Berita Jakarta
UPDATE Politisi PSI Sebut Gubernur Anies Tanggung Jawab soal Mundurnya Edy Junaedi
William Aditya Sarana enggan menyalahi dua pejabat eselon II yang mundur di tengah polemik pembahasan anggaran 2020.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
GAMBIR, WARTAKOTALIVE.COM - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana enggan menyalahi dua pejabat eselon II yang mundur di tengah polemik pembahasan anggaran 2020.
William menyebut, seluruh kebijakan yang dibuat pemerintah daerah merupakan tanggung jawab Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta.
“Kami PSI nggak mau salahkan ANS (Aparatur Negari Sipil-Red), karena dasarnya mereka siap transparan dan sudah terbiasa dikritisi hingga ‘dikuliti’.

"Malah yang nggak transparan itu Pak Anies Baswedan, karena kontrol kebijakannya ada pada gubernur,” kata William saat dihubungi pada Jumat (1/11/2019).
Atas dasar itulah, William enggan menyalahkan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Edy Junaedi, serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Sri Mahendra Satria Wirawan yang mundur dari jabatannya.
Mundurnya mereka dari eselon II di tengah polemik pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)
“Terlihat yah dari cara pak gubernur selalu salahkan sesuatu di luar dirinya seperti sistem, selalu salahkan anak buah dan salahkan gubernur sebelumnya,” ujar William.
Menurut dia, kejadian seperti ini harusnya menjadi momentum yang baik bagi Anies dalam mengubah gaya kepemimpinannya.
Sebagai kepala daerah, harusnya Anies siap ‘pasang badan’ bila ada polemik di bawah kepemimpinannya.
“Kalau ada gempa politik atau gempa kebijakan, gubernur harusnya pasang badan lindungi anak buah, itu yang ksatria menurut saya,” jelasnya. (faf)

Mundur Alasan Pribadi
Sebelumnya Wartakotalive melaporkan, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Edy Junaedi mundur dari jabatannya.
Surat pengunduran Edy secara pribadi telah diserahkan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta.
“Iya betul mengundurkan diri sebagai Kepala Dinas per Kamis (31/10/2019),” kata Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir saat dihubungi pada Jumat (1/11/2019).
Chaidir menjelaskan, Edy mengundurkan diri hanya sebagai kepala dinas.
Artinya dia masih menyandang sebagai aparatur sipil negara (ASN), sehingga dia distafkan di bagian Anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
“Yah mengundurkan diri saja atas permintaan pribadi. Alasannya, yah pribadi yang bersangkutan lebih tahu,” katanya.
Meski di struktur bawahnya terdapat jabatan Sekretaris Disparbud yang diemban Asiantoro, namun Chaidir perlu berkoordinasi dengan pimpinannya untuk menentukan pengisi Pelaksana tugas (Plt) Kadisparbud.
Kata dia, pihak yang berwenang untuk mengisi jabatan sementara itu adalah pimpinnya dalam hal ini gubernur.
“Sedang dilaporkan, nanti menunggu keputusan pimpinan nanti kalau untuk Plt Kadisparbud,” ungkapnya.
Dalam kesemptan itu, Chaidir tidak menjelaskan alasan detail Edy mengundurkan diri.
Saat disinggung soal polemik penganggaran jasa influencer internasional sebesar Rp 5 miliar, Chaidir juga menepisnya.
“Tidak, tidak ada masalah. Dia ingin mengundurkan diri saja kalau saya lihat sih surat pernyataan pengunduran diri. Dia ingin jadi staf di anjungan Taman Mini,” jelasnya.
Edy Junaedi adalah pejabat yang memiliki kedekatan dengan Gubernur DKI Basuki TJahaja Purnama alias Ahok.
Edy Junaedi adalah pejabat yang sukses melakukan digitalisasi di pelayanan publik saat memimpin Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada era Gubernur Ahok.
Kehilangan Rp 50 Juta
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Edy Junaedi mundur dari jabatannya per Kamis (31/10/2019) malam.
Tidak hanya kewenangannya saja yang hilang sebagai pimpinan, namun sejumlah tunjangan juga diputus.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengatakan, beberapa tunjangan yang dihilangkan di antaranya tunjangan jabatan, tunjangan kinerja daerah (TKD) dan tunjangan operasional.
Dengan mundurnya Edy menjadi staf di Anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, dia hanya mendapat TKD sesuai pangkat dan golongan yakni staf.
“Kalau Kadis sekitar Rp 50 jutaan, semua itu sudah take home pay, dan sekarang dia tinggal mendapat tunjangan di kisaran Rp 15 juta atau Rp 18 juta lah,” kata Chaidir pada Jumat (1/11/2019).
Menurut dia, usia Edy saat ini masih cukup muda untuk mengemban amanah sebagai pejabat eselon II di DKI Jakarta.
Saat ini umurnya 43 tahun, dan masa pensiunnya tinggal 15 tahun lagi di umur 58 tahun.
Bila Edy masih menduduki jabatan eselon II, masa pensiunnya ditambah dua tahun menjadi 60 tahun.
“Jadi sekarang 58 tahun (masa pensiunnya) karena sudah staf PNS,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Chaidir mengungkapkan pengunduran Edy dari kepala dinas menjadi staf bukan karena tekanan akibat polemik usulan anggaran influencer Rp 5 miliar untu anggaran 2020 mendatang.
Kata dia, pengunduran diri Edy murni karena keinginan pihak yang bersangkutan.
“Itu mengundurkan diri, siapa yang mau tekan-menekan, senang banget ditekan-tekan,” katanya.
Edy pernah mengemban amanah sebagai Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) pada 2015 lalu, yang kini berubah menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Saat itu Edy menyandang sebagai pejabat eselon II termuda di lingkungan Pemprov DKI dengan usia 39 tahun.
Dia juga telah meraih gelar doktor Ilmu Pemerintahan dari Universitas Padjajaran pada usia tersebut.
Sebelum mengemban amanah sebagai Kepala BPTSP, Edy bertugas menjadi Camat Kepulauan Seribu Utara selama enam tahun.
Saat mengikuti seleksi terbuka di era Ahok, Edy menjadi satu-satunya pejabat yang lolos tes psikotes dari 30 pegawai yang mengikuti lelang jabatan.