Omnibus Law

RUU Cipta Kerja Bisa Ciptakan Lapangan Kerja Bagi Anak Muda? Begini Penjelasan Lengkapnya

Terkait RUU Cipta Kerja menciptakan lapangan kerja itu, diterangkan Ketua Badan Kajian Strategis Al Washliyah Sumatera Utara, Eko Marhaendy.

Penulis: Rangga Baskoro | Editor: PanjiBaskhara
istimewa
Eko Marhaendy, Ketua Badan Kajian Strategis Al Washliyah Sumatera Utara. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja menciptakan lapangan kerja.

Terkait RUU Cipta Kerja menciptakan lapangan kerja itu, diterangkan Ketua Badan Kajian Strategis Al Washliyah Sumatera Utara, Eko Marhaendy.

Bahkan ia menilai, RUU Cipta Kerja bisa ciptakan lapangan kerja khususnya bagi anak muda atau kaum millenial.

Sebab, terdapat variabel utama RUU Cipta Kerja mendukung peluang terbukanya lapangan kerja tersebut.

Temuan BKS Al Washliyah Sumatera Utara, Pemahaman Publik Terhadap RUU Cipta Kerja Masih Kurang

Dewan Tafkir PP Persis Apresiasi Semangat Pemangkasan Perizinan bagi UMKM dalam RUU Cipta Kerja

Ketua FBR: Melihat Kontroversi RUU Cipta Kerja Harus Dengan Pikiran Terbuka

"Kalau saya sebetulnya memahami variabel RUU Cipta Kerja sendiri itu seharuanya membuka lapangan kerja begitu bagi anak muda"

"Sebab, variabel cipta kerja sendiri digunakan dalam RUU itu kan," ujar Eko saat dihubungi, Senin (18/5/2020).

Lapangan pekerjaan baru sangat dibutuhkan, terutama usai pandemi corona.

Badan Pusat Statistik alias BPS merilis data ketenagakerjaan terkini.

Tingkat pengangguran berada di bawah 5 persen pada Februari 2020 atau terendah sejak era 1990-an.

Namun, keadaan telah berubah drastis seiring banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan atau usahanya terhenti seiring pembatasan sosial mulai Maret 2020.

BPS mencatat, jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,68 juta orang pada Februari 2020.

Tingkat pengangguran 4,8 persen dari total angkatan kerja yang sebanyak 137,91 juta orang.

Ribuan buruh dari tujuh serikat buruh di Sumsel berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumsel, Rabu (11/3/2020). Mereka menuntut agar RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law tidak disahkan.
Ribuan buruh dari tujuh serikat buruh di Sumsel berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumsel, Rabu (11/3/2020). Mereka menuntut agar RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law tidak disahkan. (KOMPAS/RHAMA PURNA JATI)

Eko mengaku sudah membedah klaster kenegakerjaan di RUU Cipta Lapangan Kerja.

Khusus pada klaster itu, dia mengatakan sudah cukup banyak mendapat perbaikan, salah satunya dalam menciptakan lapangan kerja bagi kalangan milenial.

Menurut Eko lewat RUU Cipta Kerja aturan-aturan tentang investasi yang selama ini tumpang tindih dapat diatasi.

Dia mencatat ada 79 UU yang nantinya menjadi satu kesatuan jika RUU tersebut disahkan. Akibatnya, peluang lapangan kerja akan terbuka lebar.

Ilustrasi llapangan kerja.
Ilustrasi llapangan kerja. (thinkstockphotos)

"Sebetulnya kalau kita baca, misalnya di UU Ketenagakerjaan yang lama itu begitu banyak klausul yang sebenarnya sudah dimuat pada pasal sebelumnya ditegaskan lagi. Jadi itu yang namanya sebagai tumpang tindih salah satunya," ujarnya.

Terkait pembahasan RUU Ciptaker, Eko menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR harus tetap melaksanakan tugasnya di bidang legislasi.

Dia menilai pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi seharusnya tidak menjadi hambatan untuk membahas RUU Cipta Lapangan Kerja yang terbilang penting.

"Saya pikir situasi pandemi ini tidak juga harus menghambat kerja-kerja penyelenggara negara. Itu memang harus dibahas ya," ujar Eko.

Adapun pembahasan dilakukan secara virtual, dia menilai hal itu jangan persoalkan. Sebab, dia mengatakan hal itu hanya merupakan teknis.

“Itu kan cuma soal teknis, tapi memang pembahasannya enggak ada masalah," ujarnya.

Kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan

RUU Cipta Kerja, ternyata diyakini bisa mengatasi perekonomian di Indonesia.

Ya, pernyataan RUU Cipta Kerja bisa mengatasi persoalan tumpang tindih kebijakan sektor ekonomi di Indonesia, diungkap Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf.

Asep Warlan Yusuf menilai RUU Cipta Kerja merupakan peraturan yang dibutuhkan, untuk mengatasi persoalan tumpang tindih kebijakan di sektor ekonomi.

Dirinya melihat, pada sektor perizinan RUU Cipta Kerja, dinilai sangat membutuhkan kehadiran aturan tersebut.

“Saya sangat setuju dengan adanya RUU (Cipta Kerja) ini. Tapi perlu ada pendalaman yang lebih baik,” ujar Asep saat dihubungi, Kamis (30/4).

Asep mengatakan aturan di sektor perizinan banyak mengalami tumpang tindih antara pusat dan daerah.

Sehingga, dia menilai perlu ada penyelesaian dan pembenahan lewat RUU Cipta Kerja.

Lebih lanjut, Asep mengatakan Omnibus Law jangan dilihat dari satu sisi.

Dia mengatakan RUU Cipta Kerja memiliki sisi yang bisa menerabas birokrasi yang selama ini menghambat perekonomian.

“Dengan RUU ini bisa diselesaikan yang seperti itu. Seluruh UU yang digabung dalam Omnibus Law itu ada masalah tumpang tindihnya"

"sehingga perlu diselesaikan dan ditata lewat RUU Cipta Kerja ini,” ujarnya.

Di sisi lain, Asep berkata semua pihak harus dilibatkan dalam merumuskan RUU Cipta Kerja.

Dia berkata dalam proses pembentukan sebuah UU harus ada partisipasi publik yang terdampak.

Adapun kelebihan, Asep menyampaikan RUU Cipta Kerja membuat proses penyusunan UU yang tumpang tindih hingga inkonsisten menjadi lebih cepat.

Omnibus Law, kata dia, bisa diharmoni dengan aturan lain.

“Maka dengan RUU Cipta Kerja bisa sangat positif. Kedua, relatif lebih cepat. Karena satu-satu sektor akan memakan waktu,” ujar Asep.

Asep menambahkan RUU Cipta Kerja bisa mendorong percepatan bidang ekonomi yang diharapkan oleh semua pihak saat ini.

“Kalau ini akan lambat sekali dalam penyusunannya pasti akan ada juga pelambatan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Lebih dari itu, RUU Cipta Kerja bisa membereskan secara struktural hubungan pusat dan daerah.

Kalau aturan masih terpisah, dia yakin masalah pusat dan daerah masih akan terjadi.

Omnibus Law Mampu Atasi Regulasi Pascacovid-19

Sebagai dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat situasi pendemi seperti saat ini mengkibatkan banyak pekerja di sektor informal tidak bisa mencari penghasilan seperti biasa.

Menyikapi hal itu, pakar hukum tata negara Fahri Bachmid berharap pemerintah membuat kebijakan yang fokus untuk menciptakan lapangan kerja atau peluang usaha untuk mengatasi hal tersebut

"Skenario utama yang harus disiapkan oleh pemerintah adalah membuka lapangan kerja," ujar Fahri dalam keterangnya, Sabtu (25/4/2020).

Fahri mengakui kebijakan menyediakan lapangan kerja tidak bisa dengan mudah dilahirkan.

Pasalnya, saat ini pemerintah tengah menghadapi tantangan pandemi yang masih berlangsung.

Selain itu, perusahaan saat ini membatasi aktivitasnya.

"Semoga saja penyelesaian pandemi sesingkat-singkatnya. Dalam artian dalam waktu dekat sudah bisa berkurang," ujarnya.

Fahri mengatakan, kebijakan yang saat ini mungkin diciptakan oleh pemerintah adalah yang berbasis aplikasi.

Meski tidak bisa diakomodasi seluruhnya, Omnibus Law berpeluang untuk mengatur kebijakan yang diperlukan saat ini.

Lebih lanjut, Fahri menilai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan salah satu solusi untuk atasi berbagai masalah lapangan kerja yang terdampak akibat pandemi Covid-19.

Misalnya, dia mengatakan, Omnibus Law Ciptakerja membahas perihal aturan yang sejalan dengan situasi saat ini.

"Salah satu agenda yang terpenting adalah bagaimana memasukkan situasi ini dalam sejumlah pasal-pasal krusial dalam pasal Omnibus Law"

"termasuk bagaimana pekerjaan itu diselesaikan secara jarak jauh misalnya. Itu harus dipikirkan oleh pemerintah dan DPR," ujar Fahri.

Di sisi lain, Fahri menuturkan, konsep dasar Omnibus Law adalah Undang-Undang payung bagi berbagai kebijakan.

Artinya, dia mengatakan, Omnibus Law bisa mengatur beberapa jenis persoalan yang sudah diatur UU tersendiri.

Dalam UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja misalnya, dia mengatakan, berbagai hal yang berhubungan dengan berbagai izin, ketenagakerjaan, hingga upah yang selama ini tumpang tindih nantinya bisa tertata dengan baik dalam satu aturan.

"Positifnya adalah kita negara regulasi dan persoalan klasik yang dihadapi bangsa ini adalah hyper regulasi. Nah itu bisa diatasi dengan Omnibus Law itu," ucapnya. (ABS/JOS/Wartakotalive.com)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved