Kasus Suap
Polisi Belum Tetapkan Tersangka Dugaan Suap dan Pungli THR di Kemendikbud dari UNJ
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya masih mendalami dan menyelidiki kasus ini, serta belum dapat menentukan ada tidaknya tersangka dal
Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Setelah sekitar satu setengah bulan menerima pelimpahan kasus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dan pungli bermodus THR di Kemendikbud oleh pimpinan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya masih mendalami dan menyelidiki kasus ini, serta belum dapat menentukan ada tidaknya tersangka dalam kasus ini.
Hal itu dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Roma Hutajulu, saat dikonfirmasi Warta Kota, Rabu (8/7/2020)..
"Belum, masih lidik. Sabar ya, mohon doanya," kata Roma singkat kepada Warta Kota.
Menurutnya pihaknya masih terus memanggil sejumlah saksi untuk dimintai klarifikasi ulang kembali dalam kasus ini.
"Masih berjalan," kata dia.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Selasa (9/6/2020) mengatakan penyidik Ditreskrimsus masih melakukan rangkaian gelar perkara dan memasuki gelar perkara ke tiga..
Seperti diketahui pelimpahan kasus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terkait dugaan suap dan pungli bermodus THR di Kemendikbud oleh pimpinan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dilakukan Kamis (21/5/2020) lalu.
"Penyidik masih melakukan gelar perkara yang ke tiga dalam kasus ini. Rangkaian gelar perkara, harus dilakukan untuk melihat ada tidaknya unsur pidana dalam kasus ini," kata Yusri, Selasa (9/6/2020).
Menurut Yusri, cukup banyaknya pihak atau saksi yang diklarifikasi menjadikan rangkaian gelar perkara dalam kasus ini menjadi cukup panjang.
"Namun sampai saat ini, kami belum melihat ada unsur pidana sehingga belum ada tersangkanya.
Dalam penyelidikan kasus ini, penyidik tetap berkoordinasi dengan KPK yang memberikan supervisinya untuk perkembangan kasus ini," ujar Yusri.
Sebelumnya Yusri mengatakan pihaknya telah memeriksa dan meminta klarifikasi kembali terhadap 23 orang pegawai di Kemendikbud dan UNJ terkait kasus ini.
Dari 23 orang yang diperiksa dan dimintai klarifikasi itu, kata dia, diantaranya adalah 7 orang yang sempat diamankan KPK dan diserahkan ke Polda Metro Jaya, Kamis (21/5/2020) lalu.
Namun saat itu ke 7 orang itu dipulangkan sementara oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan dikenakan wajib lapor.
Sebab belum ditemukan unsur pidana dalam kasus ini, meski Polda Metro tetap terus mendalami dugaan kasusnya.
Ketujuh orang yang dipulangkan itu adalah Rektor Universitas Negeri Jakarta Komarudin, Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemdikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemdikbud Diah Ismayanti, Staf SDM Kemdikbud Dinar Suliya, dan Staf SDM Kemdikbud Parjono.
"Kemarin kita sudah lakukan klarifikasi tambahan kepada 7 orang terperiksa sebelumnya," kata Yusri beberapa waktu lalu.
"Lalu kita klarifikasi lagi satu pegawai dari Dikti Kemendikbud. Kemudian ada lagi 15 orang dari UNJ yang kita klarifikasi. Kelima belas orang itu adalah yang ikut rapimsus UNJ secara online," tambah Yusri.
Dari pemeriksaan semuanya yang totalnya 23 orang, kata Yusri, keterangan mereka telah dikumpulkan penyidik untuk bahan gelar perkara berikutnya.
"Hari ini rencananya kita lakukan gelar perkara kasus ini, setelah meminta klarifikasi semua pihak," kata Yusri.
Dari gelar perkara kata dia akan diketahui apakah kasus ini memenuhi unsur pidana dan bisa ditingkatkan ke penyidikan atau tidak.
"Kalau ada unsur pidananya kita naikkan ke tingkat penyidikan. Kalau tidak ada, ya dihentikan," kata dia..
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya memastikan akan melanjutkan untuk mendalami dan menyelidiki kasus dugaan suap tunjangan hari raya (THR) pejabat Kemendikbud, oleh pimpinan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Kasus ini merupakan hasil pelimpahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke kepolisian.
Sebelumnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) tim KPK bersama tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud, berhasil mengamankan Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor alias DAN di Lantai 5 Gedung Kemendikbud, Rabu (20/5/2020) malam.
Dari tangan Dwi diamankan uang tunai Rp 27,5 Juta dan 1.200 dollar Amerika.
Dari keterangan DAN, tim KPK dan Itjen Kemendikbud akhirnya mengamankan dan memintai keterangan 6 orang lainnya atau totalnya ada 7 orang.
Dari hasil keterangan ke 7 orang itu, KPK belum menemukan adanya perbuatan pidana suap atau korupsi oleh penyelenggara negara. Karenanya KPK menyerahkan kasus tersebut ke kepolisian berikut barang bukti uang dan 7 orang terperiksa, pada Kamis (21/5/2020).
Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Roma Hutajulu mengatakan pihaknya langsung melakukan gelar perkara setelah menerima pelimpahan kasus dari KPK, Jumat.
"Hasil sementaranya, kami belum menemukan ada perbuatan pidana oleh 7 terperiksa yang kami mintai keterangan itu. Ke 7 orang itu jufa limpahan dari KPK," kata Roma Hutajulu, Senin (25/5/2020).
Karenanya kata Roma pihaknya memulangkan ke 7 orang tersebut dan dikenakan wajib lapor. "Kami perlu meminta keterangan saksi pihak lainnya dan melakukan klarifikasi kembali ke mereka. Ini yang akan kami lakukan ke depannya," kata Roma.
Yang pasti kata Roma dari pemeriksaan awal, pihaknya melihat ada dugaan tindak pidana suap dengan modus THRdalam kasus ini. "Dugaannya memang suap, namun masih harus kami dalami dulu lagi," kata Roma.
Dia mengaku akan memastikan apa motif suap THR yang dilakukan pihak UNJ ke Kemendikbud. "Tujuannnya apa masih kami selidiki lagi. Makanya kami masih melihat bagaimana konstruksi dan peristiwanya yang diduga perbuatan pidana," ujar Roma.
Informasi yang dihimpun Warta Kota, menyebutkan bahwa motif suap THR pimpinan UNJ ke pejabat Kemendikbud, adalah terutama ke jajaran Direktorat Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Suap diberikan karena sejumlah pegawai dan pejabat di Direktorat Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pernah membantu mengurus kenaikan jabatan tiga dosen UNJ, diantaranya dosen berinisial M, S dan WA.
Saat ditanyakan soal ini, Kombes Roma masih enggan membeberkannya. "Yang pasti, dugaannya, suap ya," katanya saat konpers kasus ini di Mapolda Metro, Sabtu (23/5/2020) lalu.
Informasi yang didapat Warta Kota juga menyebutkan bahwa dalam dokumen kasus yang dilimpahkan KPK ke kepolisian diketahui dari keterangan saksi bahwa pada hari Rabu tanggal 13 Mei 2020 saat Rapat Pimpinan Khusus (Rapimsus) UNJ di ruangan
Gedung Rektorat, secara fisik dan Zoom Online, yang dipimpin oleh Rektor UNJ saudara Komaruddin
disepakati akan mengumpulkan uang untuk THR kepada pihak
eksternal.
Yakni pegawai Kemendikbud yang pernah membantu mengurus
kenaikan jabatan dosen M, S dan WA.
Rapat itu dihadiri oleh para Wakil Rektor, para Dekan Fakultas, para Kepala Biro dan Kepala
Lembaga UNJ.
Lalu Komaruddin melalui Whatsapp memerintahkan DAN selaku
Kabag Kepegawaian UNJ menghimpun uang dimaksud sehingga dilaksanakan dan mencapai Rp.55 Juta.
Uang rencananya diserahkan Dwi alias DAN pada Rabu 20 Mei 2020, di Lantai 5 Gedung Kemendikbud.
Namun pejabat yang dimaksud tidak ada di kantor karena melaksanakan work from home (WFH) hingga akhirnya Dwi Achmad Noor diamankan dan di OTt tim KPK dan Itjen Kemendikbud.
Sebelumnya Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyatakan bahwa pelimpahan kasus dugaan suap THR pejabat Kemendikbud, ke kepolisian atau Polda Metro Jaya, bukanlah hal istimewa.
Menurut Fikri, sebelumnya sudah beberapa kali KPK melimpahkan kasus ke penegak hukum lain seperti polisi atau jaksa, jika dalam pemeriksaan awal pihaknya tidak menemukan adanya perbuatan suap atau korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.
"Jadi perlu kami tegaskan bahwa KPK tidak hanya kali ini melimpahkan kasus ke penegak hukum lain. Jadi tidak hanya sekali ini," kata Ali Fikri di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (23/5/2020).
Sebelumnya kata Ali Fikri sudah pihaknya pernah melimpahkan kasus ke kepolisian atau kejaksaan.
"Dan sama alasan salah satunya adalah ketika kita mendalami dan memeriksa semuanya dalam tangkap tangan, karena tidak ditemukan perbuatan pelaku penyelenggara negara maka kami limpahkan ke penegak hukum lain," kata Ali Fikri.
Meski begitu kata dia saat kasus dilimpahkan, KPK tidak serta merta lepas tangan namun tetap melakukan supervisi kasus tersebut.
"Jadi kita membangun sinergitas dengan koordinasi dan supervisi bersama penegak hukim lain," katanya.
Seperti diketahui kasus dugaan suap THR pejabat Kemendikbud hasil tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dilimpahkan KPK ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Alasannya, KPK tidak menemukan adanya perbuatan tindak pidana yang dilakukan penyelenggara negara dalam pemeriksaan terhadap 7 orang yang diduga terlibat.
Namun, apakah kasus akan kembali ditangani KPK, jika nantinya polisi menemukan adanya indikasi keterlibatan penyelenggara negara?
Ali Fikri mengatakan memang sangat mungkin dalam penyelidikan polisi ada temuan keterlibatan penyelenggara negara dalam kasus itu.
"Tentu itu sangat mungkin. Lalu pertanyaannya, jika ada temuan keterlibatan penyelenggara negara, apakah kasus diambil alih kembali oleh KPK?," katanya di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (23/5/2020).
Menurut Ali Fikri, kasus ini sudah dilimpahkan ke polisi dan tetap akan ditangani polisi meskipun nanti ada keterlibatan penyelenggara negara dalam dugaan suap atau tindak pidaka korupsi.
"Saya kira kita sudah mendengar dan melimpahkan kasus ini ke polisi sebagai tindak lanjut dari kordinasi dan supervisi. Kalau ditemukan polisi yang statusnya penyelenggara negara, maka polisi bisa terus menindaklanjuti," kata Ali Fikri.
Sebab kata Ali Fikri, kepolisian dan kejaksaan tidak dibatasi adanya keharusan pelaku adalah penyelenggara negara seperti KPK.
"Jadi siapa saja pelakunya, bisa ditangani polisi dan jaksa. Tidak seperti KPK yang dibatasi dimana harus ada penyelenggara negara," kata Ali Fikri.
Ia mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan suap THR pejabat Kemendikbud, Rabu (20/5/2020) bukan dilakukan hanya oleh tim KPK saja.
Dalam hal itu, kata Fikri, tim KPK diminta bantuan mendampingi Inspektorat Jenderal Kemendikbud.
Sehingga kata dia pada akhirnya, karena tidak ditemukan perbuatan tindak pidana oleh pelaku penyelenggara negara, pihaknya melimpahkan kasus itu ke Polda Metro Jaya.
"Perlu kami jelaskan lebih dahulu, bahwa ini merupakan kegiatan tangkap tangan dimana KPK diminta bantuan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud. Jadi bukan oleh KPK, tapi KPK mendampingi," kata Ali Fikri di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (23/5/2020).
Ia menjelaskan Inspektorat Jenderal Kemendikbud meminta bantuan KPK, karena ada informasi bahwa ada dugaan penyerajan sejumlah uang kepada pejabat di Kemendikbud.
"Info yang diperoleh KPK seperti itu saat Inspektorat Jenderal Kemendikbud meminta bantuan untuk mendampingi," kata Ali Fikri.
Karenanya kata dia tim KPK bergerak bersama tim dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud.
"Di sana, kami amankan DAN
Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta dan menyita barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp 27.500.000," kata Ali Fikri.
Ali Fikri meluruskan bahwa saat OTT pihaknya hanya mengamankan DAN.
"Dan bukan seperti berita yang beredar bahwa kami mengamankan juga Rektor UNJ," katanya.
DAN, kata Ali Fikri, jelas bukanlah penyelenggara negara seperti yang tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih KKN.
Sementara Rektor UNJ kata Ali Fikri memang penyelenggara negara, namun saat dipanggil dan dimintai keterangan bersama beberapa orang lainnya, belum ditemukan ada perbuatan tindak pidana yang dilakukannya.
"Setelah kami mengamankan DAN, kamj periksa 6 orang lainnya sesuai keterangan DAN, jadi total ada 7 orang. Dari pemeriksaan belum ditemukan adanya perbuatan pidana dari pelaku penyelenggara negara. Karenanya kami berkordinasi dan melimpahkan kasus ini ke polisi," kata Ali Fikri.
Ia menjelaskan sesuai Pasal 11 UU KPK, sebagai aparat hukum KPK memiliki ciri khas.
"Dalam Pasal 11 sudah sangat jelas KPK punya kewenangan meyelidiki, menyidik dan menuntut, salah satunya berkaitan dengan penyelenggara negara. Ayat 2 kemudian menyeburkan jika dalam hal tidak memenuhi ketentuan penyelenggara negara maka KPK wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ke kepolisian atau kejaksaan," paparnya.
Tetapi setelah dilimpahkan kata Ali Fikri, KPK tidak serta merta lepas tangan. "Di ayat berikutnya, dijelaskan kami di KPK tetap melakukan supervisi atas kasus yang sudah diserahkan. Jadi meski kasus ini sekarang ditangani Polda Metro Jaya, KPK tetap melakukan supervisi," katanya.
Atas latar belakang itulah, kata Ali Fikri, pihaknya melimpahkan kasus dugaan suap itu ke polisi. "Sebab dari pemeriksaan total 7 orang, belum ditemukan perbuatan tindak pidana pelaku penyelenggara negara. Sehingga kami limpahkan ke polisi," katanya.
Sementara itu, Polda Metro Jaya akhirnya membeberkan dan menjelaskan kasus dugaan suap tunjangan hari raya (THR) pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) oleh jajaran pimpinan Universitas Jakarta (UNJ), yang dilimpahkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari hasil gelar perkara yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya atas kasus itu, untuk sementara belum ditemukan adanya tindak pidana suap dan korupsi. Sehingga belum ada tersangka dalam kasus ini serta ke 7 orang yang sempat diamankan dan diserahkan ke Polda Metro Jaya dipulangkan dan dikenakan wajib lapor.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menjelaskan dari hasil gelar perkara itu belum ditemukan ada tindak pidana. Karenanya 7 orang yang diduga terlibat dan sempat diserahkan KPK ke Polda Metro Jaya, akhirnya dipulangkan.
"Ke 7 orang itu kami kenakan wajib lapor. Untuk kasusnya sendiri masih terus didalami dan diselidiki Ditreskrimsus Polda Metro Jaya," kata Yusri dalam konpers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (23/5/2020).
Ketujuh orang yang dipulangkan itu adalah Rektor Universitas Negeri Jakarta Komarudin, Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemdikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemdikbud Diah Ismayanti, Staf SDM Kemdikbud Dinar Suliya, dan Staf SDM Kemdikbud Parjono.
"Meski ke 7 orang itu dipulangkan, penyidik akan memanggil mereka kembali untuk diklarifikasi serta kemungkinan saksi lainnya," kata Yusri.
Yusri menjelaskan pelimpahan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh salah seorang pegawai UNJ kepda pegawai kemendikbud RI, dilakukan pada Kamis 21 Mei 2020.
Pelimpahan dilakukan KPK ke Polres Jakarta Selatan. "Yang dilimpahkan pada kasus ini, dalam bentuk dokumen satu bundel dan 7 orang yang diduga terlibat dari UNJ dan pegawai Kemendikbud," kata Yusri.
Kemudian kata Yusri, pada Jumat (22/5/2020) siang, kasus itu diambil alih oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, termasuk dokumen dan 7 orang yang diduga terlibat.
"Dari penyidik kemudian dilakukan gelar perkara untuk mengetahui konstruksi peristiwanya seperti apa. Hasil gelar perkara yang dilakukan, belum ditemukan ada tindak pidana. Sehingga ke 7 orang itu untuk sementara dipulangkan dan dikenakan wajib lapor," kata Yusri.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Roma Hutajulu mengatakan meski memulangkan ke 7 orang itu, pihaknya memastikan tetap mendalami kasus dugaan suap ini dengan supervisi dari KPK.
"Kami tetap menindaklanjuti proses penyeldikan dalam rangka mencari dan menemukan peristiwa tindak pidananya," kata Roma.
Seperti diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus suap tunjangan hari raya (THR) pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke Polda Metro Jaya.
Sebelumnya KPK sempat menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dwi Achmad Noor yang diduga telah menyerahkan uang THR kepada sejumlah pejabat Kemdikbud.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/5/2020) itu, KPK juga sempat menyita barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp 27.500.000 dari tangan DWI.
Pelimpahan kasus ini ke Polri lantaran KPK tak menemukan unsur penyelenggara negara yang menjadi kewenangan KPK.
Hal ini berdasarkan permintaan keterangan yang dilakukan KPK terhadap Dwi Achmad Noor dan sejumlah pihak terkait lainnya, termasuk Rektor UNJ Komarudin.
Selain Komarudin dan Dwi Achmad Noor, sejumlah pihak yang sempat dimintai keterangan oleh KPK, di antaranya, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ Sofia Hartati; Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, Tatik Supartiah; Karo SDM Kemendikbud Diah Ismayanti; serta dua staf Kemendikbud Dinar Suliya dan Parjono.
Kasus ini bermula saat Rektor UNJ, Komarudin meminta sejumlah dekan fakultas dan lembaga penelitian di lingkungan UNJ mengumpulkan uang masing-masing Rp5 juta melalui Dwi.
Uang itu rencananya diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan sejumlah staf SDM di Kemendikbud sebagai uang THR.
Pada Selasa (19/5/2020), terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari 8 Fakultas, 2 Lembaga Penelitian dan Pascasarjana.
Keesokan harinya, atau sehari sebelum ditangkap, Dwi sempat menyerahkan uang 'THR' sejumlah Rp 5 juta kepada Karo SDM Kemendikbud, Rp 2,5 juta kepada Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, serta Parjono dan Tuti selaku staf SDM Kemendikbud masing-masing sebesar Rp 1 juta.
Setelah itu Dwi Achmad Noor diamankan KPK dan Itjen Kemendikbud.(bum)