BPJS
Fadli Zon Kritik Keras Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan disoroti tajam Fadli Zon. Menurutnya, kenaikan iuran sangat memberatkan masyarakat tidak mampu
Penulis: Dwi Rizki |
KENAIKAN iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disoroti tajam Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon.
Terlebih kenaikan Iuran BPJS Kesehatan juga meliputi peserta BPJS Kesehatan Kelas III yang notabene kalangan tidak mampu.
Kritik tersebut disampaikan Fadli ZOn lewat akun twitternya @fadlizon; pada Rabu (6/11/2019). Dalam postingannya, mantan Wakil ketua Dewasn Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia itu menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
• Ditegur Keras oleh YouTube, Lagu Baru Penyanyi Intan Hardja Dinilai Menjiplak Karya Musisi Taiwan
Menurutnya, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden jokowi secara langsung menaikkan seluruh besaran iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020 itu menurutnya sangat mengejutkan, lantaran turut dibebankan kepada Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) dengan besaran kenaikan lebih dari 100 persen.
Sebab, merujuk Perpres Nomor 75 tahun 2019, iuran mandiri Kelas III naik sebesar 65 persen dari sebelumnya Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000 per bulan. Sedangkan, iuran mandiri Kelas II naik sebesar 116 persen dari sebelumnya sebesar Rp 51.000 per bulan menjadi sebesar Rp 110.000 per bulan.
• Kompas100 CEO Forum 2019, Mengambil Peluang di Tengah Tantangan Disrupsi Digital
Sementara, iuran mandiri Kelas I naik hingga sebesar 100 persen, yakni dari sebelumnya sebesar Rp 80.000 per bulan menjadi sebesar Rp 160.000 per bulan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu menurutnya akan memberatkan masyarakat, apalagi pada saat yang bersamaan Pemerintah juga berencana untuk menaikkan tarif listrik, tarif tol, dan berbagai tarif lainnya.
"Itu sebabnya, DPR periode 2014-2019, melalui Komisi IX dan Komisi XI, sebenarnya sudah menyampaikan penolakan kenaikan premi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Itu adalah sikap resmi yg menjadi kesimpulan saat rapat dgn sejumlah kementerian terkait dan pihak BPJS Kesehatan," tulis Fadli Zon.
"Memang, waktu itu penolakan kenaikan premi itu hanya spesifik menyebut Kelas III, tdk menyebut peserta mandiri khusus Kelas I dan II," tambahnya diakhiri tagar #bpjs_naikrakyatterjepit.
Namun, meskipun iuran BPJS Kesehatan boleh dinaikkan, besaran kenaikan premi untuk peserta mandiri Kelas I dan II menurutna juga tidak boleh hingga 100 persen. Apalagi, kini iuran mandiri Kelas II kenaikannya lebih dari seratus persen yang menurutnya dapat merusak partisipasi masyarakat yang telah ikut program sistem kesehatan.
• Tidak Merasakan Firasat Apapun, Olga Lydia Mengingat Pesan Penting Mendiang Ayah
BPJS Kesehatan yang semula didapuk mirip dengan Obama Care, layanan jaminan kesehatan yang digagas mantan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama itu justru tidak memihak kepada masyarakat kurang mampu.
"Dengan tata kelola seperti sekarang ini, BPJS Kesehatan bukan lagi sebuah Jaminan Kesehatan Nasional layaknya 'Obamacare' yang memihak dan melindungi orang-orang yg kurang mampu untuk mengakses layanan kesehatan. Tapi sudah menjelma menjadi sebuah perusahaan asuransi biasa yg dimonopoli dan diwajibkan negara. Seolah negara 'memaksa' rakyat, padahal pelayanan kesehatan adalah hak warga," tegas Fadli Zon.
"Ironisnya, sesudah iuran dinaikkan hingga lebih dari 100 persen, Pemerintah saat ini justru sedang berusaha memangkas manfaat layanan yg bisa diperoleh peserta JKN," tambahnya.
• Warner Bross Lagi Bujuk Colin Farrell untuk Perankan Pinguin di Batman
Jamin Masyarakat Miskin
Dikutip dari Kompas.com, Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengakui prediksi akan terjadi perpindahan kelas pada peserta BPJS Kesehatan, setelah pemerintah memutuskan menaikkan tarif iuran mulai Januari 2020.
Namun demikian, Fachmi menegaskan, pemerintah tetap memberi jaminan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu atau peserta BPJS yang berada di kelas III.
"Pemerintah, presiden sudah menyampaikan bahwa rakyat miskin dijamin. Yang rentang pun dijamin," kata Fachmi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Fachmi mengatakan, presiden memberikan menjamin biaya pada masyarakat miskin yang tercatat dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) yaitu sekitar 96,8 juta penduduk.
• Daftar Harga LSUV Bulan November 2019 Cukup Stabil, Diskon Chevrolet Trax hingga Rp 80 Juta
"Plus integrasi Jaminan Kesehatan Daerah angkanya sekitar 37 juta. Jadi 133 juta sudah dijamin. Artinya, sesuai dengan prinsip UU SJSN ini kan prinsip gotong royong, yang mampu bayar sendiri, yang tidak mampu dibayari pemerintah," ujarnya.
Lebih lanjut, Fachmi menegaskan, bagi masyarakat yang berpindah kelas iuran BPJS akan tetap mendapatkan pelayanan medis yang sama.
"Yang mampu kan memiliki opsi memilih kelas yang sesuai dengan kemampuan. Pelayanan medisnya sama. Tidak ada perubahan," pungkasnya.
Sebelumnya, Iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan naik mulai 2020. Kenaikan iuran ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
• Kim Byeong Kwan A.C.E Absen di Acara V karena Harus Jalani Pemeriksaan di Rumah Sakit
Perpres tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 24 Oktober 2019, dan sudah diunggah ke laman Setneg.go.id.
Berikut ini rinciannya:
-Iuran peserta kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500
-Iuran peserta kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000
-Iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000
Selain kenaikan untuk peserta mandiri, diatur juga kenaikan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI). Iuran bagi Peserta PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah yaitu sebesar Rp 42.000, naik dari sebelumnya Rp 23.000. (dwi)