Berita Nasional

Dulu Dilarang, Menteri KKP Edhy Prabowo Izinkan Pakai Cantrang, Susi Pudjiastuti Sindir Begini

Menteri KKP Edhy Prabowo, mengizinkan 8 alat tangkap ikan baru yang boleh digunakan nelayan, salah satunya adalah cantrang.

Kolase foto/net
Menteri KKP Edy Prabowo ijinkan pakai cantrang padahal dulu Susi Pudjiastuti sempat larang 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan ( KKP) Edhy Prabowo, mengizinkan 8 alat tangkap ikan baru yang boleh digunakan nelayan, salah satunya adalah cantrang.

Padahal, penggunaan cantrang dilarang di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Meski bertolak-belakang dengan pendahulunya soal cantrang, Edhy mengaku punya alasan sendiri.

Menurut dia, cantrang juga menyangkut hajat hidup nelayan-nelayan kecil tradisional.

"Ini bukan ngomong pengusaha besar. Banyak rakyat yang juga punya cantrang," ucap Edy seperti dikutip pada Sabtu (4/7/2020).

Lima Kapal Nelayan di Perairan Pulau Untung Jawa Disergap karena Tangkap Ikan Dekat Keramba Warga

Menteri Susi Larang Nelayan Tangkap Ikan Tuna di Laut Banda Maluku

Kata Edhy, arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan meliputi perlindungan dan pemberdayaan nelayan untuk peningkatan pendapatan nelayan dan optimalisasi penyerapan lapangan pekerjaan.

Dia menegaskan, kebijakan cantrang bukanlah kebijakan instan dan tanpa kajian.

Menurutnya, kedua regulasi ini ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya.

Penangkap ikan cantrang
Penangkap ikan cantrang (antara foto)

Kebijakan cantrang misalnya, Edhy melihat banyak benturan antar-nelayan dengan nelayan tradisional.

Oleh karena itu, untuk mengakomodasi persoalan tersebut, KKP melakukan penataan sesuai zonasi.

Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 Tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Lewat keputusan ini juga, Edhy juga mengganti beleid era Susi Pudjiastuti yang mencantumkan larangan penggunaan cantrang.

Dalam aturan baru, delapan jenis alat tangkap baru yang diperbolehkan antara lain pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagis besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis, dan huhate mekanis.

Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Ikan KKP, Trian Yunanda mengingatkan,  sekarang pengawasan terus dilakukan termasuk kapal cantrang yang harus selaku mengaktifkan transmitter-nya saat melaut.

"Semangatnya, kita melakukan pengaturan kembali, pengendalian, supaya ini betul-betul bisa kita kontrol," kata dia seperti dikutip dari Antara.

Trian mengatakan, upaya legalisasi ini sebetulnya adalah rencana pemerintah dalam pengaturan pengendalian alat tangkap.

Ada beberapa standar yang ditetapkan seiring dilegalkannya alat-alat tangkap tersebut.

"Tentunya ada standar SNI yang ditetapkan, memenuhi standar keramahan lingkungan. Nanti (diatur) dengan pengaturan-pengaturan, kuota, dan termasuk pengawasannya nanti kita bisa kendalikan semuanya," kata Trian.

Trian menjelaskan, karakteristik alat tangkap cantrang berbeda dengan trawl.

Saat ikut serta dalam mobilisasi kapal bercantrang ke Natuna Utara, dia melihat cantrang tidak merusak karena tahu persis bedanya cantrang dengan trawl.

"Orang bilang cantrang merusak. Malah cantrang hasil tangkapannya agak sulit di sana (Natuna Utara). Itu terpengaruh dengan arus yang kuat. Ini membuktikan cantrang itu beda karakteristiknya dengan trawl," ungkap dia.

Disindir Susi

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut melegalkan cantrang sama saja mendorong eksploitasi besar-besaran pada sumber daya perikanan perairan Indonesia.

"Ikan sudah banyak saatnya kapal-kapal raksasa cantrang, trawl, purseiners, dan lain-lain mengeruk kembali. Saatnya panen bibit lobster yang sudah ditunggu-tunggu Vietnam. Inilah investasi yang kita banggakan," sindir Susi melalui akun Twitternya.

Susi juga mengkritisi revisi peraturan perikanan tangkap, yang kembali mengizinkan kapal-kapal ikan berukuran di atas 200 gross ton (GT) kembali beroperasi.

Susi Pudjiastuti Tidak Percaya Keputusan Legalkan Ekspor Bibit Lobster Berasal dari Visi Misi Jokowi

Persentase skala usaha sebesar 22 persen.

Susi berujar, kapal di atas 100 GT biasanya dilengkapi cantrang berukuran lebar dengan daya sapu (sweeping) hingga kedalaman laut.

Kapal di atas 70 GT saja, kata Susi, dilengkapi panjang tali cantrang paling pendek 1,8 - 2 kilometer.

Praktis, cantrang sebesar itu mampu menangkap ikan hingga ke dasar laut, karena kedalaman beberapa laut tak lebih dari 100 meter, seperti Laut Pantura.

Akibatnya, sumber daya perikanan bisa tergerus habis. "Ini kapal cantrang yang kecil. Yang gede di atas 100 GT, talinya bisa 6 kilometer. Sweeping dasar lautnya bisa mencapai lebih dari 500 Ha," ujar Susi.

Bahaya cantrang

Kominfo menjelaskan cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan.

Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan.

Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.

Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 meter (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 meter) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas.

Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal.

Pada kapal berukuran di atas 30 gross ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 meter.

Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 meter, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha.

Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.

Berdasarkan hasil penelitian di Brondong - Lamongan (IPB, 2009) hanya 51 persen hasil tangkapan cantrang yang berupa ikan target, sedangkan 49 persen lainnya merupakan nontarget.

Adapun hasil penelitian di Tegal (Undip, 2008), penggunaan cantrang hanya dapat menangkap 46 persen ikan target dan 54 persen lainnya nontarget yang didominasi ikan rucah.

Ikan hasil tangkapan cantrang ini umumnya dimanfaatkan pabrik surimi dan dibeli dengan harga maksimal 5000/kg.

Sedangkan tangkapan ikan nontarget digunakan sebagai pembuatan bahan tepung ikan untuk pakan ternak.

Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara nelayan Pantura dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggambarkan kondisi Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang pada tahun 2004 berjumlah 3.209 unit, meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun berjumlah 10.758 unit.

Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari 8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007. 


Dikarenakan telah overfishing, para nelayan di Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) lainnya.

Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.

Selain itu, dalam Uji Petik yang dilakukan pada tanggal 21 hingga 23 Mei 2015 menunjukkan, hasil pengukuran 10 unit kapal di Kabupaten Tegal dan 5 unit kapal di Kabupaten Pati terdapat indikasi markdown yang menyebabkan banyak izin kapal Cantrang berukuran besar hanya diterbitkan di tingkat Provinsi.

Untuk menanggulanginya, KKP telah mengambil langkah pengukuran ulang dan pengelompokan kategori ukuran kapal berdasarkan hasil pengukuran tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT.

Adapun kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :

Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net.

Kapal 10 – 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat.

Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718.

Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian.

Berbagai alat tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda.

Meskipun demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang.

Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. **Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo

  (Sumber: KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dilarang di Era Susi, Kenapa Edhy Prabowo Berkeras Legalkan Cantrang?"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved