Megawati: Di Timur Tengah Perangi ISIS, di Sini Malah Ada yang Mau Ganti Pancasila dengan Khilafah
Megawati Sukarnoputri kembali mengajak segelintir orang yang ingin mendirikan negara khilafah, untuk berdiskusi di DPR.
PRESIDEN kelima Republik Indonesia Megawati Sukarnoputri kembali mengajak segelintir orang yang ingin mendirikan negara khilafah, untuk berdiskusi di DPR.
Hal itu ia katakan pada seminar Penguatan Wawasan Kebangsaan di Gedung Konvensi Taman Makam Pahlawan (TMP) Nasional Utama, Kalibata, Jakarta Timur, Senin (9/12/2019).
Dirinya menyesalkan perbuatan oknum radikalisme yang ingin diakui keberadaannya justru dengan membuat kegaduhan di masyarakat, meneror pemerintahan, hingga merusak sarana-prasarana.
• Novel Baswedan Ternyata Sempat Ingin Mundur Setelah Firli Bahuri Terpilih Jadi Ketua KPK
"Saya menghimbau kepada orang yang punya ide tentang khilafah itu, datang lah ke DPR, itu kan memang tempat buat rakyat menyampaikan suara."
"Jangan malah merusak tempat-tempat umum atau meneror sana sini," ucapnya saat memberikan paparan di depan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Sosial.
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menegaskan, hanya ideologi Pancasila yang dapat menyatukan Bangsa Indonesia dari ujung Timur ke ujung Barat (Sabang sampai Merauke).
• LIVE STREAMING Final Bulu Tangkis SEA Games 2019: Indonesia Berpeluang Tambah 3 Medali Emas
Putri Proklamator Indonesia Soekarno itu menuturkan, ideologi khilafah sudah banyak ditolak di negara Timur Tengah seperti Turki, Libya, dan Mesir.
"Negara-negara di Timur Tengah itu berperang dengan ISIS untuk menolak mereka di negaranya."
"Loh, kok di sini lucu, malah ada segelintir orang yang mau mengganti Pancasila yang sudah berhasil bertahun-tahun menyatukan perbedaan kita, digantikan dengan ideologi khilafah," tuturnya.
• KPK Sarankan Pemerintah Perbaiki Sarana di Lapas Ketimbang Berikan Grasi kepada Koruptor
"Berapa orang yang akan dibunuh ketika radikalisme mulai beraksi lebih besar lagi di Indonesia?"
"Lalu ke mana warga Indonesia yang non-muslim akan migran (pindah negara) kalau negara ini jadi negara Islam? Bagaimana nasib mereka nantinya?" Tanya Megawati.
Perempuan kelahiran 23 Januari 1947 itu meyakini, dalam hidupnya hanya Tuhan lah yang memegang 'The Rule of The Game' dari agama.
• BREAKING NEWS: Area Lay Bay Ditutup, Lalu Lintas di Depan Stasiun Bekasi Macet Parah
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Sukarnoputri meminta pengusung khilafah datang ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Megawati mengaku Fraksi PDI Perjuangan di DPR membuka diri kepada mereka yang mendukung khilafah.
Dia mengajak Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar Fraksi Gerindra juga membuka diri kepada pendukung khilafah.
• Rizieq Shihab Anggap Pemerintahan Jokowi Ilegal, Tak Pernah Lapor ke Kedubes RI di Arab Saudi
"Bagi mereka yang sangat berkeinginan untuk mendirikan yang namanya khilafah, boleh ke DPR. Kami dengarkan itu.
"Opo toh karepe?" Ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila di Istana Negara, Selasa (3/12/2019).
Megawati menyinggung bentuk khilafah dan mempertanyakan siapa sosok khalifah yang memimpin hingga bagaimana cara memilihnya.
• DUA Anggota Garnisun Tetap I Jakarta Jadi Korban Ledakan di Monas, Ini Identitasnya
Sampai dengan saat ini, menurut Megawati, tidak ada kelompok pro khilafah yang datang ke DPR bertemu Fraksi PDI Perjuangan.
Padahal, ungkap Megawati, jajaran partainya sudah menunggu untuk berdiskusi soal khilafah.
"Padahal saya sudah nunggu-nunggu, bukan saya, nanti yang hadapi anak buah saya. Supaya enak gitu loh," tuturnya.
• Tak Seperti Susi Pudjiastuti, Edhy Prabowo Pilih Sulap Kapal Pencuri Ikan Jadi Rumah Sakit
Megawati juga angkat bicara soal aparatur sipil negara (ASN) yang terpapar radikalisme.
Bahkan, Megawati menyinggung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo yang memiliki tugas berat terkait ASN terpapar radikalisme.
"Seperti ASN, sekarang yang pusing kepala sebetulnya Pak Tjahjo."
• INI Penampakan Lokasi Ledakan Granat Asap di Monas, Ceceran Darah Ditutup Pakai Tanah
"Saya bilang hati-hati loh Yo, kamu yang mesti mikirkan kenapa ASN bisa terpapar (radikalisme), sampai sebegitu," paparnya.
Megawati juga menyebut banyak masjid terpapar radikalisme.
Untuk itu, dia ingin membumikan nilai Pancasila di kementerian/lembaga.
• Luka yang Dialami Serka Fajar Lebih Parah, Ini yang Ia Lakukan saat Granat Asap Meledak
"Karena kita sendiri tahu sudah sampai seberapa jauh terpaparnya masjid-masjid kita," kata Megawati.
Megawati berpendapat masih banyak masjid di lingkungan kementerian/lembaga yang mengizinkan kiai ataupun ustaz menyampaikan kebencian.
Menyoal itu, Ketua Umum PDI Perjuangan ini menyatakan pernah menyampaikan hal ini kepada Jusuf Kalla, Ketua Dewan Masjid Indonesia.
• Ibu Ini Sebut Astagfirullah saat Dengar Ledakan Granat Asap, Lalu Tetap Lanjutkan Menyapu Jalan
"Tolong pak kalau dibiarkan saja hanya kebencian yang diberikan kepada mereka-mereka ini, rakyat kita yang perlu rohaninya diisi, tapi oleh seperti itu."
"Bagaimana kalau kita kejadian seperti di timur tengah? Siapa yang akan menghentikan?" bebernya.
Megawati lantas meminta izin pada pimpinan kementerian/lembaga, agar dia bersama BPIP bisa masuk membumikan nilai-nilai Pancasila.
• Jokowi: Perpanjangan SKT FPI Urusan Menteri, Masa Sampai Presiden
"Dengan segala hormat saya, kalau nanti saya mau kulonuwun mohon diterima. Kalau saya ditolak enggak apa-apa, tapi jangan Buya, Pak Tri ditolak," pintanya.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai sistem khilafah tidak bisa lagi digunakan dalam sistem pemerintahan negara mana pun.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah mengatakan, kerangka politik khilafah bertolak belakang dengan sistem demokrasi negara modern saat ini.
Baca: MUI: Hizbut Tahrir Indonesia Tidak Cinta Tanah Air
Menurutnya, kekhalifahan sudah kehilangan legitimasinya di dunia. Juga, tidak ada negara modern yang menggunakan sistem tersebut, bahkan di Timur Tengah.
"Kekhalifahan di dunia juga telah kehilangan legitimasi. Hilang sejak masa Ottoman terakhir di Turki. Jadi kita tidak relevan lagi bicara khilafah," kata Ikhsan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/5/2017).
Pada zaman Kesultanan Ottoman berakhir, sistem khalifah juga sudah tidak digunakan lagi. Kesultanan ini pun pecahannya memisahkan diri dan membentuk negara-negara bagian.
Baca: Bubarkan Hizbut Tahrir Indonesia, Fadli Zon: Pemerintah Jangan Cari-cari Masalah
"Mereka membentuk negara yang mempunyai batas teritori. Sudah kehilangan legitimasi internasional. Bahkan kalau dihidupkan, ya amat sulit."
"Jangankan di Indonesia, di suku saja sulit. Sudah enggak ada lagi," katanya.
Begitu juga di Indonesia, Ikhsan menjelaskan, sistem khilafah tentu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Baca: Pemerintah Bubarkan Hizbut Tahrir Indonesia, Jimly Asshiddiqie: Kenapa Baru Sekarang?
Namun, jika hanya sebagai wadah pembelajaran dan sejarah, hal tersebut tentu tidak perlu dikhawatirkan oleh pemerintah.
"Kalau khilafah itu berkaitan dengan sistem negara berkebangsaan kita sudah final, tidak ada lagi gagasan yang di luar NKRI."
"Jadi sebagai negara, kita sudah selesai, jangan lagi ada pemikiran atau ide yang ingin mengubah NKRI," tuturnya.
Baca: Hizbut Tahrir Indonesia: Dalam Islam, Kedaulatan Bukan di Tangan Rakyat
Ikhsan menambahkan, dari pengamatan sementara MUI, sebenarnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum menunjukkan ancaman dalam perspektif syiar agama dan dakwah.
Hanya, yang patut dikhawatirkan adalah apakah ada agenda mendirikan sistem khilafah di Indonesia.
Oleh karenanya, lanjut dia, MUI tengah membuka kajian khusus membahas HTI dengan menghadirkan sejumlah ahli dari luar, seperti pakar organisasi dan ahli sosiologi.
• DAFTAR Atlet Indonesia Peraih Medali Emas SEA Games 2019, Kontingen Garuda Peringkat Empat
"Yang kita curigai dan waspadai, apakah yang dimaksud dengan khilafah di HTI itu hendak membangun negara yang di luar NKRI," katanya.
Langkah pembubaran HTI harus melewati proses peradilan.
Sebelum ada keputusan, lanjut dia, pemerintah tidak boleh membubarpaksakan HTI, karena akan berdampak buruk pada sistem demokrasi.
• KRONOLOGI Hakim Pengadilan Negeri Medan Ditemukan Tewas, Tersangka Pembunuh Mengarah ke Orang Dekat
"Kalau namanya pembubaran organisasi, juga harus ada terapinya, ada ketentuannya. Yaitu UU Ormas No 17 Tahun 2013."
"Kan itu menyangkut hak berserikat, berkumpul, dan berorganisasi yang legal. Jadi kalau pemerintah membubarkan HTI, yang harus dilakukan adalah dengan cara yang baik," paparnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri tengah melakukan kajian untuk menggugat HTI ke pengadilan.
HTI dianggap menyebarkan sistem khilafah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. (Mafani Fidesya Hutauruk)