Virus Corona Jabodetabek

Tenaga Kesehatan di DKI Alami Perlakuan Kurang Bersahabat dari Tetangga

Alih-alih mendapat apresiasi dari lingkungan rumahnya, tenaga kesehatan di DKI Jakarta justru mendapatkan stigma. Terutama bagi tenaga kesehatan.

dok RSUI
Penampakan ruang perawatan intensif dan isolasi yang ada di RSUI untuk merawat pasien akibat Covid-19 

WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Alih-alih mendapat apresiasi dari lingkungan rumahnya, tenaga kesehatan di DKI Jakarta justru mendapatkan stigma. Terutama bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan, tenaga kesehatan di wilayah setempat mengalami tekanan yang cukup besar. Selain tekanan karena pekerjaannya yang berhadapan dengan penyakit menular.

Mereka juga mendapat perlakuan yang kurang bersahabatan dari masyarakat di tempat tinggalnya,

“Tenaga medis ini mengalami tekanan besar dari pekerjaan, karena sudah mengenakan APD (alat pelindung diri), praktis tidak bisa lakukan apa-apa," kata Anies Baswedan

saat menerima bantuan dampak Covid-19 dari PT Repower Asia Tbk pada Selasa (5/5/2020)

"Tekanan itu juga dirasakannya, Karena tidak bisa dibuka APD itu sampai empat  jam, bahkan kalau sanggup enam jam,” tambahnya.

Para tenaga medis memberi penghormatan terakhir pada salah seorang perawat seniornya yang meninggal dunia karena posotiif virus corona.
Para tenaga medis memberi penghormatan terakhir pada salah seorang perawat seniornya yang meninggal dunia karena posotiif virus corona. (twitter)

Oleh pemerintah, kegiatan itu dipublikasikan ke melalui akun YouTube Pemprov DKI Jakarta pada Rabu (6/5/2020) kemarin. Kata Anies, para tenaga kesehatan juga mengalami hal berat ketika berada di tempat tinggalnya.

Warga di sekitar rumahnya cenderung ‘menjauhi’ tenaga kesehatan karena tahu mereka menangani pasien Covid-19.

Karena itu, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan 700 tempat tidur di hotel yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Jaktour untuk tenaga kesehatan.

“Kami ingin mengubah, bahwa tenaga medis itu bukan sebagai garda depan. Ini berbeda dengan kejadian bencana alam, bahwa garda terdepan adalah tenaga medis,” ujarnya.

“ Kalau semua gagal mencegah dan jebol pertahanan (kesehatan), maka kita jadi pasien lalu masuk garda belakang. Pertahanan terakhir kita adalah tenaga medis untuk revocery (pemulihan),” tambahnya.

Berdasarkan catatannya, dokter spesialis paru-paru di Indonesia ada 800 orang. Sementara di Jakarta ada 200 orang dan merekalah yang menangani pasien Covid-19 di Jakarta.

“Jadi di Jakarta itu (dokter spesialis paru-paru) satu per empatnya dari semua spesialis paru di Indonesia,” ungkapnya. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved