PPDB Jakarta

Gerakan Emak dan Bapak Protes PPDB DKI Jakarta yang Mengutamakan Usia Tua

Sejumlah orangtua siswa terdampak PPDB DKI Jakarta yang tergabung dalam Geprak melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Balaikota DKI

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Yupratomo DP
Tribunnews/Herudin
Orangtua murid mengelar aksi di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6/2020) 

Ditengah proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online yang sedang berlangsung saat ini, Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan menggelar aksi.

Mereka menggeruduk kantor Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (23/6).

Mereka mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghapus kebijakan yang mengutamakan pelajar berusia lebih tua ketimbang yang muda dalam PPDB online.

Batas Waktu hanya Sampai 24 Juni, Ini Tata Cara Lapor Diri Online PPDB 2020 Jakarta Jalur Afirmasi

Batas Waktu hanya Sampai 24 Juni, Ini Tata Cara Lapor Diri Online PPDB 2020 Jakarta Jalur Afirmasi

Koordinator aksi, Agung Wibowo Hadi mengatakan, seleksi berdasarkan usia cenderung diskriminatif kepada para pelajar yang lebih muda untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri.

Sebab peluang mereka sangat minim karena tersingkir oleh pelajar lain yang berumur lebih tua.

"Alasan pemerintah yang mengutamakan peserta didik lebih tua dalam seleksi PPDB untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang kurang mampu secara ekonomi, dinilai kurang efektif," kata Agung di lokasi.

Agung mengatakan, kebijakan itu tidak efektif karena peserta didik yang kurang mampu sebetulnya dapat memakai jalur afirmasi, inklusi dan jalur lainnya yang memang dikhususkan untuk peserta didik dengan kriteria tertentu.

Meski keputusan pemerintah daerah ini mengacu pada Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK, namun setidaknya DKI mengambil peran untuk warganya.

Apalagi Pemprov DKI Jakarta ditunjuk sebagai unsur penyelenggara pemerintah yang memimpin pelaksanaan dalam proses penerimaan tersebut.

Tercatat ada dua permintaan mereka kepada DKI. Di antaranya mengganti usia sebagai parameter utama dalam seleksi PPDB jalur zonasi yang berbasis kelurahan dan nilai rata-rata Sistem Informasi Pendataan Nilai Rapor (Sidanira) dan Akreditasi Sekolah.

Kedua, memberikan kuota yang lebih besar kepada jalur prestasi akademik sebagai bentuk keadilan bagi siswa yang berusia lebih muda agar mempunyai peluang yang sama dengan siswa lain dalam hal PPDB.

"Besar harapan kami kiranya bapak Gubernur DKI Jakarta untuk mempertimbangkan dan menerima tuntutan kami demi terciptanya keadilan bagi warga Jakarta," ujarnya.

Pendemo lainnya, Ratu Yunita mengaku merasakan dampak dari kebijakan ini.

Anaknya yang ingin masuk ke SMA Negeri melalui jalur prestasi non-akademik dan afirmasi, terpaksa tersingkir pada proses penerimaan pada pekan lalu.

Sebab usia anaknya 15 tahun, sementara nilai rata-rata anaknya mencapai 83.

"Kalau kebijakan ini terus diberlakukan, anak yang usianya lebih muda justru banyak yang didorong untuk bersekolah di swasta," kata Ratu.

Oleh karenanya, Ratu mendesak DKI Jakarta untuk menghapus kebijakan tersebut, terutama saat jalur zonasi yang dibuka pada 25 Juni 2020 mendatang.

Kebijakan ini dinilai sangat diskriminatif kepada para siswa yang cenderung usianya lebih muda.

"Jujur saja, anak saya sampai tersingkir dengan usia lain yang lebih tua," ujar Ratu. (faf)

Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved