Sejak 35 Tahun Lalu, Soeharto Sudah Peringatkan Generasi Muda Soal Serbuan Produk Asing
Pasar lokal yang dibanjiri produk luar negeri kian menggerus ekonomi bangsa. Kekhawatiran itu rupanya telah diprediksi Soeharto sejak 35 tahun silam
Perkembangan teknologi informasi serta perdagangan bebas hingga pasar lokal yang terus dibanjiri produk luar negeri terus menggerus ekonomi bangsa.
Kekhawatiran tersebut rupanya sudah disampaikan Presiden kedua Republik Indonesia (RI), Soeharto sejak tiga dekade lalu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Siti Hardijanti Rukmana, putri sulung Presiden RI, Soeharto lewat akun twitternya @tututsoeharto49; pada Rabu (20/11/2019).
Dalam postingannya tersebut, perempuan yang akrab disapa Mbak Tutut itu mengunggah video berisi kekhawatiran Soeharto atas serbuan produk asing.
Mbak Tutut pun menyebut, pernyataan yang disampaikan Soeharto pada tahun 1995 itu berisi imbauan Soeharto kepada generasi muda untuk selalu mencintai produk dalam negeri.
"Bapak sejak tahun 1995 sudah mengingatkan akan situasi globalisasi dimana banyak serbuan produk asing," tulis Mbak Tutut.
"Salah satu bentengnya adalah cinta produk dalam negeri, agar produsen dalam negeri tidak mati," tambahnya.
Membuktikan kekhawatiran Soeharto atas serbuan produk asing, Mbak Tutut mengunggah video sang ayah ketika menghadiri Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di Surabaya pada tanggal 23 November 1995.
Dalam video berdurasi satu menit itu, Soeharto mengingatkan kepada semua pihak untuk mempersiapkan para pelajar era tahun 90-an untuk belajar.
Tujuannya ditegaskan Soeharto untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mencintai produk dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal.
"Anak-anak pelajar sekarang harus disiapken, disiapken benar-benar untuk mencintai tanah air, untuk mencintai produk dalam negeri," ungkap Soeharto.
"Maka para remaja sekarang yang nanti hidup di tahun 2020 akan menjadi benteng untuk mempertahanken kelangsungan negara dan bangsa," tambahnya.
Dirinya berharap agar generasi muda yang hidup di era tahun 2000 tidak lantas terpesona dengan beragam tawaran produk asing yang sangat murah.
Sebab, lanjutnya, apabila demikian, ekonomi bangsa akan hancur tergerus dengan serbuan produk asing.
"Ya jadi daripada para pemuda nanti kesengsem daripada produk yang murah baik, tapi hasil dari olahan dari luar negeri, hancur daripada bangsanya," ungkap Soeharto.
• KISAH Soekarno Tinggalkan Istana Negara Bawa Satu Benda Terbungkus Koran, Jelang Soeharto Berkuasa
• KABAR Soeharto Semedi Menjelang Para Jenderal ABRI Dibantai PKI, Ternyata Ini Fakta Sebenarnya
Kekhawatiran ekonomi bangsa hancur digambarkan Soeharto sangat sederhana.
Apabila generasi muda lebih memilih untuk membeli produk asing, sektor industri lokal diyakininya akan jatuh.
Lumpuhnya industri dalam negeri katanya akan berimbas pada bangkrut dan tutupnya pabrik yang berdampak pada pengurangan pekerja.
"Apa? produknya ndak ada yang mbeli. kalau ndak ada yang mbeli pabriknya tutup, lantas tidak bisa bekerja, tidak bisa makan. Lha itu," tegas Soeharto.
Sehingga menurutnya, seluruh pengajar, mulai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi harus mempersiapkan generasi muda.
Karena ditegaskan Soeharto, mereka adalah benteng yang dapat menyelamatkan bangsa dan negara dalam menghadapi serangan produk asing.
"Jadi daripada semua pendidikan, lebih-lebih daripada perguruan tinggi harus mampu mempersiapken, bukan kita curang, tidak, tapi kita menyelamatken negara," jelas Soeharto.
"Kita harus meningkatken daya saing kita tinggi dan pasti kita dapet, kita yakin," tegasnya.
• BEDA Jokowi dan Soeharto Memilih Calon Menteri dalam Kabinetnya, Faktanya Soeharto Pakai Intelijen
• FAKTA 3 Peristiwa Tak Biasa Menimpa Soeharto Jelang Bu Tien Wafat, Pandangannya pun Tampak Kosong
Namun apabila semua telah terlambat, Soeharto menyampaikan kunci sukses dalam menyelamatkan bangsa.
Salah satunya adalah memupuk rasa nasionalisme generasi muda dengan mencintai produk dalam negeri.
"Tapi andai kata tidak senjatanya adalah mulai sekarang adalah nasionalisme, mencintai produk dalam negeri harus mulai sekarang," jelas Soeharto di akhir tayangan.
Postingan Mbak Tutut pun disambut ramai warga net.
Pro dan kontra dituliskan oleh mereka, terlebih para pengagumnya yang mengaku rindu akan sosok Soeharto.
Namun berbanding terbalik bagi para pembenci, mereka justru mengagungkan Presiden RI, Joko Widodo yang memimpin saat ini. (dwi)
Pertumbuhan Ekonomi Jauh Dari Target
Pemerintah dalam Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) 2019 menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2019 mencapai 5,3 persen.
Namun demikian, angka tersebut akan sulit terealisasi.
Bahkan Presiden Jokowi memaparkan, hingga akhir tahun ini perekonomian hanya akan tumbuh di kisaran 5,04 persen dan 5,05 persen.
Bahkan tahun depan menurut dia pertumbuhan ekonomi RI bakal lebih tertekan.
"Tantangan kita ada di mana? Saya kira kita masih di pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kita tahun ini mungkin 5,04 persen atau 5,05 persen kira-kira," ujar dia dikutip dari Kompas.com ketika memberi paparan dalam KOMPAS100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Tahun depan dengan global, menurut Bank Dunia, IMF, akan bisa rurun lagi, karena persoalan belum selesai," tambahnya.
Jokowi pun mengatakan, dia mendapat peringatan dari IMF dan World Bank untuk lebih hati-hati dalam mengelola kebijakan, terutama dalam hal kebijakan fiskal.
Pasalnya hingga tahun depan, berbagai masalah dunia mulai dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, Brexit, hingga kericuhan di Hong Kong diprediksi belum akan mereda.
"Dari IMF dan World Bank waktu ketemu dengan saya memperingatkan, Presiden Jokowi hati-hati kondisi global belum jelas jadi terutama fiskalnya prudence saja," jelasnya.
Namun demikian, Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini Indonesia seharusnya bersyukur.
Pasalnya, di level G20 saja, Indonesia masuk dalam 3 besar pertumbuhan ekonomi terbesar setelah China dan India.
"Saya ingin menunjukkan Indonesia dibanding negara-negara lain jauh lebih baik terutama dengan pertumbuhan ekonomi. Kita lihat di G20 pertumbuhan ekonomi Indonesia di posisi ranking ketiga, perlu kita syukuri dan kita sering lupakan, nomor tiga di bawah India dan China baru Indonesia," ujar dia.
Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 4,8 Persen pada 2020
Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 mencapai 4,8 persen, lebih rendah dibanding tahun ini.
Perlambatan ekonomi Indonesia ini masih dipengaruhi nilai ekspor dan investasi yang menurun.
Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus berlanjut juga memicu lambatnya perekonomian.
"Kita melihat dari segi faktor ekspor yang menurun, kemudian dari segi jalur transmisi investasi yang sepertinya kita tidak menikmati kenaikan seperti 10 tahun lalu. Biasanya setelah Pemilu ada kenaikan investasi," jelas Direktur Program Indef, Berly Martawardaya dikutip dari Kompas.com dalam acara 'Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020, di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
"Tetapi, karena masalah perang dagang dan geo politik sepertinya akan sulit buat kita alami di tahun depan," tambahnya.
Kekuatan ekonomi Tanah Air selama ini masih bertumpu terhadap konsumsi terutama konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2019 menyumbang sebesar 5,01 persen.
Namun, angka ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 5,17 persen.
Pendorong lainnya, yaitu berupa belanja pemerintah dari penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Dari segi konsumsi masih akan stabil, tidak banyak perubahan, dan APBN-nya tidak ekstra ekspansif. Prediksi kami tahun lalu cukup akurat, sampai tahun lalu prediksi 5,0 (persen) banyak yang bilang rendah. Nyatanya, 5,0 sampai plus minus 5,05 (persen) cukup akurat dan sepertinya akan menjadi nyata tahun ini. Ini membuktikan keakuratan proyeksi kami," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan mencapai 5,3 persen.
"Kalau saya, saya optimis bisa 5,3 persen. Bahkan kalau omnibus law-nya selesai, itu bisa lebih tinggi dari 5,3 persen. Karena alasannya, ketegangan AS-China sudah mulai mereda. Sudah mulai ada titik temu," katanya.
Adanya kedua faktor, yakni omnibus law dan meredanya perang dagang tersebut, dipastikan permintaan secara global akan naik.
Selain itu, nilai investasi ke Indonesia bakal meningkat.
"Investasi ke Indonesia akan meningkat dengan adanya omnibus law bisa ciptakan lapangan kerja dan perpajakan tadi," ucapnya. (dwi)