Bulan Suci Ramadan

Niat Puasa Cukup Satu Kali atau Harus Diulang Setiap Hari? Berikut Penjelasan Ustadz Yusuf Mansur

Apakah Niat Puasa Ramadan Cukup Satu Kali untuk Sebulan atau Harus Diulang Setiap Hari? Berikut Penjelasan Ustadz Yusuf Mansur

Editor: Dwi Rizki
wartakota/nur ichsan
Ustaz Yusuf Mansur meminta kepada seluruh umat Muslim, untuk bermimpi untuk mnggapai sebuah cita ciita dan berupaya mewujudkannya dengan berdoa kepada Alloh. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Niat berpuasa di Bulan Ramadan memiliki dua pendapat berbeda, yakni Imam Maliki dan Imam Syafi'i.

Imam Maliki mengajarkan niat puasa Ramadan dapat dilakukan satu kali untuk sebulan.

Sedangkan Imam Syafi'i mengajarkan niat puasa Ramadan harus diulang setiap hari selepas berbuka puasa atau ba'da magrib.

Terkait perbedaan pendapat tersebut, Ustadz Yusuf Mansur memberikan penjelasan dalam psotingan instagramnya @yusufmansurnew; pada Jumat (24/4/2020).

Dalam statusnya tersebut, Ustadz Yusuf Mansur mengunggah sejumlah tangkapan layar postingan seorang sahabatnya bernama Muslih dalam grup whatsapp yang diikutinya.

Tangkapan layar itu berisi penjelasan mengenai perbedaan pendapatn niat puasa berdasarkan ajaran Imam Maliki dan Imam Syafi'i.

Berikut pesan lengkap dari sahabat Ustadz Yusuf Mansur, Muslih dalam gfrup whatsapp :

Cara niat puasa Ramadhan

Pendapat Imam Malik dan pendukungnya : Puasa Ramdhan adalah puasa bersambung dalam satu bulan, oleh karenanya cukup niat sekali di awa bulan Ramadhan untuk puasa sebulan penuh.

Imam Syafi'i dan pendukungnya : Puasa Ramdhan terputus tiap hari setelah berbuka. Oleh karena itu, wajib niat puasa Ramadhan tiap hari.

Solusi : Niat puasa sebulan penuh dilakukan di malam hari pertama puasa Ramadhan (malam ini 24 April 2020) dan tiap hari tetap berniat. Seandainya lupa niat puasa di antara 30 hari, maka niatnya sudah disempurnakan oleh niat sebulan penuh di awal bulan Ramadhan.

Semoga mendapatkan kebenaran dengan bimbingan ALlah SWT. Aamiiin.

Salam kebajikan,

Masmus Wong Cepu

Terkait postingan tersebut, Ustadz Yusuf Mansur terlihat setuju dengan postingan sahabatnya itu. 

Bukan hanya soal niat berpuasa, Muslih diakuinya sudah menjadi rujukan bagi teman sejawatnya dulu.

Muslih bahkan diakui Ustadz Yusuf Mansur telah menjadi guru baginya maupun rekan-rekannya soal kitab kuning.

"Mangga. Manfaat sekali. Beliau ini dari dulu sejak kuliah hari I, dah jd guru kami dan rujukan kami soal kitab kuning," ungkap Ustadz Yusuf Mansur.

"Dari 1992 kami bersahabat. Sekelas, akur semua ampe ke anak2 kami saling kenal. Suka berkumpul. Yaaa Allah... 1992... 2020...
Met shalawat yaaa...," tutupnya.

Pandangan Nahdlatul Ulama Soal Niat Puasa Ramadan

Serupa dengan Ustadz Yusuf Mansur, Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Qur’an Geyongan Arjawinangun Cirebon Jawa Barat, Ustadz M Mubasysyarum Bih menjelaskan, Imam Maliki memiliki pendapat berbeda soal niat puasa Ramadhan dengan ketiga Imam besar lainnya, yakni Imam Hambali, Imam Hanafi dan Imam Syafii.

Menurut Imam Hambali, Imam Hanafi dan Imam Syafii, umat muslim wajib mengulangi niat di setiap kali puasa.

Sedangkan menurut Imam Maliki cukup untuk menjamak niat puasa sebulan di malam pertama bulan Ramadhan. Mereka tidak mewajibkan mengulangi niat di hari berikutnya.

Dikutip dari islam.nu.or.id, Pendapat Malikiyyah ini juga lazim dipakai di Indonesia.

Meski penduduknya mayoritas penganut mazhab Syafi’i, tetapi dalam kasus niat puasa sebulan ini mereka dibimbing oleh para kiai dan masyayikh untuk mengadopsi teorinya mazhab Maliki dalam praktik niat di awal Ramadhan.

Banyak di beberapa masjid dan mushala saat malam pertama Ramadhan masyarakat dibimbing oleh para tokohnya untuk bersama-sama melaksanakan niat puasa sebulan versi mazhab Malikiyyah.

Namun demikian, tuntunan tersebut bukan berarti menyimpulkan tidak perlu niat di hari-hari berikutnya. Masyarakat tetap dibimbing untuk rutin melaksanakan niat puasa setiap hari.

Hal tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi bila mana di kemudian hari lupa niat, puasanya tetap sah dan bisa diteruskan, sebab dicukupkan dengan niat puasa sebulan penuh di awal Ramadhan.

Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH A Idris Marzuqi di dalam karyanya Sabil al-Huda yang berisikan himpunan wadhifah dan amaliyah menegaskan: “Untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadhan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa Ramadhan hanya pada permulaan saja. Dan adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tetapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa,” (KH. A. Idris Marzuqi, Sabil al-Huda, hal. 51).

Di dalam kitab tersebut, ulama kharismatik dari Kediri, Jawa Timur, tersebut mencontohkan lafazh niatnya sebagai berikut:

“Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah” (terjemahan dari penulis).

Problem muncul ketika di awal Ramadhan tidak dapat menjalankan puasa, semisal wanita yang tengah mengalami menstruasi.

Pertanyaannya adalah bisakah seseorang yang baru bisa berpuasa setelah hari pertama Ramadhan berniat puasa versi pendapat Imam Malik di atas?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu memahami konteks dan alasan mengapa pendapat Malikiyyah memperbolehkan menjamak niat di awal Ramadhan.

Para fuqaha Malikiyyah menegaskan bahwa alasan dicukupkannya satu kali niat untuk puasa satu bulan adalah karena satu bulan penuh puasa Ramadhan dihukumi satu kesatuan, sehingga niat di awal Ramadhan sudah mencukupi untuk hari berikutnya.

Selama sebulan, umat Islam diwajibkan berpuasa tanpa ada jeda, seperti satu paket barang tanpa dicampuri sesuatu yang lain.

Oleh karenanya, mazhab Maliki membedakan antara puasa yang wajib dilakukan secara berkelanjutan tanpa ada jeda, seperti Ramadhan, dan jenis puasa yang tidak wajib dilakukan secara berkelanjutan, seperti qadha puasa Ramadhan.

Puasa jenis pertama, karena dilakukan secara terus-menerus tanpa ada jeda berbuka, maka dihukumi satu kesatuan.

Sedangkan jenis puasa kedua karena diperbolehkan untuk memberi jeda waktu tidak berpuasa, tidak dihukumi satu kesatuan antara satu puasa dengan puasa yang lain.

Untuk puasa jenis kedua, bila diniati untuk dilakukan secara berkelanjutan, maka ulama Malikiyyah berbeda pendapat, sebagian versi menyatakan dihukumi satu kesatuan.

Ssedangkan versi yang lain tidak dihukumi satu kesatuan.

Oleh karenanya, puasa Ramadhan boleh diniati secara jama’ (dikumpulkan) dalam satu hari, sedangkan untuk puasa qadha Ramadhan harus diniati sendiri-sendiri di setiap harinya.

Syekh Muhammad bin Yusuf al-Ghurnathi, salah seorang pakar fiqih mazhab Maliki menegaskan:

“Dan cukup niat sekali untuk puasa yang wajib dilakukan secara terus-menerus. Imam al-Lakhmi mengatakan, Adapun puasa yang wajib dilakukan terus-menerus seperti Ramadhan, dua bulan puasa dhihar, puasa denda pembunuhan, orang yang bernazar puasa pada hari tertentu, orang yang bernazar terus-menerus berpuasa yang tidak ditentukan harinya, maka niat di awal mencukupi untuk keseluruhannya.”

“Ibnu Rusydi berkata, adapun puasa yang boleh dipisah seperti qadha Ramadhan, puasa Ramadhan saat bepergian, denda sumpah, fidyah al-adza (denda bagi orang ihram yang melanggar keharaman saat ihram), maka pendapat yang jelas dari ikhtilaf ulama bahwa bila ia bermaksud melakukan puasa tersebut secara terus-menerus, maka mencukupi baginya satu niat, hukum satu niat tersebut akan menetap meski hilang sosoknya selama tidak diputus dengan niat berbuka puasa secara sengaja. Adapun orang yang tidak berniat melakukannya secara terus-menerus, maka tidak ada ikhtilaf bahwa ia berkewajiban untuk memperbarui niat di setiap harinya” (Syekh Muhammad bin Yusuf al-Ghurnathi al-Maliki, al-Taj wa al-Iklil, juz.3, hal. 338).

Mencermati referensi di atas, maka diperbolehkan bagi seseorang yang baru bisa berpuasa di hari kedua, ketiga, dan seterusnya untuk niat puasa sebulan sebagaimana tuntunan dalam mazhab Maliki.

Sebab tidak ada Fariq (titik perbedaan) antara niat sebulan berpuasa di awal Ramadhan dan hari berikutnya.

Di hari keberapapun niat dilakukan, tetap masuk dalam sebuah titik temu, sepanjang hari bulan Ramadhan dihukumi seperti satu kesatuan.

"Dan seperti yang telah di jelaskan di atas, anjuran niat puasa sebulan mengikuti mazhab Maliki adalah sebagai langkah antisipasi mana kala di kemudian hari lupa niat puasa," ungkap Ustadz M Mubasysyarum Bih.

"Artinya niat puasa tetap rutin dilakukan di setiap hari. Demikian penjelasan mengenai permasalahan niat versi mazhab Maliki yang dapat kami sampaikan. Semoga kita diberi kelancaran dalam melakukan ibadah puasa," jelasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved