Pemerintahan Jokowi
Pakai Cadar dan Celana Cingkrang, Wasekjen MUI: Tenang Saja, Kita Masih Nyanyi Indonesia Raya
Walau pakai cadar dan celana cingkrang, Wasekjen MUI meyakinkan umat muslim tidak ektrimis dan tetap menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya
Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dian Anditya Mutiara
Larangan pakai cadar dan celana cingkrang yang disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi di lingkungan intansi pemerintah diakui Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zaitun Rasmin sangat mengusik umat muslim.
Sebab diyakinkannya, walau pakai cadar dan celana cingkrang, mereka tetap menjunjung tinggi Pancasila dan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Hal tersebut disampaikan KH Zaitun Rasmin dalam Program Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk 'Apa, Siapa, Radikal' di TV One pada Selasa (5/11/2019).
Dalam paparannya, KH Zaitun Rasmin menekankan agar sejumlah pihak tidak menyampaikan penilaian sepihak, khususnya tentang penggunaan cadar dan celana cingkrang.
• Larangan Cadar dan Celana Cingkrang Justru Bawa Berkah, Ini Sama Kayak Aturan Jilbab Dulu
Terlebih, penilaian tersebut jauh dari pendapat ulama ataupun organisasi Islam yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"Ada tiga ormas besar atau terbesar yang mempunyai kompetensi, kita kembalikan bagaimana penilaian-penilaian itu agar kita tidak bebas nilai. Nah, saya setuju bahwa kita juga jangan apologi, di dalam dunia Islam yang namanya radikal berdasarkan agama itu pasti ada, dari zaman awal ada Khawarij dan membawa korban tidak sedikit, ada syiah juga yang membawa korban waktu Qaramithah berkuasa, ada 30.000 orang dibunuh dari jemaah haji, Hajar Aswat dicuri dan ada liberalisme pemikiran ini juga tidak boleh kita tidak akui dalam dunia Islam," jelas KH Zaitun Rasmin.
"ya kalau Ahlussunnah saya akui flat dari dulu, ada kasus-kasus ahlussunnah membunuh dan sebagainya itu kasus yang lumrah terjadi di manusia, bukan karena berangkat dari pemahaman yang radikal tadi itu," tambahnya.

Pemahaman tentang radikalisme hingga liberalisme yang dianut kaum syiah katanya tercatat dalam sejarah kaum Mu'tazilah, mereka katanya dapat memutarbalikkan pendapat para ulama yang telah disepakati sebelumnya.
Tetapi, umat muslim Indonesia umumnya menganut paham Ahlussunnah yang menegaskan tidak boleh ada pendapat apabila telah didapatkan ijma ulama sebelumnya.
"Sekarang, kita biarkan radikalisme pemikiran itu, ini menunjukkan ketidakadilan. Misalnya, ada disertasi yang orang istilahkan disertasi mesum yang mengatakan hubungan laki-perempuan di luar pernikahan sebagai bukan zina, padahal ayatnya jelas, hadistnya jelas, ijma ulama tentang itu juga jelas, nah ini kalau kita biarkan maka kita sendiri yang sebetulnya yang akan melahirkan radikalisme-radikalisme," jelas KH Zaitun Rasmin.
"Sebab, di dunia ini pasti ada aksi-reaksi, kalau ada ekstrim kiri, akan mengundang ekstrim kanan. Bersyukurlah, alhamdulillah bang Karni, di Indonesia ini banyak orang-orang yang punya komitmen agama yang tinggi, pakai cadar-celana cingkrang, tapi pemahaman wasathiyah-nya tinggi, sehingga tidak menjadi ekstrim," tegasnya.
Tidak Boleh Menyakiti
KH Zaitun Rasmin pun menyampaikan, selain sebagai Wakil Sekretaris jenderal MUI, dirinya juga merupakan Ketua Umum Wahdah Islamiyah Indonesia.
Dalam organisasi Islam tersebut, banyak anggotanya yang mengenakan cadar dan celana cungkring, padahal diungkapkannya ketentuan memakai cadar adalah sunnah.
"Banyak yang pakai cadar, tetapi tidak satu pun, Alhamdulillah yang berpikiran ekstrim, kita menyanyikan Indonesia Raya, kita juga sangat bergaul, ppandangan kami kepada non muslim jelas sekali berdasarkan Alquran. Jangankan, jangankan, kita tidak boleh menyakiti mereka, berbuat baik pada orang kafir, orang non muslim, itu adalah sesuatu yang dibenarkan, walaupun dalam istilah 'kafir' bagi kami juga jelas dari Al Quran dan orang-orang yang berlebihan saja yang melarang-larang," jelas KH Zaitun Rasmin.