jadwal dari Dinas Parekraf. Untuk hari Selasa membahas soal diskotek, Rabu soal karaoke dan Kamis soal griya pijat,” katanya.

Oleh karena itu, Hana belum bisa membeberkan lebih lanjut soal rencana pembukaan tempat hiburan tersebut, termasuk rencana peniadaan lantai dansa.

Hana menambahkan, para pengelola tempat hiburan tak mempersoalkan jika lantai dansa tetap ditutup.

“Yah nggak apa-apa sih (lantai dansa ditutup) karena intinya bertahap sajalah. Karena di Jakarta pun jumlah diskotek nggak banyak, sekitar tiga tempat lah,” katanya.

Pemprov DKI Jakarta, kata Hana, sempat menanyakan soal komitmen pengelola diskotek terhadap pengawasan pengunjung di lantai dansa.

Apalagi lantai dansa dianggap memiliki risiko besar terhadap penyebaran virus corona.

“Tempat hiburan ini memang risikonya agak lumayan, ya rawanlah. Karena banyak kerumunan, makanya soal diskotek akan dibahas pekan depan,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia menyatakan, pemerintah daerah sangat berhati-hati dalam menentukan protokol kesehatan di tempat hiburan malam.

“Dalam menentukan protokol kesehatan kami sangat berhati-hati, dan jumlah pengunjung kemungkinan juga dibatasi (di setiap tempat hiburan),” kata Kepala Dinas Parekraf DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia.

Cucu mengatakan, protokol kesehatan yang akan diterapkan cukup banyak misalnya saling menjaga jarak, pengecekan suhu tubuh bagi setiap pengunjung, wajib memakai masker dan sebagainya.

Salah satu pilihan alternatif yang digagas adalah menonaktifkan lantai dansa di setiap diskotek

“Itu salah satu alternatif saja ya, nanti kami akan lihat hasil keputusan dari kesehatan dan pelaku usaha. Pokoknya apa pun yang mau dibuka, harus ada upaya untuk menekan penyebaran virus Covid-19,” ucapnya.

Namun Cucu enggan membeberkan jenis pariwisata secara keseluruhan yang akan dibuka karena masih dibahas secara mendetail.

Dia berjanji, Pemprov DKI Jakarta akan menyampaikan jenis pariwisata yang dibuka bila konsep protokol pencegahan Covid-19 sudah matang.

“Semua masih dibahas, jadi saya nggak bisa umumkan dulu. Nanti akan diinformasikan,” ucap Cucu Ahmad Kurnia.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved