OTT KPK
Update DPR Cecar KPU Terkait Penangkapan Koruptor KPU Wahyu Setiawan yang Membuat Kepercayaan Runtuh
Penangkapan koruptor KPU bernama Wahyu Setiawan itu telah mengakibatkan nama KPU kembali tercoreng dan sulit dipulihkan.
Sebelumnya, diungkap oleh kalangan netizen dari video debat di layar kaca, saat anggota KPU, Wahyu Setiawan menjelaskan tentang dugaan korupsi yang dilakukan oleh KPU di tahun 2004.
Sindiran dan ejekan itu diberikan Wahyu Setiawan saat menyerang Chusnul Mariyah, yang mengeritisi kinerja KPU.
Bukannya menerima kritik yang disampaikan Chusnul Mariyah, Wahyu Setiawan malah menyerang Chusnul Mariyah, yang hadir dengan sejumlah data di diskusi Indonesia Lawyer Club (ILC) di saat Wahyu Setiawan masih berkuasa dan berjaya.
Padahal, Chusnul Mariyah menyarankan agar KPU membaca hampir 600 pasal di dalam UU Penyelenggaraan Pemilu.
Ternyata KPU tidak membacanya dan malah membuat aturan di luar UU.
• Rudal Iran Menembak Jatuh Pesawat Sipil yang Menewaskan 176 Jiwa dengan Memanasnya Konflik Lawan AS
Dalam diskusi yang dilakukan itu, sebenarnya Chusnul Mariyah menunjuk anggaran KPU tahun 2004 yang nilainya Rp 7 trilun, tapi digunakan untuk menyelenggarakan tiga kali pemilu.
"Tiga kali pemilu adalah pemilihan legislatif, pilpres putaran pertama, dan pilpres putaran kedua," katanya.
Apa yang disampaikan oleh Chusnul Mariyah kemudian ditanggapi Wahyu Setiawan bahkan dengan membawa nama Tuhan dalam pernyataannya.
"Kalau diperbandingkan dengan KPU 2004, anggaran Rp 24,9 triliun dipergunakan sebaik-baiknya."
"Insya Allah anggaran dipergunakan sebaik-baiknya, kami pertanggungjawabkan kepada Tuhan dan rakyat Indonesia."
"Kami akan berupaya kasus korupsi 2004 tidak terulang lagi di tahun 2019."
Ternyata sumpah yang disampaikan oleh Wahyu Setiawan di depan jutaan penonton dan bahkan video itu masih bisa diulang-ulang untuk disaksikan, Wahyu Setiawan malah kena cokok KPK karena korupsi.
Sementara itu, diungkap Kompas.com, sebelumnya, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril mengatakan, banyak yang tidak menduga peristiwa ini karena selama ini KPU dianggap cukup keras dengan gagasan-gagasan antikorupsi.
Menurut dia, dampak dari penangkapan tersebut juga akan berimbas terhadap institusi KPU.
Pengaruhnya, penangkapan Wahyu Setiawan bisa membuat kepercayaan publik terhadap KPU menjadi menurun.
• Pramugari Siwi Sidi Melaporkan Pihak yang Menghancurkan Nama Baik dengan Ungkap Dirinya Simpanan
Pascakasus ini, ia mengingatkan KPU untuk meyakinkan publik bahwa mereka tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi.
KPU juga harus tetap memegang integritas dalam penyelenggaraan pemilu KPU dan jajarannya harus bisa menunjukkan komitmen pada publik bahwa mereka menggunakan standar integritas yang tinggi dalam bekerja.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, Komisi Pemilihan Umum ( KPU) harus mendukung penuh langkah KPK dalam membongkar kasus dugaan suap yang diduga melibatkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
• Update Warga Mengenal Satu Keluarga Korban Penganiayaan Tidak Punya Musuh dan Dikenal Orang Penyabar
Wahyu Setiawan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
Setelah ditetapkan tersangka, Wahyu Setiawan yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK itu, kemudian mengundurkan diri sebagai anggota KPU.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Wahyu Setiawan ditangkap dalam OTT oleh KPK.
Menurut Titi, KPU perlu meyakinkan publik bahwa kasus yang menjerat Wahyu Setiawan adalah tindakan oknum dan kasus yang terkait KPU secara kelembagaan.
"Kekhawatiran terbesar adalah kasus WS ini akan dipakai untuk mendegradasi sistem demokrasi langsung, dengan mengait-ngaitkan ketidakcakapan KPU sebagai penyelenggara pemilu berintegritas," kata Titi, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/1/2020).
• Update Diungkap Tidak Ada Harta Hilang di Rumah Korban Penganiayaan yang Dilakukan Pakai Gagang Besi
Titi menilai, KPU harus bersikap terbuka dan komunikatif kepada publik, sehingga tak memunculkan spekulasi yang bisa mendelegitimasi KPU.
"Kita harus bedakan antara orang dan fungsi lembaganya."
"Tentu, pembenahan dan pembersihan internal institusi mutlak dilakukan," kata dia.

Titi mengatakan, KPU sebaiknya belajar dari MK pascakasus yang terjadi pada Akil Mochtar, saat masih menjabat Ketua MK.
"MK setidaknya butuh dua tahun untuk kembali stabil secara kelembagaan dan tentu itu tidak mudah."
"Memerlukan komitmen utuh, konsisten, dan terus menerus dari jajaran KPU dalam hal ini, baik komisioner maupun sekretariat," kata Titi.
• Satu Keluarga di Depok Dianiaya Orang Tak Dikenal dengan Benda Tumpul Untungnya Diselamatkan Warga
Menurut dia, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan KPU.
Salah satunya, melakukan audit atas sistem integritas internal KPU.
"Selain itu, memastikan jajaran KPU di pusat maupun daerah bekerja profesional didorong membangun whistle blower system di kelembagaan KPU untuk memberi iklim yang kondusif bagi ekosistem antikorupsi dan iklim kontrol yang efektif di kelembagaan KPU," ujar dia.
• Komisioner KPU Wahyu Setiawan Jadi Tersangka Minta Uang Rp 900 Juta untuk Muluskan Caleg PDIP
Titi juga menyarankan KPU untuk memperkuat budaya kerja yang terbuka, transparan, dan akuntabel dalam tata kelola internal KPU maupun dalam menyelenggarakan tahapan kepemiluan dan pilkada.
Kasus korupsi memang menjerat anggota KPU di tahun 2004 dengan diawali penangkapan terhadap Mulyana W Kusumah.
Ketika itu, Chusnul Mariyah adalah anggota KPU bersama dengan Valina Sinkha, yang dipimpin oleh Nazaruddin Sjamsuddin.
Sejumlah upaya pengusutan oleh KPK memang membuat KPU di masa tersebut tercoreng kiprahnya.

Karena itu, saat Wahyu Setiawan mengejek Chusnul Mariyah yang memberikan nasihat, Wahyu Setiawan akhirnya dipakaikan rompi oranye.
Selain itu, Wahyu Setiawan diborgol dan karena malu, dia sampai menutupi borgolnya dengan ransel.