Penting, Ini Ketentuan MUI soal Makam Tumpang Sesuai Syariat Islam
Munahar menyampaikan ada beberapa syarat untuk melakukan makam tumpang.
Kebijakan makam tumpang bukan sesuatu yang baru dilakukan. Biasanya, makam tumpang dilakukan ketika tidak ada lagi lahan untuk menggali kuburan baru.
Namun bagaimana syariat Islam mengenai makam tumpang? Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Munahar Muchtar mengatakan, makam tumpang tumpang tidak menabrak aturan islam.
Bahkan makam tumpang merupakan hal biasa dilakukan di Makkah. Hanya saja penerapan makam tumpang boleh dilakukan dengan beberapa syarat sesuai dengan hukum makam tumpang yang dikeluarkan MUI.
"Kalau makan tumpang, ulama mengatakan boleh dengan syarat. Jadi kalau masih ada tempat (lahan) sebaiknya jangan, di sampingnya saja," ujar Munahar kepada Warta Kota, Rabu (30/10).
Munahar menyampaikan ada beberapa syarat untuk melakukan makam tumpang.
Pertama kuburan yang akan dilakukan makam tumpang bukan kuburan nabi, rasul, wali yang dihargai masyarakat setempat.
Kedua jika ingin melakukan makam tumpang, maka harus memiliki alasan yang sangat jelas salah satunya yaitu keterbatasan lahan baru untuk membuat kuburan.
Jika masih ada lahan yang dapat digunakan, maka dilarang melakukan membuat makam tumpang.
"Kalau lahannya masih ada itu tidak boleh, misalnya kalau ada kuburan yang lebih dekat diusahakan di sana dulu, tapi kalau sudah tidak ada, dan adanya di situ, atau ada tapi jauh dan tidak memungkinkan ya silahkan di situ," ucapnya.
"Bagaimana kalau digali mayatnya masih ada? Kalau masih ada ya di pinggirkan dulu, ambil sebelahnya. Tapi kalau tinggal tulang belulang, dikumpulkan dulu menjadi satu lalu sebelahnya diisi mayat yang baru," sambung Munahar.
Tak hanya itu, Munahar juga menjelaskan jika tanah yang akan dibuat kuburan tumpang bukan tanah yang diwakafkan.
Namun orang yang diamanahkan dapat mengatur siapa yang bisa membuat makam tumpang sesuai syarat yang dikeluarkan.
"Misalnya ya tanah yang diwakafkan si pemilik yang mewakafkan tadi. Jadi dia wakafkan tanah sekian, berarti untuk keluarganya. Tapi kalau tidak berlaku tanah keluarga tapi pemakaman umum dari pemerintah, pemerintah punya kebijakan siapa yang dimakamkan," katanya.
Aturan makam tumpang juga tidak terbentur adanya bekas makam perempuan yang diisi dengan mayat baru berjenis kelamin laki-laki. Syaratnya, mayat harus sudah lebur menjadi tanah.
"Jadi makam tumpang itu biasa, di Makkah pun juga melakukan asalkan tidak ada tempat lagi. Kalau masih diusahakan jangan dilakukan dan jangan membuat makam tumpang yang berbeda agama," ucapnya. (dik/m23/suf/bas/jos)