Pendidikan

Polemik Diskusi BEM UI, Dosen Fakultas Hukum UI: Bukan Diskusi Ilmiah

Polemik Diskusi BEM UI, Dosen Fakultas Hukum UI : Bukan Diskusi Ilmiah

Editor: Dwi Rizki
Warta Kota/budi sam law malau
Mahasiswa pengurus BEM UI membacakan sikap dan surat terbuka mereka, terkait undangan Wantimpres di Stasiun KA Kampus UI di Kompleks Kampus UI, Selasa (21/4/2015). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Polemik diskusi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) bertajuk #PapuanLivesMatter beberapa hari lalu disoroti banyak pihak. 

Termasuk Dosen Fakultas Hukum UI Chudry Sitompul, S.H.,M.H.

Dirinya mengatakan terselenggaranya acara diskusi #PapuanLivesMatter dinilai peran pembicara tidak mewakili beberapa pihak, sehingga acara tersebut tidak komprehensif. 

Acara tersebut ditegaskannya tidak dapat diterima untuk mewakili Universitas Indonesia.

"Tema yang diangkat oleh BEM UI berkaitan dengan hukum yang bersifat tidak bersifat apartheid, mengenai hak-hak manusia. Pemerintah tidak melakukan seperti yang dibicarakan dalam diskusi tersebut," ungkap Chudry pada Selasa (16/6/2020). 

"Pandangan opini seseorang tertentu berkaitan dengan isu diskusi yang missleading, tidak benar pemerintah melakukan tindakan kekerasan ke papua. Hal tersebut hanya tindakan hukum yang dilakukan pemerintah menangani Papua," tambahnya. 

Dirinya menyesalkan BEM UI mengadakan diskusi yang tidak menyertakan kaidah ilmiah, rujukan-rujukan, dan teori-teori. 

Sebab, diskusi menurutnya harus disampaikan secara ilmiah, sehingga tidak membawa dampak buruk terhadap instansi dan publik. 

"Dikarenakan diskusi hanya pendapat pribadi dan bukan cara ilmiah, substansi tersebut tidak dapat diterima sepenuhnya dan perlu diteliti," jelas Chudry.

"Hal tersebut dapat menjadi fitnah bagi Pemerintah yang cenderung membawa isu rasisme yang dilakukan pemerintah," ujarnya

Mahasiswa UI menurutnya tidak seharusnya melakukan pembahasan tersebut tanpa ada dasar-dasar dan metodologi ilmiah. 

Walaupun diskusi dipaparkannya merupakan kebebasan pendapat, atau biasa disebut kebebasan akademik dalam lingkup universitas.

"Jika hal tersebut adalah kebebasan akademik harusnya membawa hal ilmiah dan metodologinya," jelas Chudry.

"Kalau seperti diskusi yang lalu, berarti hanya sekedar orasi mahasiswa," tutupnya.

Picu Polemik 

Diberitakan sebelumnya, Diskusi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) bertajuk #PapuanLivesMatter beberapa hari lalu, memicu polemik. 

Berbagai pihak menilai kebebasan berpendapat menjadi hak warga negara. 

Sedangkan pihak lainnya menilai pernyataan BEM UI terkait kehidupan di tanah Papua tidak mewakili civitas UI. 

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia Michael Manufandu mengatakan, terselenggaranya acara diskusi #PapuanLivesMatter merupakan hak warga negara mengenai kebebasan berpendapat. 

Namun ditekankannya, terdapat peraturan dan etika publik agar masyarakat dapat tetap santun dalam tutur kata dan memberikan pendapat. 

"Universitas Indonesia dengan berbagai perangkat pimpinan atau rektornya mempunyai kewenangan untuk menghasilkan produk mahasiswa yang bagus, bernilai tinggi, dan berkarakter," ungkap Michael Manufandu pada Senin (15/6/2020). 

"Memang perlu dipertanyakan, banyaknya pelanggaran pada acara tersebut. Perlunya teguran, peringatan, sanksi dan lain-lain, agar dapat mengevaluasi diskusi yang menyebabkan dampak yang meluas di ranah publik," jelasnya.

Pelanggaran tersebut disebutkannya berupa diskusi yang dinilai mengandung unsur berbeda pendapat yang ekstrim. 

Oleh karena itu, keteraturan, hirarki, prosedur, dan metode perlu diterapkan oleh organisasi yang di usung BEM UI

Sebab menurutnya, Universitas Indonesia mempunyai aturan berlaku dalam membina mahasiswa. 

Organisasi BEM UI pun ditegaskan Michael Manufandu harus berjalan sesuai aturan sesuai dengan hirarki organisasi. 

"Universitas Indonesia memberlakukan aturan tersebut dan akan menekankan kembali kepada BEM UI. Keteraturan, hierarki, prosedur dan metoda akan diberlakukan sesuai ketetapan terlebih pada BEM UI," jelas Michael Manufandu.

"Kebebasan berpendapat harus diatur agar tidak menyalahi aturan yang berlaku", lanjutnya.

Sehubungan dengan adanya diskusi #PapuanLivesMatter, pihaknya kembali menekankan kepada Universitas bagaimana pimpinan Universitas memberikan reward dan punishment bagi organisasi BEM UI yang telah menyelenggarakan acara tersebut. 

Jika pimpinan universitas melihat adanya pertentangan, katanya harus diberikan sanksi tersendiri. 

"Kebebasan akademisi harus berpikir realistis berpikir bagaimana dampak yang akan terjadi," jelas Michael Manufandu. 

"Pimpinan harus melihat bagaimana ke depan dampak tersebut, sebagaimana acara yang sama," ungkapnya.

Ajukan Izin

Terkait hal tersebut, Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia mengatakan BEM UI sudah mengajukan perizinan untuk mengadakan acara diskusi #PapuanLivesMatter. 

Namun surat baru diterima Direktorat Mahasiswa (Dirmawa) pukul 11.00 WIB dan kegiatan dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB. 

Pihak Dirmawa sudah memberikan saran berdasarkan narasumber yang terlihat hanya satu pihak perlu dievaluasi, untuk mengikuti sertakan pihak pro dan kontra sehingga acara terselenggara dengan baik. 

Akan tetapi, acara tersebut tetap berlangsung sesuai jadwal. 

Pihak Dirmawa sudah memberikan tanggapan namun tidak ada lagi komunikasi dengan pihak BEM UI.

"Ketika diskusi publik hanya ada narasumber satu pihak maka perlu dievaluasi kegiatan tersebut, agar tidak terjadi pro dan kontra di masyarakat atau ranah publik," ungkap Amelita Lusia.

"Diskusi yang baik perlu ada perbedaan pendapat, sehingga tidak seperti diskusi #PapuanLivesMatter. Perlu ada pembanding dari pihak pro dan kontra," ujarnya

Sanksi yang diberikan untuk BEM UI akan dipertimbangkan oleh civitas akademika, sehingga membuat efek jera kepada mahasiswa.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved