Pemerintahan Jokowi

Larangan Cadar dan Celana Cingkrang Justru Bawa Berkah, Ini Sama Kayak Aturan Jilbab Dulu

Walau dipertentangkan, larangan justru membawa berkah. Toko memberikan diskon hingga 50 persen kepada mereka yang pakai cadar dan celana cingkrang

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dian Anditya Mutiara
Youtube Indonesia Lawyers Club
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zaitun Rasmin dalam Program Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One bertajuk 'Apa, Siapa, Radikal' pada Selasa (5/11/2019) 

Larangan pakai cadar dan celana cingkrang yang disampaikan oleh Menteri Agama  Fachrul Razi rupanya membawa berkah.

Sejumlah toko dan rumah makan di Sulawesi Selatan justru memberikan diskon hingga setengah harga bagi muslim yang mengenakan cadar ataupun celana cingkrang.

Kabar baik itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zaitun Rasmin dalam Program Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk 'Apa, Siapa, Radikal' di TV One pada Selasa (5/11/2019).

Dalam paparannya, dirinya menyebut larangan pemakaian cadar dan celana cingkrang kini justru populer dan kian diminati masyarakat.

Bahkan isu yang ramai hingga viral di media sosial itu menjadi wadah pembelajaran dan bagi umat muslim yang belum mengenal lebih jauh tentang cadar maupun celana cingkrang.

Wasekjen MUI: Radikalisme Tak Berhubungan dengan Cadar dan Celana Cingkrang

"Jadi kayak istilah orang arab, 'kadang-kadang sesuatu yang tidak enak, sesuatu yang buruk itu jadi bermanfaat'. Beberapa hari ini, saya kira orang-orang yang pakai cadar yang awalnya merasa tersudutkan terpojokkan, tapi angin begitu cepat mulai berbalik."

"Sekarang malah menjadi tempat memperkenalkan apa sebetulnya cadar, apalagi dengan pembicara di ILC ini sampai tadi, Subhanallah, minimal semua mengatakan ini tidak boleh dilarang, ini harus dimaklumi, ini ada kaitan dengan agama," jelasnya.

Apalagi lanjutnya, cadar dan celana cingkrang disebutkan empat empat mazhab fikih besar, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali berupa sunnah dan wajib.

Lagi Diributin, Kaesang dan Agus Yudhoyono Justru Suka Pakai Celana Cingkrang yang Trendi

Hukum tersebut katanya menjadi bukti tidak kembali diperdebatkannya tentang penggunaan cadar dan celana cingkrang.

"Sebagian mengatakan sunnah, sebagian mengatakan wajib. Maka ini adalah hal yang yang harus sudah lebih maju agar ke depannya mudah-mudahan tidak lagi perdebatan dan bagi pihak-pihak yang merasa ada kekliruaan di dalam suatu lontaran (ucapan), suatu sikap, suatu kebijakan, mengapa tidak ditarik saja," jelas KH Zaitun Rasmin.

"Dan Al Itiraf bil haq itu adalah Fadillah, orang mengakui kebenaran itu adalah keutamaan dan kembali kepada kebenaran adalah suatu kewajiban. Sehingga, tidak hanya menjadi diskursus, tidak menjadi suatu perdebatan yang banyak membuang energi," tambahnya.

Lebih lanjut diungkapkannya, para muslimah yang mengenakan cadar kini terbantu dengan adanya isu larangan pakai cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintahan.

Sebab, pemahaman tentang cadar dan celana cingkrang yang tidak terkait dengan paham radikalisme ataupun ekstrimisme negatif dapat tersampaikan kepada masyarakat.

"Ini ada anekdot juga bang karni, di Makasar itu tiba-tiba begitu banyak outlet-outlet atau toko-toko yang memasang spanduk 'diskon 50 persen bagi yang bercadar', itu luar biasa. Yang bercadar dan celana cingkrang dapat diskon 50 persen, itu puluhan, ratusan, toko, warung dan seterusnya," ungkap KH Zaitun Rasmin.

Sudah 10 Tahun Wiranto Tak Bisa Tarik Uang Pribadi yang Dititipkan ke Bambang Sujagad

"Ada juga satu lagi bang karni, ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia itu sebetulnya orang-orang yang luar biasa. Seorang calon kepala desa bercadar mengatakan telah mengalahkan tiga orang laki-laki calon kepala desa. Artinya masyarakat ini sangat luar biasa dalam pemahamannya," tambahnya.

Belajar Dari Masa Lalu

Dirinya pun berharap agar seluruh pihak dapat kembali belajar dari pengalaman, seperti larangan pemakaian jilbab bagi siswi kelas tiga SMA pada tahun 1984 silam.

Ketika itu, pemerintah melarang para siswi mengenakan jilbab di area sekolah dengan sanksi pemecatan apabila ketentuan dilanggar.

Larangan tersebut secara langsung memaksa para siswi bergerak.

Mereka katanya tidak khawatir untuk dipecat, sebab dari sebanyak satu hingga sepuluh orang siswi yang dipecat, tumbuh ratusan siswi yang mengenakan jilbab sebagai bentuk penolakan kebijakan.

"Dan saya ingin dalam masalah pelarangan, masalah hukumnya biarlah anggota DPR yang bahas. Tapi belajarlah dari sejarah, dahulu tahun 80-an, saya waktu itu masih SMA kelas tiga, 84 jilbab dilarang di sekolahan negeri, alasannya persis sekarang, klise, bahwa ini aturan. Kepala-kepala sekolah memecat dengan tega siswi-siswi yang berjilbab itu hanya dengan alasan tidak sesuai dengan aturan," ungkap KH Zaitun Rasmin.

"Tapi apa yang terjadi, saya alami itu di SMA 1 Makasar, dipecat, di sekolah itu ada sepuluh yang langsung pakai jilbab. yang sepuluh dipecat, seratus pakai jilbab, dan begitulah seterusnya akhirnya di belakang hari, kepala-kepala sekolah yang memecat itulah yang dipecat," jelasnya.

Ketika kesadaran masyarakat tentang jilbab semakin kuat, KH Zaitun Rasmin menyebutkan polemik cadar dapat berujung layaknya larangan jilbab pada era tahun 80-an.

Kesadaran untuk mengenakan cadar dan celana cingkrang ini katanya tidak dapat lagi dicegah, sebab pemakaian cadar dan celana cingkrang sejalan dengan keyakinan.

"Ini hal yang harus disadari saya kuatir nanti ada orang-orang yang justru melarang cadar itu justru nanti yang dipecat, itu bisa saja terjadi, semacam satu karma," jelasnya.

Larang Pakai cadar

Seperti diketahui sebelumnya, Menteri Agama Republik Indonesia (RI), Fachrul Razi berencana melarang penggunaan cadar dengan alasan keamanan.

Walau begitu, Fachrul menegaskan pihaknya tidak mengatur secara khusus terkait pemakaian cadar bagi seorang muslimah. Pilihan untuk mengenakan cadar katanya dikembalikan kepada masyarakat, karena cadar tidak berhubungan dengan kualitas keimanan dan ibadah seseorang.

"Cadar itu yang saya bilang, tidak ada dasar hukumnya di Alquran dan padangan Hadist, tapi kalau orang mau pakai ya silahkan. Dan itu bukan ukuran ketaqwaan orang, bukan berarti kalau orang sudah pakai cadar itu taqwanya udah tinggi, udah deket Tuhan, bukan, bukan itu. Silahkan aja  kalau dia mau pakai," jelas Fachrul.

"Tapi saya denger, saya denger akan ada keluar aturan (kepada masyarakat) yang masuk ke instansi pemerintah tidak boleh pakai helm dan muka harus kelihatan jelas. Saya kira betul ya untuk keamanan," tambahnya.

Ketentuan tersebut katanya mewajibkan seluruh masyarakat untuk memperlihatkan wajah apabila hendak memasuki lingkungan instansi pemerintah.

"Kalau saya sarankan, kalau kita nggak ikut-ikut masalah hukum, tapi saya kira itu. Jadi kita hanya merekomendasi masalah peraturan agamanya aja, kalau kemudian bidang hukum mengeluarkan aturan bahwa (masuk ke dalam komplek) instansi pemerintah tidak boleh pakai helm, muka harus kelihatan, tinggal tafsirkan aja," ungkap Fachrul.

"Betulkan? dengan aspek keamanan betul nggak? Kalau ada orang bertamu ke rumah saya nggak kelihatan mukanya, nggak mau dong saya. Keluar anda!," ungkapnya diakhir tayangan.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved