Berita Batam

TOLAK Hormat Bendera Saat Upacara, 2 Siswa di Batam Dimutasikan Ke PKBM

Retno Listyarti mengatakan, kasus dimutasinya 2 siswa SMPN di kota Batam ke PKBM karena tidak mau hormat bendera saat upacara di sekolah.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Surya
Foto ilustrasi: Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kanan) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017). 

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, kasus dimutasinya 2 siswa SMPN di kota Batam ke PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, karena tidak mau hormat bendera saat upacara di sekolah, menimbulkan pro dan kontra.

Menurut orangtua siswa, kata Retno, anaknya tetap menghormati proses upacara dengan cara berdiri tegap.

Namun dalam ajaran pemahaman kepercayaannya, hormat kepada bendera adalah menyembah. Sehingga si anak tetap upacara tetapi tidak hormat bendera saat upacara di sekolah.

Sementara sekolah menyampaikan bahwa sudah dua tahun melakukan pembinaan, namun kedua anak tersebut tidak berubah, sehingga sekolah memutuskan untuk mengembalikan ke orangtua.

Dinas Pendidikan kota Batam kemudian memutasi kedua anak tersebut ke PKBM terdekat.

 Polemik Pernyataan Agnez Mo, Penyanyi Anggun C Sasmi: Penting Mana Darah Atau Paspor Indonesia

 Ilham Bintang di ILC TvOne: Kenapa Ahok Dikasih Karpet Merah, Habib Rizieq Tidak?

 Video Agnes Mo Mengaku Bukan Berdarah Indonesia Viral, Fadli Zon: Malin Kundang, Pasti Durhaka Itu

 VIDEO Kode Hack Token Listrik di Rumah Viral di Medsos, Begini Reaksi Warganet

"Keputusan diambil melalui rapat koordinasi antara Dinas Pendidikan kota Batam dengan pihak sekolah dan KPPAD Batam dan Kepri," kata Retno dalam pesan tertulisnya, Kamis (28/11/2019).

Retno menjelaskan bahwa kasus siswa tidak mau hormat bendera pernah terjadi juga tahun 2010 di NTT dan 2018 di Kalimantan Utara.

"Pada tahun 2018 di Kalimantan Utara, si anak bukan sekedar tidak mau upacara bendera dan hormat bendera, tetapi bahkan orangtua juga melarang si anak ikut pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)," kata Retno.

Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan setempat kata Retno bersedia menerima para siswa yang bersangkutan, asalkan bersedia ikut upacara, hormat bendera, menyanyikan lagu Indonesia raya dan mengikuti pelajaran PKn.

 Fraksi PSI Singgung Soal Banyaknya Anggaran Sewa Barang, Pemkot Tangerang Selatan: Lebih Murah Sewa

"Dari kasus di kota Batam, Kalimantan Utara maupun NTT, secara kebetulan semua anak dan orangtua adalah penganut agama Kristen," katanya.

Sehubungan dikeluarkannya 2 siswa di Batam, kata Retno, maka KPAI menyampaikan sangat menyayangkan keputusan sekolah yang didukung oleh Dinas Pendidikan kota Batam yang memutuskan memutasi 2 siswa tersebut ke PKBM.

"Kemungkinan besar orangtua berkeberatan anaknya dipindahkan ke PKBM, apalagi sewaktu bersekolah di jenjang SD, kedua anak itu diperbolehkan upacara meskipun tidak melakukan hormat bendera," katanya.

 POLWAN Cantik Ini Dilantik Jadi Bhabinkamtibmas Pertama di Polres Metro Jakarta Utara

Retno mengatakan, PKBM adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan.

"PKBM berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari Dinas Pendidikan setempat. PKBM ini bisa berupa tingkat desa ataupun kecamatan," katanya.

Untuk mendirikan PKBM bisa dari unsur apapun oleh siapapun yang tentunya telah memenuhi syarat-syarat kelembagaan antara lain: Akta Notaris, NPWP, Susunan Badan pengurus, Sekretariat dan Izin Operasional dari Dinas Pendidikan Kab/kota.

"Banyak orangtua dan anak menganggap bahwa PKBM bukanlah sekolah formal. Meskipun ujiannya kesetaraan, ijasahnya sama atau setara dengan sekolah formal si anak sebelumnya," kata Retno.

 BANK DKI DIbobol Rp 32 Miliar, Ke-12 Oknum Satpol PP Pembobol Mengaku Lupa Total Duit yang Diambil

Atas kasus itu, kata Retno, KPAI merekomendasikan beberapa hal.

Pertama, kata dia, demi kepentingan terbaik bagi anak, KPAI mendukung anak tetap bisa bersekolah, tetapi bukan di PKBM.

"Kecuali si anak memang menginginkan pindah ke PKBM. Anak harus didengar pendapatnya dan seharusnya sebelum keputusan memutasi, kedua anak seharusnya di assessment psikologi terlebih dahulu agar keputusan dapat mempertimbangkan kondisi psikologis kedua anak yang bersangkutan," katanya.

Apalagi, katanya, suasana belajar antara sekolah awal dengan PKBM tentulah sangat berbeda.

 Ini Kesaksian Warga Soal Rumah Mewah di Kemanggisan yang Digerebek Polisi Jadi Markas Penipu Online

Secara psikologis pasti berdampak pada anak, misalnya menjadi rendah diri dan kurang bersemangat belajar/berprestasi.

"Selain itu, apakah di tata tertib sekolah ada ketentuan bahwa jika seorang siswa tidak mau hormat bendera maka siswa akan di beri sanksi di keluarkan, setelah pembinaan dilakukan dan tetap tidak ada perubahan," kata Retno.

Sebab katanya sekolah tidak bisa menghukum seorang siswa tanpa didasarkan pada aturan yang ada.

Kedua, kata Retno KPAI mendorong ada tindaklanjut dari keputusan yang sudah diambil pihak Sekolah dan Dinas Pendidikan kota Batam. Sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Batam.

 Sudah Tidak Ada Guru Honorer di Kota Bekasi, Hanya Ada 5.640 Guru Kontrak Digaji Rp 3,9 Juta

Misalnya melalui pengawas sekolah, harus lebih intensif dan maksimal lagi memberikan pengertian kepada keluarga dengan menggandeng kementerian agama, pemerintah daerah dan tokoh agama terkait.

Ketiga, tambah Retno KPAI mendorong dimaksimalkannya upaya persuatif dan terencana antara Pemda bersama Kementerian Agama melakukan intervensi berbasis keluarga, karena agama anak umumnya mengikuti agama atau kepercayaan orangtuanya.

"Hal ini untuk mencegah penyebaran keyakinan bahwa mengangkat tangan untuk hormat bendera, berbeda dengan menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa. Upaya ini juga sekaligus mengedukasi orangtua dan masyarakat untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan," katanya. (bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved