Investasi

Bursa Berjangka Jakarta Ingin Diperhatikan sama dengan BEI, Berharap Presiden Datang

Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) meminta pemerintah untuk memberikan dukungan lebih bagi perkembangan Pasar Berjangka Komoditi (PBK) Tanah Air.

thinkstockphotos
Ilustrasi. 

WARTA KOTA, PALMERAH--- Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) meminta pemerintah untuk memberikan dukungan lebih bagi perkembangan Pasar Berjangka Komoditi (PBK) Tanah Air.

Apalagi, meskipun sudah berusia 20 tahun BBJ mengaku belum pernah di sambangi orang nomor satu di Tanah Air.

Jika dibandingkan dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), Presiden maupun Wakil Presiden kerap hadir pada saat pembukaan dan penutupan pasar.

"Meskipun dukungan dari pemerintah dan otoritas kementerian sangat tinggi terhadap industri ini, Kami juga perlu dukungan seperti itu (dikunjungi dan didengarkan)," kata Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), Fajar Wibhiyadi, baru-baru ini.

Di Tol Layang Jakarta-Cikampek Bakal Tersambung Rest Area?

Harapannya, dengan kehadiran Presiden dan Wakil Presiden ke BBJ mampu menjadi sorotan bagi pelaku industri komoditi Tanah Air dan di luar negeri.

Hal ini dianggap penting untuk mendorong eksistensi PBK di masyarakat dan pasar global.

Meskipun begitu, Fajar mengakui bahwa size perdagangan PBK masih cenderung kecil dibandingkan dengan capital market.

Sehingga, hal tersebut masih dijadikan pekerjaan rumah (PR) besar ke depan.

"Siapa tahu, adanya bekas telapak sepatu Presiden dan Wapres atau Menteri di kantor BBJ, akan mengubah gaung dan history industri kita. 20 tahun BBJ hadir belum pernah ada yang datang, kita butuh belaian," kata Direktur Utama BBJ, Stephanus Paulus Lumintang.

Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, peran PBK sangat strategis bagi perekonomian nasional di era perdagangan bebas, yaitu sebagai sarana lindung nilai (hedging), sarana pembentukan harga (price discovery) dan alternatif investasi yang sangat diperlukan bagi pelaku usaha untuk melindungi usahanya.

Selama Januari-Oktober 2019, Arus Modal Asing yang Masuk Mencapai Rp 217 Triliun

Kepala Bagian Humas Bappebti, Sentot Kamaruddin, menyadari bahwa perdagangan berjangka komoditi primer dengan mekanisme transaksi multilateral di Indonesia masih belum berkembang sesuai harapan, meskipun terus bertumbuh dari tahun ke tahun.

Hal ini terlihat dari masih rendahnya perdagangan kontrak berjangka transaksi multilateral di Bursa Berjangka dibandingkan dengan kontrak Sistem Perdagangan Alternatif (SPA).

Keadaan ini tidak sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara produsen utama beberapa komoditi utama seperti CPO, kopi, kakao, karet, batubara, timah dan lainnya.

Untuk itu, diperlukan upaya menciptakan transaksi perdagangan berjangka yang lebih baik, terutama dalam meningkatkan mutu, nilai tambah, dan harga.

"Bursa berjangka perlu melakukan pengembangan produk-produk yang diperdagangkan, salah satunya melalui pasar fisik timah di Bursa Berjangka," kata Sentot.

Bursa Efek Indonesia Menyiapkan Anggaran Rp 100 Miliar untuk Investasi

Berita ini sudah diunggah di Kontan dengan judul Tak pernah disambangi, pasar berjangka komoditi ingin perhatian

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved