Ustadz Felix Siauw Sebut Boleh Beda Pendapat, Tapi Soal Menutup Aurat Wajib Hukumnya Bagi Muslimah

Boleh beda pendapat, tapi soal menutup aurat itu wajib hukumnya bagi muslimah. Ustadz Felix Siauw : Nggak perlu lagi hijab, itu ngawur

Editor: Dwi Rizki
instagram @felixsiauw
Video Flash Ustadz Felix Siauw Tentang Jilbab 

Pemakaian Jilbab Menurut PBNU

Dikutip dari nu.or.id, silang pendapat tentang wajib tidaknya jilbab bagi muslimah terus berlangsung dengan beragam referensi.

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Timur memaparkan pemakaian jilbab bagi muslimah.

Sebagian orang menyatakan jilbab tidak wajib bagi muslimah dengan mengambil rujukan karya Imam Ibnu ‘Asyur (1296-1394 H/1879-1937 M) asal Tunisia.

Karya tersebut antara lain Maqashidus Syari’ah Al-Islamiyyah dan Tafsir At-Tahrir wat Tanwir; karya Syekh Abdullah bin Bayyah (1935 M-…) asal Republik Islam Mauritania di Afrika Barat, yaitu Shina’atul Fatawa wa Fiqhul Aqalliyyat; dan karya semisalnya.

"Tulisan ini berusaha mendudukkan pendapat mufassir Tunisia itu—pendapat Abdullah bin Bayyah insya Allah akan diulas pada tulisan berikutnya—secara proporsional, dan menguji apakah ia benar-benar tidak mewajibkan jilbab bagi kaum muslimah; atau yang terjadi sebenarnya adalah kekurangtepatan dalam penyimpulan pendapatnya," tulisnya

Larangan Pemaksaan Adat Kepada Bangsa Lain

Memang benar Ibnu ‘Asyur menyatakan, adat suatu bangsa dalam posisinya sebagai adat tidak boleh dipaksakan kepada bangsa lain atas nama agama, dan bahkan tidak dapat dipaksakan kepada masyarakat bangsa itu sendiri.

Termasuk juga urusan model jilbab sebagai sebuah adat bangsa Arab. Ia mengatakan:

“Maka kami sangat yakin bahwa adat suatu bangsa tidak boleh—dalam posisinya sebagai sebagai adat—dipaksakan kepada bangsa lain atas nama syariat, dan tidak boleh pula adat tersebut dipaksakan kepada bangsa itu sendiri atas nama syariat pula …

Dalam al-Qur’an disebutkan: ‘Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanitamu dan wanita-wanita orang beriman untuk memakai jilbabnya (dengan menutupi wajah dan kepala mereka dan hanya menampakkan satu mata; atau mengikatkan jilbabnya pada dahi mereka: baca Tafsir At-Thabari juz XX halaman 324-325). Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak disakiti oleh para lelaki yang kurang ajar’ (Surat Al-Ahzab ayat 59).

(Muhammad At-Thahir Ibnu ‘Asyur, Maqashidus Syari’ah Al-Islamiyyah, [Kairo-Beirut, Darul Kitab Al-Mishri dan Darul Kitab Al-Lubnani: 2011 M], halaman 156-157).

"Ini adalah tasyri’ atau pemberlakuan syariat yang di dalamnya terdapat pertimbangan adat istiadat bangsa Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak memakai model jilbab seperti ini tidak mendapatkan bagian atau pemberlakuan syariat—untuk wajib memakai model jilbab seperti yang disinggung dalam ayat," papar Ustadz Ahmad Muntaha.

Dalam konteks tersebut, lanjutnya, yang dimaksud oleh Ibnu ‘Asyur adalah model jilbab bangsa Arab tempo dulu, bukan jilbab dalam pengertian umum, yaitu kain penutup aurat kepala, rambut, leher dan dada.

"Sederhananya, Ibnu ‘Asyur sama sekali tidak menafikan kewajiban muslimah untuk memakai jilbab, kerudung atau pakaian apapun yang berfungsi menutup aurat bagian kepala, rambut, leher dan dada," jelas Ustadz Ahmad Muntaha.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved