Bunuh DIri
DRAMATIS! Begini Upaya Polisi Bujuk Pria Bakar Diri di Cipayung, Sempat Rebutan Korek Api
Dinihari, Senin (18/11/2019) 00.30 WIB, masyarakat dihebohkan aksi nekat pria siram bensin dan bakar diri di Cipayung, Jakarta Timur.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: PanjiBaskhara
“Sebaliknya, polisi menargetkan istri saya dan memburunya seolah-olah dia seorang tersangka.
Seorang Asisten Komisaris Polisi telah memaksanya untuk menarik kasus ini.
"Muak, dia membakar dirinya pada hari Minggu."
Seorang perwira polisi mengatakan kasus itu masih dalam tahap investigasi.
“Kami dengan cepat mendaftarkan Laporan Informasi Pertama (dokumen tertulis yang disiapkan oleh polisi di India) terhadap terdakwa, yang kebetulan adalah kerabatnya.
Tetapi beberapa fakta baru muncul selama investigasi, yang perlu dikuatkan,” kata seorang perwira, yang memilih tak disebutkan namanya.
Asisten Wakil Komisaris Polisi Rai Singh Beniwal mengatakan bahwa kasus pemerkosaan sedang diselidiki tetapi tidak ada bukti yang memadai untuk menangkap terdakwa.
Pemerkosaan adalah salah satu kejahatan yang paling tidak dilaporkan di India - dengan beberapa perkiraan mengindikasikan 90 hingga 95 persen kasus perkosaan tetap tidak dilaporkan.
Menurut data pemerintah, jumlah kejahatan terhadap perempuan yang dilaporkan ke polisi di India naik 83 persen dari 2007 hingga 2016.
Empat pengaduan pemerkosaan dilaporkan setiap jam pada 2016.
Tingkat hukuman untuk kejahatan terhadap perempuan di India sangat rendah.
Menurut statistik kejahatan resmi tahun 2016, hanya 18,9 persen dan terendah dalam satu dekade, tingkat hukuman rata-rata untuk semua kejahatan adalah 47 persen.
Sebuah gerakan dilakukan untuk menghentikan kekerasan seksual pada wanita dan anak-anak.
Ribuan wanita berjalan 10.000 kilometer melintasi India - mencakup 200 distrik di 24 negara bagian- untuk meningkatkan kesadaran tentang prevalensi pemerkosaan di awal tahun.
The Dignity March, yang dimulai di Mumbai pada bulan Desember dan berakhir di Delhi pada bulan Februari, menarik korban penyerangan seksual dari seluruh benua.
Pawai bersejarah ini menyoroti budaya yang 'mempermalukan dan menyalahkan' korban.
Hal ini menurut para aktivis memungkinkan pelaku menghindari hukuman dan menghambat korban dalam mendapat keadilan.
Kenapa Korban Pemerkosaan Tak Bisa Berkutik Melawan?
“Kalau memang tidak mau, kenapa tidak melawan saja?” kata-kata tajam ini sering sekali dilayangkan oleh masyarakat umum kepada seorang korban serta penyintas kasus pemerkosaan.
Komentar seperti ini bisa muncul karena pada dasarnya banyak orang belum paham apa yang terjadi dalam benak dan tubuh seorang korban ketika pemerkosaan terjadi.
Untuk memahami mengapa banyak korban pemerkosaan tidak mampu melawan balik pelaku dan menghentikan serangannya, ternyata ada penjelasan yang didapat dari penelitian, yakni rasa takut yang membuat seseorang menjadi lumpuh.
Fenomena kelumpuhan sementara yang menyerang korban pemerkosaan sudah tercatat sejak beberapa dekade lalu.
Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) tahun 2017, para ahli mencatat bahwa 70 persen korban perkosaan mengalami sensasi seolah seluruh tubuhnya lumpuh.
Akibatnya, mereka pun tak mampu bergerak, apalagi untuk melawan serangan pelaku.
Sensasi kelumpuhan sementara yang terjadi pada korban pemerkosaan dikenal dengan istilah “tonic immobility”.
Reaksi fisik ini sangat mirip dengan reaksi seekor hewan mangsa yang diserang oleh predator.
Hewan mangsa tersebut biasanya akan diam tak berkutik sedikit pun, sehingga predator yang akan menyergap mengira bahwa hewan yang diincarnya sudah mati.
Rupanya, manusia juga bisa mengalami reaksi serupa.
Pada manusia, korban yang diserang jadi tidak bisa menjerit minta tolong, melarikan diri, apalagi melawan balik si pelaku karena sekujur tubuhnya tidak bisa digerakkan.
Ingat, bukan berarti korban mengizinkan pelaku untuk berbuat keji! Korban justru sangat tidak berdaya sampai-sampai ia kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
Sebenarnya reaksi ini cukup lumrah ditemui dalam berbagai situasi menegangkan.
Misalnya ketika seseorang tiba-tiba ditodong dengan senjata api oleh penjahat atau merasa melihat hantu
Tentu sulit sekali untuk langsung bergerak dan melawan balik perampok itu, bukan?
Kebanyakan orang justru akan berdiri mematung saking kaget dan takutnya.
Sama halnya dengan seorang korban pemerkosaan.
Ketika diserang, dalam benaknya korban juga akan berusaha untuk mengosongkan pikirannya.
Hal ini dilakukan secara otomatis supaya nanti korban tak akan mengingat-ingat lagi kejadian traumatis tersebut.
Bahaya menghakimi korban yang tak bisa berkutik
Menurut dr. Anna Möller, seorang peneliti dari Karolinska Institutet and Stockholm South General Hospital di Swedia, menghakimi dan menyalahkan korban karena tidak melawan balik si pelaku sangat berbahaya.
Pasalnya, sejumlah penelitian buktikan kalau korban-korban pemerkosaan yang pada saat kejadian mengalami kelumpuhan sementara lebih rentan mengalami PTSD (gangguan stres pascatrauma) dan depresi.
Ini karena dalam hatinya, para korban menyalahkan diri sendiri karena tidak berdaya melawan serangan pelaku.
Tekanan dari diri korban sendiri begitu besar sehingga mengganggu kejiwaannya dan menyebabkan trauma psikologis yang serius.
Apalagi kalau ditambah komentar-komentar dari masyarakat luas.
Hal ini akan semakin menghambat pemulihan korban, baik secara jasmani maupun rohani.
Karena itu, sebaiknya jangan pernah menyalahkan seseorang karena tidak mampu melawan pelaku kejahatan seksual.