Kesehatan

Tak Pakai Biaya, Begini Cara Mudah Agar Pasien HIV Bisa Hidup Sehat Puluhan Tahun

Terdapat sebuah cara agar pasien HIV bisa hidup puluhan tahun, dan cara mudah pasien HIV hidup puluhan tahun tanpa biaya alias gratis.

Penulis: Desy Selviany | Editor: PanjiBaskhara
kalibatacity.com
Ilustrasi- Terdapat sebuah cara agar pasien HIV bisa hidup puluhan tahun, dan cara mudah pasien HIV hidup puluhan tahun tanpa biaya alias gratis. 

"Zero pertama adalah zero new HIV."

"Diharapkan tidak ada infeksi baru HIV di 2030 dilakukan dengan cara harus menemukan orang yang HIV positif," kata Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Khristy Wathini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Kata Khristi, satu di antara upaya yang dilakukan adalah dengan menemukan lebih dini orang dengan HIV.

Di mana perluasan pelayanan test ditambah dari 25 rumah sakit menjadi 28 rumah sakit.

Selain itu, tes HIV juga sudah sampai ke beberapa klinik yang ditunjuk oleh pemerintah.

"Pelaksanaan OJT (On the Job Training) test HIV sampai ke klinik swasta," jelas Khristy.

Selain memperluas klinik dan rumah sakit untuk pengecekan HIV, pemerintah juga berupaya mencegah kematian akibat HIV/AIDS dengan sesegera mungkin memberikan obat bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).

"Orang yang di diagnosis HIV harus segera diberikan obat ARV, puskesmas dijadikan layanan Mandiri ARV dan Desentralisasi ARV yang di kelola oleh Sudinkes," jelas Khristy.

Sehingga, kata Khristy, diharapkan kematian dengan HIV/AIDS di 2030 bisa nihil.

Terakhir, pemerintah juga mengupayakan zero diskriminasi terhadap ODHA.

Misalnya saja dengan penyuluhan-penyuluhan pada anak sekolah sampai perguruan tinggi tentang pencegahan HIV AIDS, sosialisasi program HIV ke RS Swasta dan penyuluhan dan screening terintegrasi antar program di sektor-sektor swasta.

Sementara itu, sebelumnya diberitakan, pasien kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di RSUD Kabupaten Bekasi mencapai 3.490 hingga pertengahan 2019 ini.

Data ini meningkat dari tahun 2018 lalu, yang mencapai 5.423 selama beberapa tahun.

Direktur RSUD Kabupaten Bekasi, Sumarti mengatakan, kondisi itu tentunya dinilai cukup memrihatinkan.

Pasalnya, jumlahnya terus meningkat dari tahun 2018 lalu.

"Prihatinnya beberapa di antaranya diketahui ada yang masih anak-anak," ujar Sumarni kepada awak media, Senin (12/8/2019).

Sumarni menuturkan, RSUD Kabupaten Bekasi membuka pelayanan khusus rawat jalan HIV, yakni Klinik Pelangi.

Klinik ini khusus melayani pasien rawat jalan HIV.

"Satu hari kita bisa layani sekitar 500 orang. Mulai dari orang dewasa sampai anak-anak,” katanya.

Selain kasus HIV, kata Sumarni, kasus Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif dan Tuberculosis (TB) juga memilik angka yang cukup tinggi.

Sumarni menyebut, berdasarkan data RSUD Kabupaten Bekasi 2018 lalu, pasien rawat jalan gagal jantung kongestif menduduki peringkat pertama dengan jumlah 8.486. Sedangkan TB sebanyak 5.689.

Untuk semester pertama 2019, kasus gagal jantung kongestif sebanyak 1.826 pasien dan TB sebanyak 1.805 pasien.

Untuk kasus HIV dan TB saat ini bisa sepenuhnya dilayani di RSUD Kabupaten Bekasi.

Sedangkan untuk operasi jantung, rumah sakit milik daerah ini merujuk ke rumah sakit lain jika memerlukan tindakan operasi.

“Kita sudah ada kajian."

"Kita ingin mengembangkan rumah sakit untuk pelayanan operasi jantung, pasang ring jantung."

"Saya sudah belajar ke RS Harapan Kita."

"Rencananya, pada tahun 2020, kita training SDM dan [ada 2021, kita akan beli alat-alatnya,” ucap dia.

Adapun faktor penyebab banyak timbulnya penyakit HIV dan gagal jantung, Sumarti menjelaskan penyebabnya secara umum karena gaya hidup dan pola makan yang salah.

“Tiga kasus penyakit itu faktornya karena gaya dan pola hidup."

"Seperti sekarang, serba ingin instan."

"Sering makan cepat saji, kemudian, stres juga jadi pemicu," jelas dia.

Sumarti mengatakan penyakit gagal jantung ini tidak lagi dikategorikan sebagai penyakit ‘orang kaya’.

Semua orang bisa terkena gagal jantung, jika pola dan gaya hidup tidak dijaga.

"Makan cepat saji juga kan banyak sekali ditemukan dimana-mana, masyatakat kelas bawa juga ikut komsumsi. Jadi dulu kita sering dengar gagal jatung penyakit orang kaya. Tapi kalau sekarang enggak begitu lagi," jelas dia.

Sementara untuk penyakit TB, Sumarti menambahkan adanya peningkatan dikarenakan resiko penularan penyakit tersebut cukup tinggi. Masih

banyaknya pasien TB yang enggan berobat secara rutin membuat penyebaran atau penularan penyakit itu sangat cepat.

“Penyakit ini ketika terjadi kontak maka risiko penularannya tinggi. Jadi memang harus diwaspadai dan diperhatikan betul."

"Untuk pasien TB di Kabupaten Bekasi banyak juga yang rujukan dari daerah lain," katanya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved