Pilkada Langsung
Tito Usul Evaluasi Pilkada Langsung, Hasto Klaim Pemilihan Lewat Musyawarah di PDIP Lebih Bagus
PDI-P sendiri sejak dahulu telah menjalankan tradisi memilih pimpinan partai di semua level kepengurusan tanpa mekanisme pemilihan langsung
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mendukung gagasan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengevaluasi sistem pilkada langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu serta meningkatnya korupsi dan ketegangan politik.
"PDI-P menanggapi positif gagasan Mendagri Tito Karnavian untuk melalukan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pemilu (pilkada) langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu, korupsi, dan ketegangan politik akibat demokrasi bercita rasa liberal yang selama ini diterapkan di Indonesia," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Jumat (8/11/2019).

Ia menambahkan, pilkada langsung selama ini selain berbiaya mahal, juga memunculkan oligarki baru, yakni kaum pemegang modal dan yang memiliki akses media yang luas.
• Tito Karnavian: Gaji Bupati Lima Tahun Rp 12 Miliar, yang Keluar Rp 30 Miliar, Rugi Enggak?
• Tito Karnavian Bilang Omong Kosong Ada Kepala Daerah Ingin Mengabdi kepada Nusa dan Bangsa tapi Rugi
Mereka yang mampu melakukan mobilisasi sumber daya modalnya, berpeluang terpilih.
Ia menilai, pilkada langsung mengubah demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi demokrasi yang berbasis kekuatan kapital.
PDI-P sendiri sejak dahulu telah menjalankan tradisi memilih pimpinan partai di semua level kepengurusan tanpa mekanisme pemilihan langsung, melainkan melalui proses musyawarah.
• Pedangdut Angeli Emitasari Terpilih Menjadi Kepala Desa, Kata Warganya, Kades Tercantik di Indonesia
"Hasilnya, kualitas kepemimpinan patai di semua tingkatan meningkat, berbiaya sangat murah dan minim konflik. Karenanya PDI-P menjadi partai dengan biaya paling kompetitif dan efektif di dalam melakukan konsolidasi struktural partai," lanjut dia.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini. Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito seperti dikutip dari Tribunnews.
Sebagai mantan Kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Halaman Selanjutnya
• Pesta 21 Gol Timnas Thailand ke Gawang Timnas Kepulauan Mariana Utara di Piala Asia U-19
Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata dia.
Tito berpandangan bahwa mudarat pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari pilkada langung.
"Laksanakan riset akademik. Riset akademik tentang dampak negatif dan positif pemilihan pilkada langsung. Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaiamana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," kata Tito.
• Ketua DPD Pimpin Sidang Para Ketua Parlemen MIKTA di Meksiko
Tito tidak menjawab saat ditanya apakah kajian tersebut nantinya akan mengarah pada wacana pilkada tidak langsung atau dipilih melalui DPRD.
Yang pasti menurutnya saat ini perlu perbaikan dari sistem pilkada langsung agar tidak terlalu banyak menimbulkan dampak negatif.
"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi biar tidak terjadi OTT lagi," pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PDI-P Sebut Pilkada Langsung Lebih Banyak Kerugian", Penulis : Rakhmat Nur Hakim