Fadli Zon Tegaskan Indonesia Darurat Guru, Guru PNS Pensiun Tapi Guru Honorer Tidak Kunjung Diangkat
Fadli Zon tegaskan Indonesia darurat guru, puluhan ribu guru PNS pensiun tapi guru honorer tidak kunjung diangkat. Guru honorer seperti dieksploitasi
Hari Guru Nasional yang diperingati pada tanggal 25 November 2019 dinilai Fadli Zon menjadi momentum bagi pemerintah dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan guru.
Terlebih, Indonesia kini diungkapkan mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia itu tengah mengalami darurat guru.
Sebab, berdasarkan data Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, jumlah guru yang berstatus sebagai Pegawai Negeri SIpil (PNS) kini hanya sebanyak 1,3 juta orang.
Jumlah guru tersebut diungkapkannya jauh dari jumlah guru idela yang mencapai sebanyak 2,1 juta orang.
"Angka ini akan semakin meningkat, mengingat pada tahun ini terdapat sebantyak 52.000 guru PNS akan pensiun," ungkap Fadli Zon lewat akun twitternya, @fadlizon; pada Senin (25/11/2019) petang.
Sebagian kekurangan tersebut diungkapkan Fadli Zon coba ditutupi pemerintah dengan guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Sedangkan sisinya, yakni sebanyak 746.121 orang guru coba dipenuhi oleh pemerintah melalui sistem guru honorer.
Namun, keberadaan guru berstatus honorer menurutnya, tidak menyelesaikan masalah tetapi justru memunculkan masalah baru.
Sebab, kesejahteraan guru honorer diketahui masih sangat jauh dari layak.
"Pada Juli lalu, misalnya, kita dikejutkan dengan kabar seorang guru di Pandeglang dengan honor Rp 350 ribu perbulan, yang terpaksa tinggal di toilet sekolah. Atau guru honorer di Samarinda yg sudah 10 tahun mengajar, namun bertahan dgn gaji Rp 800 ribu perbulan," ungkap Fadli Zon.
"Kisah tsb bisa jadi hanya fenomena gunung es saja. Realita di lapangan, tentunya lebih banyak lagi," tambahnya.
Catatan Fadli Zon
Terkait hal tersebut, Fadli Zon berharap agar pemerintah memiliki rencana dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Rencana tersebut ditegaskannya harus terealisasi, tidak seperti pada tahun sebelumnya.
Seperti rencana pemerintah mengangkat sebanyak 110.000 guru honorer di seluruh Indonesia setiap tahun.
Namun sayangya, rencana tersebut tidak didukung oleh komitmen yang kuat.
Begitu juga dengan rencana Menteri Kordinator Pembangunan dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang menyatakan bakal mengangkat sebanyak 156.000 orang guru hionorer menjadi PNS.
Tetapi sekali lagi rencana tersebut gagal.
Pemerintah tidak dapat memenuhi kuota pengangkatan guru honorer menjadi PNS lantaran banyak guru honorer tidak memenuhi syarat.
"Jika sikap seperti itu yg selalu dikedepankan, menurut saya, pemerintah memang setengah hati memperhatikan guru honorer," tegasnya.
Dirinya pun mempertanyakan maksud dari pemerintah.
Sebab apabila kuota tersedia dan tenaga guru honorer sangat dibutuhkan, mengapa status mereka tidak kunjung diangkat menjadi PNS.
"Jika pemerintah serius dengan nasib guru honorer, semestinya ada prioritas," imbuhnya.
Dirinya berharap agar upaya para guru honorer untuk mengubah nasib tidak dihambat dengan persyaratan administrasi dan penilaian yang bersifat formalitas.
Sedangkan dalam keseharian, negara tetap memmbutuhkan mereka sebagai pengajar tetapi dengan tingkat kesejahteraan yang minim.
"Jika demikian, dimana letak apresiasi pemerintah terhadap nasib guru honorer? Guru honorer seperti dieksploitasi, padahal banyak dari mereka telah mengajar dan mendidik belasan bahkan puluhan tahun," jelas Fadli Zon.
"Hari Guru tahun ini, semestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyelesaikan problem kesejahteraan guru honorer yang kerap terkatung-katung," tambahnya.
Fadli Zon pun berpesan kepada pemerintah.
Menurutnya, bangsa yang mengabaikan guru dipastikannya akan sulit maju dan berkembang.
Sebab kualitas generasi penerus diungkapkan Fadli Zon salah satunya ditentukan oleh bagaimana negara tersebut mengapresiasi profesi guru.
"Kualitas generasi harusnya sejalan dengan upaya memprioritaskan sumber daya manusia unggulan. Selamat Hari Guru Nasional," tutupnya.
Kritik Pidato Nadiem
Peringatan Hari Guru Nasional disyukuri seluruh bangsa Indonesia, termasuk Fadli Zon.
Walau begitu, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia itu mengungkapkan kekecewaannya.
Karena peringatan yang secara resmi berulang sejak tahun 1994 itu masih menyimpan pekerjaan rumah yang panjang.
Pekerjaan rumah yang menurutnya tidak kunjung terselesaikan walau sudah 25 tahun lamanya Hari Guru Nasional dicanangkan.
Hal tersebut diungkapkan Fadli Zon lewat akun twitternya, @fadlizon; pada Senin (25/11/2019) petang.
Dalam kicauannya, Fadli Zon menyebut ironisnya nasib guru Indonesia saat ini.
Sebab, masalah kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan.
"Hari ini, 25 November 2019, bangsa kita kembali memperingati Hari Guru Nasional. Peringatan ini secara resmi dimulai sejak tahun 1994 melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Namun ironisnya, meski sudah 25 tahun kita memperingati Hari Guru Nasional, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yg tidak kunjung terselesaikan," tulisnya.
Dirinya pun menyinggung tentang naskha pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim.
Dalam naskah pidato tersebut, Fadli Zon mencermati pemerintah belum menitikberatkan penyelesaian masalah kesejahteraan guru.
Pidato Nadiem Makarim katanya lebih banyak memberikan arahan ketimbang penghargaan kepada para guru yang telah belasan hingga puluhan tahun mengabdikan diri.
"Dalam naskah pidato Mendikbud untuk memperingati Hari Guru tahun ini, sy melihat, kesejahteraan guru juga belum menjadi perhatian utama. Dari teks pidato yg beredar di media, sy perhatikan Mendikbud lebih banyak memberikan 'arahan' ketimbang 'penghargaan' kepada para guru.
Padahal lanjutnya, kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh para guru.
"Padahal, semangat utama peringatan Hari Guru bertujuan agar semua pihak, terutama pemerintah, untuk menghormati, mengapresiasi, dan meningkatkan kesejahteraan guru," imbuhnya.
Tapi sayangnya, pesan tersebut diungkapkan Fadli Zon tidak tercermin dalam pidato Nadiem Makariem.
Hal tersebut menurutnya patut menjadi pertanyaan bersama, khusunya alasan isu kesejahteraan guru tidak ada dalam program kerja Kementerian pendidikan Republik Indonesia.
"Kunci pendidikan terletak pada kualitas tenaga pengajar. Hanya saja, menurut saya, hingga saat ini, pemerintah belum secara serius mengatasi problem kesejahteraan guru, terutama guru honorer," jelasnya.
Pidato Nadiem Menyentuh Hati
Tidak ingin berbasa-basi dan mengagungkan para pahlawan pendidikan terdahulu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim mencurahkan isi hatinya lewat pidato Peringatan Hari Guru Nasional.
Pidato yang seharusnya dibacakan pada Hari Guru Nasional yang jatuh pada hari ini, Senin (25/11/2019) itu justru viral dan menggugah para guru di pelosok Nusantara.
Bukan karena mendayu-dayu dengan penuh pengharapan, naskah pidato Nadiem Makarim itu dinilai menyentuh hati lantaran ditulis apa adanya.
Dalam pembukanya, Nadiem Makarim justru meminta maaf karena tidak melanjutkan kebiasaan yang umumnya disampaikan dalam peringatan Hari Guru Nasional.
Dirinya mengaku lebih ingin berbicara apa adanya ketimbang menyampaikan kalimat retorika yang inspiratif dan memacu semangat.
Menurutnya, tugas seorang guru adalah tugas yang paling mulia sekaligus tersulit dibandingkan dengan profesi lainnya di dunia ini.
Guru katanya harus dapat membentuk anak didik yang merupakan masa depan bangsa, tetapi dengan pertolongan yang minim.
Begitu juga dengan kurikulum dan regulasi yang ada saat ini, guru diungkapkan Nadiem tidak dapat membantu ketertinggalan siswa didiknya lantaran disibukkan dengan tugas administratif.
• Hari Guru Nasional, Fahri Hamzah Justru Bersedih Sadari Nasib Guru Masih Terbelakang
"Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas," ungkap Nadiem dalam naskah pidato.
"Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan. Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan," jelasnya.
Tidak hanya itu, kesempatan guru untuk berinovasi pun tertutup dengan beragam regulasi, padahal setiap guru berharap dapat menjadil model bagi para anak didiknya.
"Anda frustasi karena anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal. Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi," jelas Nadiem.
"Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi," tambahnya.
Atas kenyataan pahit tersebut, Nadiem mengaku tidak akan muluk berjanji.
Perubahan katanya akan dihadirkannya dan dipastikan akan merubah kenyamanan.
Namun hal terpenting yang digarisbawahi adalah dirinya akan terus berjuang agar pendidikan bangsa kian maju dan berubah menjadi lebih baik.
"Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia," jelas Nadiem.
mengawali perubahan, Nadiem berharap agar setiap guru di setiap jengkal Nusantara dapat menghadirkan perubahan.
sebab menurutnya, sekecil apapun perubahan tersebut akan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.
"Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak," jelasnya.
Pidato tersebut pun viral di media sosial sejak kemarin hingga hari ini, Senin (25/11/2019).
Seperti halnya akun twitter @collegemenfess; pada Minggu (24/11/2019).
Postingan tersebut dikomentari ratusan kali dan disukai oleh belasan ribu warganet.
Seperti akun @abchangbin_; yang berharap semua cita-cita dapat tertlaksana.
"Kereeeen, semoga semuanya terlaksana dengan baik. suka dengan kata katanya 'semua tidak berawal dari atas, semuanya berawal dan berakhir dari guru' salut pak," tulis akun @abchangbin_.
"Sebagai calon guru semua keresahan ku tersampaikan dengan apik, literally semua! monangis kalo inget gimana susahnya jadi anak yg berbeda dari yg lain tapi dipaksa menjadi sama kayak yg lain :') stress nya luar biasa," balas @iambrokenhearte.
Pernyataan Nadiem pun disepakati warganet, seperti @AliaTurrofiqoh yang justru mencurahkan isi hati usai membaca naskah pidato Nadiem.
"Aku dulunya seorang penghafal, aku selalu puas kalau dapat nilai paling besar, iya itu bagus..Tapi ketika lulus aku kalah maju dgn tman2 yg bahkan dulu gk ada apa2 nya d kelas," tulis @AliaTurrofiqoh.
"Dulu gk ada yg ngasih tau aku kalau di dunia nyata kemampuan yg dibilang pak Nadiem berkolaborasi dan berkarya itu jauh lebih penting. Aku terlalu fokus belajar ini itu cuman utk dapat nilai besar, sehingga aku tdk punya kemampuan husus. Aku lumayan kesulitan memulai masa dewsaku," tambahnya.
"Ah iya.. Aku tertampar lagi waktu nonton Film India judulnya 'First Rank'. Relate banget itu film. Masih bnyak orang tua dan guru yg fokusin anak buat dapat nilai bagus. Pdhl nilai bagus itu cuman utk bisa melewati ujian sekolah. Tapi ujian dunia nyata?," tutupnya. (dwi)