Kabar Tokoh

FADLI ZON Bongkar Peran Presiden Soeharto dalam Karya Besar Pramoedya Toer yang Dituduh Komunis

Fadli Zon akhirnya membongkar peran Presiden Soeharto dalam karya-karya besar sastrawan Pramoedya Ananta Toer saat dibuang ke Pulau Buru.

Penulis: Suprapto | Editor: Suprapto
Moh. Habib Asyhad/intisari
Peran besar Presiden Soeharto dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer diungkap Fadli Zon, politisi Partai Gerindra. 

Fadli Zon akhirnya membongkar peran Presiden Soeharto dalam karya-karya besar sastrawan Pramoedya Ananta Toer saat dibuang ke Pulau Buru karena dituduh komunis.

POLITISI Partai Gerindra Fadli Zon menyebut, ada peran Presiden Soeharto dalam karya-karya hebat Pramoedya Ananta Toer.

Soeharto dan Pramoedya 'dihubungkan' oleh sebuah mesin yang digunakan untuk terus berkarya oleh sastrawan kelas dunia dari Indonesia itu.

Mesin tik Pramoedya, kata mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, diberikan secara khusus oleh Presiden Soeharto ketika era Orde Baru (Orba). 

"Tanpa ada mesin tik tentu karya2nya tak akan ada," ujar Fadli Zon melalui akun twitternya, Jumat (6/3/2020) siang ini.

Setelah Novel dan Film, Kini Ada Museum Bumi Manusia Untuk Mengenalkan Karya Sastra Pramoedya

Dia mengomentari cuitan seorang netizen (warganet), @Natalieanggi112.

Menurut @Natalieanggi112, Pramoedya Ananta Toer menghasilkan karya sastra terbaik berkat rokok Super.

"Berkat Rokok SUPER sang Legenda Pramoedya Ananta Toer menghasilkan karya Sastra terbaik," tulis @Natalieanggi112.

Menanggapi cuitan itu, Fadli Zon, Presiden Soeharto juga berkontribusi besar terhadap karya-karya Pramoedya.

Bulan Pramoedya Ananta Toer Dirayakan Bersamaan Pemutaran Film Bumi Manusia dan Perburuan

Menurut Fadli Zon, mesin tik Pramoedya itu diberikan HM Soeharto melalui seseorang bernama Soemitro. 

Saat itu, sang sastrawan itu masih dalam pengasingan karena dituduh terlibat komunis di Pulau Buru, Maluku.

"Ada jasa Pak Harto thd Pram." kata Fadli Zon.

Simak status Fadli Zon berikut ini.

Fadli Zon adalah politisi yang dekat dengan keluarga Cendana, sebutan untuk keluarga Presiden Soeharto.

Dalam catatan Wartakotalive.com, Fadli Zon dekat Cendana bukan saat menjadi politisi, tetapi ketika masih menjadi mahasiswa/aktivis pada era Orde Baru.

Profil Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer adalah sastrawan kelas dunia dari Indonesia yang lahir di Blora, Jawa Tengah.

Tanggal lahir Pramoedya adalah 6 Februari 1925.

Tanggal meninggal Pramoedya adalah 30 April 2006 atau berusia 81 tahun di Jakarta.

Pramoedya dianggap sebagai salah satu pengarang novel atau karya sastra Indonesia yang sangat produktif.

Sedikitnya Pramoedya sudah menghasilkan 50 karya dalam bahasa Indonesia dan telah diterjemahkan lebih dari 42 bahasa asing.

Beberapa karya Pramoedya Anana Toer seperti ditulis wikipedia adalah sebagai berikut:

Lentera (1965), kumpulan tulisan yang pernah diterbitkan dalam rubrik lembar kebudayaan "Lentera". Tak jelas nasibnya di tangan penerbit di Jalan Pecenongan, Jakarta.

Bumi Manusia (1980); bagian pertama Tetralogi Buru, dilarang Jaksa Agung, 1981.

Anak Semua Bangsa (1981); bagian kedua Tetralogi Buru, dilarang Jaksa Agung, 1981.

Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981).

Tempo Doeloe: Antologi Sastra Pra-Indonesia (ed.), (1982).

Jejak Langkah (1985); bagian ketiga Tetralogi Buru, dilarang Jaksa Agung, 1985.

Sang Pemula (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985.

Hikayat Siti Mariah, (ed.) atas karya Hadji Moekti, (1987); dilarang Jaksa Agung, 1987.

Rumah Kaca (1988); bagian keempat Tetralogi Buru, dilarang Jaksa Agung, 1988.

Memoar Oei Tjoe Tat, (ed.) Oei Tjoe Tat, (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995.

Arus Balik (1995).

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II (1997).

Arok Dedes (1999).

Mangir (2000).

Larasati (2000).

Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer (2001).

Cerita dari Digul (ed.), (2001)

Menggelinding I, merupakan kumpulan tulisan awal Pramoedya Ananta Toer yang disunting oleh Astuti Ananta Toer. (2004)

Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005).

Hadiah Khusus Dari Google

Intisari.grid.id menulis, saat Pramoedya Ananta Toer merayakan ulang tahun ke-91 tahun 2017, ada  kado ulang tahun istimewa dari Google.

Jika kita membuka mesin penari Google hari ini, di sana kita akan menemukan ilustrasi seorang laki-laki berambut putih, berkacamata, dan berkaus. Laki-laki itu digambarkan tengah mengetik pada mesin tik manual.

Pram lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah, dan meninggal pada 31 April 2006 lalu akibat komplikasi diabetes dan penyakit jantung.

Tak hanya menulis novel, Pram juga menulis cerita, jurnal, dan kronik sejarah.ia kerap mengkritik pemerintah melalui karya-karyanya, sehingga kerap bersinggungan dengan penguasa di masanya.

Pram sudah merasakan dinginnya sel tahanan sejak Belanda masih menjajah Indonesia.

Rezim Soekarno pun tak akur dengan Pramoedya Ananta Toer.

Begitu pula rezim Soeharto yang menyensor berbagai tulisannya, menudingnya sebagai komunis, hingga memenjarakannya di Pulau Buru selama 30 tahun.

Tanpa Mesin Bisa Berkarya

Di antara banyak karya tulis Pramoedya, satu yang paling terkenal, bahkan hingga ke mancanegara, adalah Tetralogi Buru.

Tetralogi Buru sendiri merupakan novel yang terdiri atas empat judul, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Tetralogi ini berkutat soal kehidupan Minke, nama lain dari Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, yang dianggap sebagai tokoh pers dan kebangkitan nasional Indonesia.

Proses penulisannya menyisakan sebuah cerita yang menarik. Pasalnya, Pram menulis Tetralogi Buru semasa ia ditahan dan diasingkan di Pulau Buru, Maluku.

Bahkan, kala itu Pram sama sekali tidak diberi akses untuk mendapatkan pena, kertas atau alat tulis lain.

Semasa pembatasan akses tersebut, Pram menceritakan garis besar naskah Tetralogi Buru secara lisan pada kawan-kawannya sesama tahanan.

Detail-detail Tetralogi Buru baru ditulis oleh Pram saat dia diperbolehkan menulis di tahanan dan mendapatkan akses alat tulis.

Saat itu, Pramoedya merupakan satu-satunya tahanan yang mendapat pinjaman mesin tulis.

Pada 1979, Pramoedya Ananta Toer dibebaskan dari tahanan dan dinyatakan tidak bersalah serta tidak terlibat Gerakan 30 September (G-30-S)—beberapa orang menyebutnya Gerakan Satu Oktober (Gestok).

Meski bebas, naskah Tetralogi Buru tidak dengan mudah ikut bebas keluar dari Pulau Buru. Pasalnya setiap tahanan yang dipulangkan selalu mengalami penggeledahan.

Naskah tersebut berhasil sampai ke Jakarta dengan selamat atas bantuan kawan-kawan Pram di tahanan. Mereka membantu menyelundupkan dan menyembunyikan naskah tersebut agar terhindar dari penggeledahan tersebut.

Hingga saat ini, empat judul dari Tetralogi Buru itu seluruhnya masih beredar dan bisa dibaca. Begitu juga beberapa karya lainnya, seperti Arok Dedes, Mangir, Bukan Pasar Malam, dan Gadis Pantai.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved